Sudah berbulan-bulan
saya tidak menyentuh blog ini sama sekali dan tiba-tiba saja sudah tanggal 31
Desember 2020. Jam 11 malam pula! Sebentar lagi sudah pergantian tahun. Berhubung
ini akhir tahun, sudah menjadi kebiasaan banyak orang untuk membicarakan
tentang perjalanan di tahun tersebut. Perjalanan yang dimaksud bukan
jalan-jalan ke suatu tempat ya, melainkan perjalanan hidup – yaitu apa-apa yang
dialami selama setahun itu.
Tahun 2020 adalah
tahun yang penuh kejutan dan membawa banyak perubahan. Bukan hanya perubahan
rencana kegiatan, namun juga perubahan kebiasaan hidup. Penyebab utamanya
memang penyebaran penyakit Covid-19 yang ternyata dengan cepat mencapai hampir
semua negara di dunia. Situasi yang sebelumnya hanya dianggap sebagai skenario
film Hollywood atau alur cerita game online, ternyata tiba-tiba menjadi nyata.
Dan pengaruhnya luar biasa terhadap banyak orang, termasuk saya.
Tren baru tahun 2020: Masker |
Di awal tahun, saya
masih mengharapkan dapat pergi ke luar negeri di sekitar bulan Maret untuk
menonton suatu drama musikal. Itulah sebabnya saya masih pergi memperbaharui
paspor saya dan mengambilnya persis seminggu sebelum kantor imigrasi ditutup di
awal masa pandemi. Tentunya setelah paspor di tangan, ya saya nggak bisa beli
tiket pesawat karena negara tujuannya menutup diri dari turis. Terus selanjutnya
negara Indonesia yang menutup diri dari turis. Sampai sekarang, buka tutup
perbatasan dilakukan secara berselang-seling di banyak negara, sama seperti
buka tutup jalan di Puncak.
Di bulan Januari,
saya masih sempat pergi ke kota Solo, tepat saat tahun baru China. Di bulan
Februari, saya dan keluarga dari luar kota masih sempat jalan-jalan ke Bogor. Bahkan,
di akhir bulan Februari kantor saya masih sempat mengadakan meeting nasional
yang mengundang perwakilan cabang dari seluruh Indonesia. Waktu itu, sudah ada
kabar tentang penyakit baru akibat varian virus corona, tapi belum ada kasus
penyakitnya di Indonesia. Orang-orang masih menganggap bahwa penyakit itu belum
masuk Indonesia. Tiga hari setelah meeting nasional selesai dilaksanakan,
pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia.
Setelah kasus
pertama diumumkan, mulailah perubahan besar terjadi. Perubahan paling besar
yang saya alami di tahun ini adalah kerja di rumah. Karena kantor saya termasuk
perusahaan yang menjalankan layanan penting bagi publik, maka kantor tetap buka
meskipun di tengah PSBB. Tapi karena protokol kesehatan yang dijalankan cukup
ketat, maka diatur supaya masing-masing pegawai secara bergantian kerja di
rumah dan di kantor. Jadinya, saya, yang biasanya paling malas bawa-bawa
kerjaan ke rumah, harus membiasakan diri bekerja di rumah dan ditelepon bos
waktu sedang mencuci piring. Dalam seminggu, saya bisa dua kali masuk kantor
dan tiga hari kerja di rumah.
Bekerja di rumah
ada suka-dukanya. Sukanya, nggak perlu buang-buang waktu di perjalanan. Bangun jam
7 lebih, terus mandi dan kemudian makan bubur instan sambil menyalakan komputer,
masih tetap bisa mulai kerja jam 8 pagi. Nggak enaknya, nggak jawab telepon
karena sedang di WC aja langsung ditanya, “Kamu tidur ya, kok nggak angkat
telepon?” Padahal kalau di kantor, kalau seseorang nggak ada di meja, orang
langsung berasumsi positif dia sedang ke WC atau meeting di tempat lain. Nggak
mungkin dikira tidur (padahal ya bisa saja sih).
Perubahan lain yang
terjadi adalah: mendadak semua orang mengunakan teknologi. Di tahun 2019, masih
banyak orang kantor yang males pakai sistem baru atau mencoba aplikasi baru. Beberapa
kali saya dengar generasi muda membicarakan generasi tua yang dianggap gaptek.
Di tahun 2020 ini, ketika diumumkan bahwa meeting nasional suatu divisi dilakukan
secara online, semua pegawai yang terkait, dari yang hampir pensiun sampai yang
baru kerja setahun, bisa menggunakan aplikasi zoom.
Karena saya
orangnya parnoan, maka saya memilih untuk membatasi aktivitas di luar rumah. Selain
ke kantor, belanja, dan makan di luar waktu masuk kantor, praktis saya tidak pergi
kemana-mana. Akibatnya, kalau saya kerja di rumah, ya harus menyiapkan makanan
sendiri. Sebelumnya, saya tidak suka memasak. Di tahun 2020 ini, saya tidak cuma
belajar masak sayur asem dari paket sayur asem boks di supermarket, saya mendadak
bisa memasak sayur labu, oseng-oseng pare, sayur bunga pepaya, bahkan pancake
dan roti sobek.
Sebagai pengguna
kendaraan umum, saya termasuk orang yang sangat terdampak setiap kali ada kebijakan
terkait dengan protokol kesehatan. Di bulan Maret, saya sempat antre hampir
satu jam untuk masuk MRT – dan akibatnya terlambat masuk kantor. Di bulan Juni,
ketika PSBB Transisi, saya berangkat ke kantor naik bus Transjakarta yang
isinya cukup banyak. Padahal sebelumnya selalu sepi. Untuk selanjutnya, jumlah
penumpang bus Transjakarta masih cukup banyak walau tidak berdesak-desakan. Namun
paling tidak, saya sudah menemukan cara untuk tidak banyak bersentuhan dengan
orang lain: berdiri di depan sendiri (kalau bisa) atau menempel ke pintu tengah
di sebelah kiri. (Tentunya kalau cukup sepi, saya bisa dapat tempat duduk.)
Oh ya, tentunya
nggak afdol kalau membicarakan tahun 2020 kalau tidak membahas satu perubahan
kebutuhan sandang masyarakat dunia: pakai masker. Tiba-tiba masker menjadi kebutuhan
dalam berpakaian, sama seperti celana dalam. Sementara negara-negara Eropa dan
Amerika dibanjiri demo di pertengahan tahun ketika warganya menolak menggunakan
masker, orang Asia – termasuk Indonesia – sudah terbiasa menggunakan masker
untuk melawan polusi udara. Orang Indonesia malahan menjadikan masker sebagai statement of fashion. Nggak pernah ada
demo anti masker di Indonesia. Alih-alih demo, orang-orang malah ikut-ikutan bikin
masker handmade dan jualan masker. Toko
penjual onderdil motor aja bisa ikut-ikutan jualan masker kain.
Perubahan lain yang
saya alami di tahun 2020 ini adalah, saya jadi lebih sering belanja online. Sebelumnya
kan, kalau mau beli barang, ya ke supermarket atau mall. Karena di awal hingga
pertengahan tahun dulu mall sempat tutup, saya harus berpindah haluan untuk
bisa membeli beberapa kebutuhan yang tidak banyak dijual di supermarket.
Tiba-tiba saja saya jadi pelanggan online shopping. Walau saya sudah membeli
barang secara online dari bertahun-tahun yang lalu, tapi itu hanya terbatas
untuk barang impor atau barang unik yang memang susah dicari. Sekarang, payung
dan susu UHT belinya juga online.
Perjalanan saya di
tahun 2020 ini, diwarnai dengan banyak kejutan dan pembelajaran, membuat saya
sadar bahwa kesehatan memang nomer satu. Apa boleh buat, ternyata uang memang
bukan segalanya – walaupun segalanya butuh uang. Semoga semua pengalaman saya
di tahun 2020 ini bisa membantu saya untuk menjalani tahun 2021 – apalagi kalau
pandeminya nggak selesai-selesai. Di akhir tahun 2019, saya menuliskan apa-apa
yang ingin dilakukan di tahun 2020. Di akhir tahun 2020 ini, saya hanya
berharap supaya saya bisa menjalani segala kejutan tahun 2021 dengan baik. Siapa tahu ada kejutan baik di tahun depan, kan. Amin!
Alhamdulillah ada artikel baru lagi.
BalasHapusMemang tahun 2020 banyak perubahan yang terjadi akibat virus korona. Yang bekerja ada yang kena PHK, yang tidak kena PHK bekerja dari rumah atau diselingi masuk kantor.
Tapi ada berkahnya juga ya mbak, mendadak bisa memasak sayur labu, oseng-oseng pare, sayur bunga pepaya, bahkan pancake dan roti sobek.😃
Ahaha... terkurung di rumah akibat pandemi membuat diri banyak belajar hal baru. Memang bener ya, orang baru gigih kalau ketemu masalah.
HapusBanyak perubahan yang terjadi di tahun 2020 akibat pandemi covid 19 dan juga banyak yang mendapat hobi baru.
BalasHapusSemoga di tahun 2021 ada perubahan yang lebih baik.
Hapussemoga di lain waktu, niat dan keinginannya bisa tercapai, tentu saja dengan berakhirnya pandemi corona ini.
BalasHapusAmin ...
Hapussempat juga menulis panjang -panjang begini
BalasHapusAji mumpung kepepet.
HapusAaamiiin mba Dyah. Itu juga yg aku harapkan utk 2021.
BalasHapusDan samaaa sih, skr aku ga prnh lagi belanja bulanan dengan DTG ke tiptop atopun swalayan lain. Semua online hahahaha. Eh tapj aku ngerasa malah hemat loooh. Krn kalo belanja bulanan online, aku jd stick Ama list yg udh dibikin. Kalo DTG lgs, biasanya walo List belanja udh ,tp tetep aja suka beli BRG yg diluar list. Jd bengkak budget. So, sepertinya walo pandemi nanti berakhir, aku bakal ttp belanja bulanan online aja :D
Setuju! Ntar kalau pandemi berakhir, saya juga bakalan milih belanja online. Catatan tentang apa saja yang sudah dibeli lengkap (kan ada di history), dan bisa milih-milih barang yang lebih murah.
Hapus