Candi Borobudur dalam perawatan. |
Di artikel ini saya
menceritakan pengalaman melihat langsung candi Borobudur. Kenapa melihat
langsung? Karena sejak jaman pandemi ini, pengunjung sudah tidak bisa lagi naik
ke atas candinya. Infonya, karena sedang dilakukan perawatan total terhadap
candi. Kecuali mungkin untuk orang-orang yang berdoa di kegiatan upacara khusus
ya, mereka harusnya tetap bisa naik ke atas. Jadinya kita yang bukan umat Budha
di kegiatan khusus, cuma bisa melihat saja, tanpa bisa menaikinya.
Saya sudah beberapa
kali ke candi Borobudur sejak tahun 80-an ya. Jadi saya sudah beberapa kali
naik ke atas candi, bahkan sampai berhasil memegang arca Budha yang ada di
dalam stupa di tingkatan paling atas. Saya ingat dulu banget, mungkin saya baru
TK ya, keluarga saya datang ke Candi Borobudur dan ayah saya parkir mobil di
antara rumah penduduk. Dari rumah penduduk terdekat ke candinya cuma jalan
sebentar banget. Di kemudian hari, jarak antara candi dengan rumah penduduk
semakin jauh, dan areal candi mulai dipagari lebih tinggi. Tapi arealnya tidak
seluas sekarang, dan belum ada tambahan museum-museum seperti sekarang.
Sekarang areal
Taman Wisaya Candi Borobudur sangat luas. Di dalam areal candi ini, tidak hanya
ada candinya saja, tapi juga ada museum-museum, sebuah toko kelontong dan
pernak-pernik, serta taman dengan beberapa penanda peringatan. Ada juga wisata
keliling kompleks dengan kereta mini, naik andong, atau bahkan pengunjung juga
bisa naik gajah. Tapi saya tidak naik ketiga-tiganya karena saya memilih jalan
kaki di sekitaran Borobudur ini.
Datang ke Candi
Borobudur, mobil akan parkir di areal parkir. Nah, dari areal parkir, kita
harus jalan ke loket penjual tiket. Penjual tiket untuk turis asing terpisah
dari turis domestik. Untuk turis domestik, kita cukup datang ke loket turis
domestik. Harga tiket Rp 50.000,-. Loket juga menjual tiket terusan Borobudur –
Prambanan dan tiket terusan Borobudur – Ratu Boko.
Loket tiket wisatawan domestik. |
Waktu saya datang,
sedang ada promosi penggunaan pembayaran berbasis QR. Jadi kalau beli tiketnya
pakai QR, dapat gratis satu botol Aqua. Lumayan, kan ... Oh ya, untuk yang beli
tiket di aplikasi (misalnya tiket.com), ada mesin khusus untuk cetak tiketnya.
Pas udah beli tiket, barulah saya melihat informasi bahwa sebetulnya bisa masuk
dengan langsung tap in kartu Mandiri e-Money, BNI TapCash, atau BRIzzi. Tahu
gitu, nyoba pakai e-Money untuk masuk ke Taman Wisata Candi Borobudur ya. Jadi
serasa masuk ke halte busway Transjakarta atau stasiun Commuter Line Jakarta.
Tepat di sebelah
toko kelontong (tempat saya ambil Aqua gratisan), ada pendopo yang memamerkan
foto-foto Candi Borobudur jaman dahulu. Ada juga foto-foto arca yang ada di Candi
Borobudur. Dari sini, saya jalan kaki ke candinya. Jalannya lumayan ya. Untung
datangnya masih pagi hari. Kalau sudah siang, pasti panas sekali. Untuk ke area
Borobudur, kita harus naik tangga. Di lokasi Borobudurnya, walau masih pagi
pengunjung sudah banyak. Berkali-kali terdengar peringatan dari petugas yang
meminta pengunjung untuk tidak menginjak rumput, apalagi mencoba naik ke candi
walaupun hanya di tangga bawah.
Jalan ke candinya jauh juga. |
Di candi
Borobudurnya, pengunjung hanya dapat melihat candi. Satu-satunya bagian dimana
kita bisa melihat ukirannya dari dekat adalah di bagian terbuka dari
Karmawibhangga, yaitu relief paling bawah yang dulunya tertutup pondasi penguat
luar dan sekarang dibuka sedikit agar dapat dilihat pengunjung. Ukiran di
lapisan Karmawibhangga ini mengisahkan hukum sebab akibat bagi manusia yang
terikat oleh nafsu duniawi. Bagian ini memang sudah ditutup pondasi dari masih
jaman candi Borobudur baru selesai dibangun, karena tujuannya adalah untuk
mencegah candi runtuh.
Walau hanya melihat
dari bawah, namun keindahan Candi Borobudur tetap dapat memukau para
pengunjung. Sayang sekali, perusakan yang sudah dilakukan selama berabad-abad
tetap meninggalkan jejaknya. Bahkan dari jauh pun, jumlah patung sang Budha
yang sudah tidak bertangan atau tidak berkepala terlihat cukup banyak juga.
Di dekat candi
Borobudur, ada sepasang pohon kenari. Buahnya berserakan di halaman candi, dan
pengunjung bisa mencoba memecah kulitnya dan melihat secara langsung buah
kenari serta biji kenari yang belum diproses. Melewati sepasang pohon kenari
ini, kami berjalan keluar sesuai petunjuk arah. Keluar menuju ke area parkir,
kami melewati Museum Samudra Raksa dan Museum Borobudur. Museum Samudra Raksa
menyimpan kapal yang dipakai di dalam ekspedisi kapal Borobudur. Museum Borobudur
memamerkan foto-foto relief di tingkatan Karmawibhangga dan juga berbagai artefak
arkeologi yang ditemukan di sekitar Candi Borobudur.
Salah satu relief di tingkatan Karmawibhangga yang bisa dilihat pengunjung dari dekat. |
Melewati kedua
museum ini, pengunjung akan masuk ke area komersial tempat pedagang menjual
pernak-pernik dan oleh-oleh khas Borobudur. Dari pertama kali masuk ke area
komersial, sampai tiba di area parkir, jalan kakinya menghabiskan waktu sekitar
20 menit. Ini nggak pakai berhenti untuk lihat-lihat dagangan ataupun beli ya.
Jadi kalau jatah waktu kunjungnya pendek, ingat baik-baik untuk atur waktu
supaya tidak malah kelamaan jalan di area komesial ini.
Sebelum tahun 2022
ini, terakhir saya ke Candi Borobudur adalah tahun 2014. Waktu itu, saya masih bisa
naik ke atas candi, dan saya ingat di perjalanan turun candi saya menemukan
beberapa relawan yang sedang mencabuti tanaman yang tumbuh di sela-sela batu.
Ada juga yang mengambili sampah-sampah yang ditinggalkan wisatawan bandel.
Memang menjaga
kelestarian candi sebesar Candi Borobudur bukan hal yang sepele. Seorang teman
saya dulu pernah bercerita bahwa batu-batu tersebut harus rutin dirawat untuk
mencegah tumbuhnya lumut dan jamur. Belum lagi, untuk menjamin masyarakat
sekitar turut menjaga kelestariannya, maka Pemerintah perlu mengembangkan
program pemberdayaan masyarakat termasuk dari sisi perekonomiannya. (Ini juga
sepertinya salah satu prasyarat untuk memasukkan Candi Borobudur ke dalam
daftar warisan UNESCO). Jadi, saya sih tidak heran kalau Candi Borobudur ditutup
untuk beberapa lama dalam rangka perawatan.
Toh, datang ke
Candi Borobudur, kita tidak hanya melihat candi semata, namun juga menumbuhkan
kebanggaan terhadap warisan sejarah kita. Lagi pula, Candi Borobudur bukan
hanya kekayaan budaya Indonesia saja, namun juga telah menjadi kekayaan budaya
dunia.
Semoga masih bertahan sampai ke generasi mendatang. |
0 Komentar:
Posting Komentar