Gerbang masuk area pemandian Taman Sari |
Taman Sari yang
terletak Yogyakarta adalah bagian dari keraton Yogyakarta yang dulunya adalah
taman istana, dimana di sini terdapat tempat pemandian raja. Tempat ini
sekarang adalah tempat wisata yang cukup populer di kalangan turis, terutama
seusai direnovasi setelah gempa tahun 2006.
Bangunan di areal
Taman Sari aslinya selesai dibangun di tahun 1765. Sesuai dengan namanya, ini
taman beneran, ya. Kabarnya, taman ini sangat luas, dimana di dalamnya, selain
tempat pemandian, juga terdapat danau buatan, masjid, dapur, panggung terbuka, dan
lorong bawah tanah. Areanya tidak hanya mencakup pemandian yang ada sekarang,
namun juga meliputi kampung-kampung di sekitarnya. Namun lama-lama, Taman Sari
tidak lagi difungsikan sebagai tempat bersenang-senang keluarga kerajaan. Di
tahun 1867 area ini mengalami kerusakan yang cukup parah karena gempa.
Tiket dapat dibeli
di gerbang masuk, dengan harga Rp 5.000,- per pengunjung. Kalau pengunjungnya
orang asing, harganya bisa beda. Gerbang masuk turis ini sebenarnya adalah
pintu belakang area pemandian. Jaman dahulu, keluarga raja dan para tamu
masuknya lewat pintu depan, yang gerbangnya dibangun tinggi menjulang dan dihiasi
dengan ukir-ukiran berbentuk bunga dan burung yang indah. Tapi gerbang utama
ini sempat rusak karena gempa, sehingga akses masuk utama turis dipindahkan ke
pintu belakang.
Bangunan tempat pemusik di masa kejayaan Taman Sari. Di depannya ada pohon kepel. |
Jadi turis masuknya
lewat pintu belakang, ya. Dari pintu masuk, sebelum penjual tiket, ada dua
bangunan kecil yang merupakan bangunan penjaga kompleks. Terus ke dalam, kita
akan tiba di gerbang masuk yang menyerupai pintu benteng. Tembok gerbang ini
tebal dan tinggi. Wajar, lah. Karena tembok pembatas kompleks pemandian ini
juga merangkap benteng pertahanan dan jalur penyelamatan darurat keluarga raja.
Tentunya jaman dahulu hanya abdi dalem, para staf kerajaan, yang diperbolehkan
lewat sini.
Dari sini, kami
sampai di sebuah kompleks yang terdiri dari empat bangunan kecil. Keempat
bangunan kecil ini adalah tempat pemusik dan penyanyi yang menghibur keluarga
raja kalau sedang berjalan-jalan di daerah sini. Menurut pemandu kami, bangunan
di area hiburan ini termasuk yang pertama kali dibuat saat Tamansari dibangun.
Bata untuk membangunnya dibuat menyilang, sehingga tahan gempa. Kabarnya hanya
kompleks hiburan ini yang selamat dari beberapa kali gempa.
Pemasangan bata yang menyilang. Perekatnya adalah putih telur dan gula jawa. |
Dari sini kami
beranjak ke istana ar. Istana air adalah tempat pemandian yang saat ini menjadi
bintang utama wisata di areal ini. Di area khusus yang dikelilingi tembok tebal
ini, terdapat tiga kolam. Kolam pertama adalah untuk anak-anak raja, kolam
kedua untuk para istri raja, dan kolam terakhir yang terletak di dalam bangunan
adalah kolam khusus raja. Kolam di sini bukan tempat mandi ya, ini adalah
tempat berendam. Mungkin konsepnya sama seperti sentō di Jepang, dimana orang membersihkan
diri dulu sebelum masuk ke kolam untuk duduk berendam, dan tidak wara-wiri
berenang.
Menurut guide kami,
kolam ini dulunya dibangun di atas sumber air. Tapi waktu gempa di abad ke-19,
sumber air ini mati. Ketika gempa tahun 2006, sumber air ini muncul lagi dan
airnya cukup deras. Oleh sebab itu, di dasar kolam dipasang katup untuk menahan
air agar tidak keluar di kolam. Takutnya, kalau sumber air ini tidak ditutup,
maka sumur warga jadi kering.
Bangunan tempat
kolam raja dibangun bertingkat. Konon kabarnya, dahulu raja akan menonton para
istri yang berendam di kolam, dan kemudian dia akan melempar bunga. Istri yang
berhasil memenangkan perebutan bunga, akan diundang raja untuk berendam bersama
di dalam kolam yang terpisah, yang khusus untuk raja tadi. Tapi bisa juga sih,
raja memilih istri yang disuka tanpa perlu lempar bunga. Oh ya, jangan berpikir
para istri ini bugil di kolam ya. Mereka pakai kemben yang memang khusus untuk
berendam, dan di pinggir area kolam ada tempat ganti bajunya. Tapi kalau
terpilih untuk masuk ke dalam kolam khusus raja, ya bisa dalam kondisi apa saja
ya ...
Pemandian anak dan istri raja jaman dahulu. |
Melongok ke dalam ruang tidur raja. |
Di dekat kolam
pemandian khusus raja, ada ruang peristirahatan raja lengkap dengan tempat
tidurnya. Tempat tidurnya besar dan terlihat kokoh. Di bawah tempat tidur ada
perapian untuk menjaga kehangatan di ruangan ini. Nah, ruang tidur ini terhubung
dengan sebuah anteroom sebelum
kemudian menyambung ke pintu menuju kolam. Di ruang anteroom ini, ada
jendela-jendela yang disusun sedemikian rupa sehingga ruangan di sini terasa
sejuk meskipun tidak ada AC maupun kipas angin.
Dari Taman Air,
kami menuju ke halaman kompleks yang berupa lapangan pasir. Keraton jaman dulu
sepertinya selalu memiliki halaman yang diisi pasir. Mungkin karena jaman dulu
orang jalan tanpa alas kaki ya. Berjalan di atas pasir lebih menyenangkan
dibandingkan berjalan di atas batu-batuan atau rumput. Di sini terdapat gerbang
utama Taman Sari, yang sempat roboh waktu gempa tahun 2006. Gerbang ini sudah
dibangun kembali, sehinga para pengunjung bisa melihat keindahan bangunan kuno
ini. Gerbang ini disebut sebagai Gapura Agung, dan dari sini raja dahulu
menikmati keindahan danau buatan. Danau buatannya sekarang menjadi perumahan
penduduk.
Waktu saya berjalan
di perkampungan di dekat Gapura Agung ini, saya melihat sisa-sisa tembok
pembatas jaman dahulu, yang terlihat tebal dan sebagian sudah menjadi bagian
dari rumah penduduk. Di sepanjang jalan, saya beberapa kali melihat lubang
pembuangan air (drainage) yang akan
menyalurkan air keluar area jika terjadi banjir. Jadi di bawah jalan-jalan ini,
terdapat gorong-gorong saluran air yang dulunya membantu pembuangan limpahan
air dari danau.
Menuju ke lorong bawah tanah di Pulo Cemeti. Lagi hujan deras, jadi nggak bisa menjelajah di sekitar sini. |
Kebetulan, saat
saya dan keluarga saya berjalan-jalan, tiba-tiba hujan deras. Kami berteduh di
sebuah toko lukisan. Jalan setapak di antara penduduk dalam waktu singkat
berubah menjadi sungai dangkal dimana air mengalir dengan deras. Memang daerah
ini lebih rendah dari tempat lain, karena dulunya kan dasar danau. Tapi setelah
hujan selesai, “sungai” dadakan ini juga menghilang, masuk ke dalam lubang
pembuangan menuju gorong-gorong.
Perjalanan kami
ditutup dengan jalan masuk ke lorong bawah tanah di sekitaran Pulo Cemeti, dan
kemudian kembali ke area parkir Taman Sari. Sebetulnya, saya ingin
melihat-lihat reruntuhan di sekitaran Pulo Cemeti ini. Sayangkan, pas ke sini
hujan menjadi deras kembali sehingga guide kami langsung mengarahkan kami untuk
masuk ke dalam lorong bawah tanahnya saja.
Karena masih masa
pandemi dan sedang direnovasi, Sumur Gumuling masih tertutup untuk umum. Jadi
saya tidak bisa masuk ke situ. Tapi nggak apa-apa. Sepanjang perjalanan saya
kali ini saya sudah cukup puas menyaksikan salah satu peninggalan kejayaan
kerajaan Mataram. Oh ya, saran saya, kalau berkunjung kemari, sewalah tour
guide. Selain bisa memberikan penjelasan yang detil mengenai Taman Sari, dia
juga bisa menjadi fotografer kita. Dia tahu banget sudut-sudut pemotretan yang
oke, jadi hasil fotonya dijamin cantik.
Hasil foto di Taman Sari oleh tour guide kami. |
Liat pasangan bata dengan perekat putih telur, jadi ingat katanya juga ini dipakai sebagai perekat batu pada Candi Borobudur. Kebayang brp banyak telur yang dihabiskan ya
BalasHapusDan kebayang berapa banyak warga yang tiap hari makan kuning telur karena sayang kalau dibuang.
HapusSaya terakhir ke sini masih tahun 90an, dari foto2nya Mba Dee kelihatannya masih asri dan sama spt yg saya lihat dulu, artinya memang segaja dijaga originalitasnya mungkin ya Mba
BalasHapusIya, Pak. Tour guide yang menemani kami memberitahukan kalau saat ini pemerintah Yogyakarta memang sedang mengusahakan agar Sumbu Filosofi Yogyakarta diterima UNESCO sebagai warisan budaya. Itu artinya semua area bersejarah di sekitaran Yogyakarta harus dirawat dengan sangat baik supaya waktu pemeriksaan dari UNESCO, seluruh area sumbu filosofi ini (termasuk situs di area keraton dan sekitarnya) dianggap layak untuk dicatat secara internasional.
HapusNggak kebayang gimana mereka bisa ngebangun bangunan semegah itu di jaman dulu. Keren banget sih.
BalasHapusIya, dan konon kabarnya dulu lebih megah lagi dibandingkan sekarang.
HapusBagaimana sulit nya untuk persiapan material bangunan nya dikala itu ya, Sungguh luar biasa kualitas awet sampai sekarang.
BalasHapus