Ada empat stasiun kereta api di kota Surakarta, dan ternyata tiga di antaranya sudah pernah saya bahas di blog ini. Stasiun Solo Balapan, Stasiun Jebres, dan Stasiun Kota sudah pernah saya tuliskan sebelumnya. Yang tersisa adalah Stasiun Purwosari. Padahal Stasiun Purwosari adalah stasiun dengan kenangan paling banyak untuk saya. Saya menghabiskan masa kecil saya di dekat stasiun ini. Waktu sebelum usia sekolah, hampir setiap sore saya diajak orang tua saya kesini untuk melihat kereta. Namanya anak bayi, ya, yang namanya melihat kereta bergerak tentunya senang sekali. Sampai sekarang pun saya masih senang melihat kereta lewat, apalagi kalau kereta yang belum pernah saya naiki.
Stasiun Purwosari di pagi hari. |
Stasiun Purwosari adalah stasiun kedua tertua di kota Surakarta. Stasiun ini dibangun di tahun 1875 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Stasiun ini berada pada jalur utama yang menghubungkan jalur selatan Jakarta – Surabaya, dengan percabangan ke arah Wonogiri. Pada tahun 1907, stasiun ini dibentuk menjadi stasiun pulau, sama seperti stasiun Ambarawa dan stasiun Kedungjati. Tentunya sekarang bentuknya sudah menjadi stasiun biasa, dengan beberapa jalur dan di antara masing-masing jalur terdapat peron.
Buat yang belum
tahu, stasiun pulau adalah stasiun yang berada di tengah jalur-jalur kereta. Kalau
penumpang mau naik kereta, mereka harus menyeberang rel dulu. (Jangan
dibandingkan dengan sekarang, ya, di awal abad ke-20 jumlah kereta yang
beroperasi kan tidak banyak.) Lawannya stasiun pulau adalah stasiun sisi. Stasiun
sisi adalah stasiun yang berada di sisi suatu jalur kereta, seperti stasiun
yang ada di film-film koboi jaman dulu.
Stasiun ini saat
ini berada di tepi Jl. Slamet Riyadi no. 502, Purwosari, Laweyan, Surakarta.
Stasiun ini menarik karena memiliki jalur kereta yang kemudian sejajar dengan
jalan raya dan masih aktif dipakai. Jalur ke arah Wonogiri, saat keluar dari
stasiun ini, memang terletak sejajar dengan Jl. Slamet Riyadi hingga nantinya
akan meninggalkan jalan raya setelah melewati Beteng Trade Center.
Peron stasiun Purwosari. Di kejauhan terlihat menara air yang sudah ada dari jaman Belanda. |
Dari pertama kali stasiun ini dibangun, fungsinya memang dimaksudkan untuk melayani kereta barang, meskipun juga melayani kereta penumpang. Sampai sedang, stasiun ini juga masih melayani kereta barang.
Waktu saya masih
kecil di tahun 1980-an, belum ada tembok pembatas antara areal stasiun dan
perumahan penduduk. Kita masih bisa masuk ke areal stasiun di dekat depo melalui
jalan belakang. Di stasiun terdapat taman kecil dan kolam ikan, dimana saya dan
adik saya suka bermain di situ. Sekarang sih, sudah ada tembok pembatasnya. Tamannya
tidak tahu masih ada atau tidak.
Oh ya, dulunya,
tegel stasiun Purwosari adalah tegel yang polanya kotak-kotak seperti cetakan waffle berwarna oranye. Kalau di
Wikipedia, bentuk ini disebut sebagai tegel tahu. Tegel tahu ini adalah asli
peninggalan NIS, dibuat oleh Alfred Regout & Co, di Maastricht, Belanda.
Tegel ini dulu dipilih karena kuat mengingat yang lewat adalah orang dan
gerobak barang. Di tahun 2017, stasiun ini direnovasi dan tegelnya diganti
menjadi marmer.
Sepetak tegel asli stasiun Purwosari. |
Sebelum masa pandemi covid-19, stasiun ini melayani kereta komuter ekonomi dan kereta ekonomi keluar kota, termasuk ke Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Selama pandemi ini, memang banyak perjalanan kereta api yang dihentikan. Padahal, terakhir kali saya berkunjung kemari, stasiun ini cukup ramai bahkan dari pagi.
Saya sendiri
terakhir datang ke stasiun ini adalah untuk menaiki kereta Batara Kresna ke
Wonogiri di tahun 2018. Kereta wisata dua gerbong ini memang jalur yang
menghubungkan antara Kota Solo dan Kota Wonogiri lewat rel kereta api. Saya
sendiri, sebelum tahun 2018, pernah beberapa kali turun dari kereta di stasiun
ini. Tapi sayangnya, foto-foto yang saya punya semuanya dari tahun 2018 saja.
Waktu saya
berkunjung di tahun 2018, memang saya sempat kaget karena sebelumnya saya sudah
sangat lama tidak datang kemari. Renovasi di tahun 2017 memang merubah cukup
banyak tampilan stasiun. Ada beberapa bagian yang tadinya terbuka kini menjadi
beratap. Ada juga bangunan tambahan yang berfungsi sebagai tempat loket, tempat
penjemput/penantar penumpang, dan pemeriksaan tiket. Rasanya bangunan
stasiunnya secara keseluruhan menjadi lebih tertutup.
Salah satu bagian cagar budaya di stasiun. |
Salah satu bagian cagar budaya di stasiun. |
Untungnya, mesipun renovasinya cukup menyeluruh, namun untungnya beberapa bagian yang dirasa bersejarah masih dipertahankan. Tentu saja, itu karena bangunan stasiun Purwosari sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan SK Walikota Solo No. 646/1-2/1/2013. Kalau ada yang berminat berkunjung kemari, akan terlihat beberapa bentuk bangunan yang terlihat kolonial dan “nggak nyambung” dengan bangunan lainnya. Tentunya itu karena bangunan-bangunan yang bersejarah tidak boleh dihancurkan.
Oh ya, kalau suatu
saat berkunjung kemari, jangan lupa melihat ke menara airnya. Menara air ini
sudah ada dari jaman Belanda juga. Kayaknya sih menara air ini sudah tidak
dipakai lagi. Menara air ini letaknya di sisi utara stasiun, di seberang rel
kalau dilihat dari peron penumpang. Menara air ini adalah sisa-sisa depo
lokomotif yang dulu ada di stasiun ini. Sekarang deponya masih ada, tapi
menjadi depo mesin saja.
Kalau kondisi sudah
memungkinkan, saya ingin mencoba jalan-jalan ke stasiun Purwosari lagi.
Apalagi, saat ini sedang dibangun flyover di dekat stasiun ini untuk mencegah
kemacetan saat kereta lewat. Siapa tahu saya bisa melihat hasil pembangunannya
tahun depan. Ada yang berencana naik kereta ke kota Solo? Siapa tahu keretanya
berhenti di stasiun Purwosari. Bisa mampir sebentar melihat cagar budaya yang
satu ini.
saya sering lewat tetapi belum pernah berkunjung ke solo naik kereta, apalagi kemarin ke solo muter2 yang ke arah stasiun di tututup ada pekerjaan apa kurang paham saya, 2 kali muter lewat manahan
BalasHapusMemang sedang ada pembangunan jalan layang, Kak. Kayaknya tahun depan baru selesai.
HapusWah banyak juga ya stasiun kereta api di Surakarta, ada empat stasiun, kalo di kota Tegal cuma ada dua mbak.
BalasHapusStasiun Purwosari dibangun tahun 1875, berarti sudah seabad lebih, pantesan ada cagar budaya dalam stasiun nya.
Dulu di stasiun Tegal juga ada tegel seperti itu mbak, tapi sekarang sudah jadi keramik. Eh tapi aku ngga lihat secara keseluruhan stasiun Tegal sih, soalnya jarang naik kereta, seringnya naik bus kalo ke Jakarta.
Wah menarik juga, stasiun di Tegal dulunya tegelnya tegel tahu. Kayaknya itu standar stasiun jaman Belanda ya. Tapi meskipun bentuknya tidak menarik, kuat dan nggak licin waktu hujan.
HapusStasiun Balapan yang paling terkenal, krn ada di dalam lagu dan sering dinyanyikan heheheh
BalasHapusHahaha ... iya. Stasiun Balapan memang stasiun utama kota Solo.
Hapusbelum pernah menginjakkan kaki di stasiun ini
BalasHapuswaktu ke solo, turunnya yang di stasiun balapan.
jadi kangen solo deh, planning ke solo sering batal mulu