Suatu hari nanti, mungkin generasi
berikutnya akan mempelajari tentang bagaimana Indonesia berusaha menangani
pandemi dengan menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tahun
2020. Sama seperti kita sekarang membaca potongan-potongan koran tahun 1918
-1920 untuk mengetahui tentang pandemi Flu Spanyol yang konon menyebabkan
kematian lebih dari empat juta di Indonesia pada masa itu. Tapi untuk kita yang
sekarang sedang mengalaminya, semuanya serba mendadak dan baru. Dan di tengah
berbagai kebutuhan, kita harus beradaptasi dengan cepat.
Sebagai pengguna kendaraan umum, saya
juga harus cemat mengamati perubahan ketentuan dan kebijakan yang terkait
dengan operasi kendaraan umum. Kebetulan, karena saya tinggal di tengah kota Jakarta,
saya menggunakan bus Transjakarta sebagai moda transportasi utama. Rumah saya
tidak terlalu dekat dengan stasiun kereta api, jadi dalam masa pembatasan
sosial seperti sekarang, saya memilih untuk tidak menggunakan kereta atau commuter
line.
Duduk selang-seling di bus Transjakarta. |
Tidak dapat dipungkiri, pengakit
pernafasan, dimana penyebarannya melalui udara, memang lebih mudah menular di
tempat tertutup dan padat orang. Kendaraan umum, yang memang didesain untuk
mengangkut banyak orang dalam waktu yang lebih singkat, menjadi salah satu
tempat dimana penularan pengakit mudah terjadi. Jadi, jangan heran kalau pihak
manajemen bus Transjakarta putar otak untuk mengatur strategi mengurangi
penyebaran penyakit di dalam kendaraan umum. Ingat ya, yang jadi korban tidak
hanya sesama penumpang. Sopir, petugas di halte, dan juga keluarga mereka juga
bisa tertular.
Karena tren penyakit berubah-ubah,
kebijakan pemerintah berubah-ubah terus, keputusan pihak manajemen juga berubah-ubah
juga. Maaf ya, petugas-petugas di lapangan kalau Anda sekalian harus menghadapi
ribuan pertanyaan dan komplain mengenai perubahan jalur bus Transjakarta yang
bertubi-tubi. Tapi penumpang juga bingung mencari cara untuk mencapai tujuan
sementara jalur yang biasa mereka pakai tiba-tiba tidak beroperasi.
Jujur saja, perubahan jalur
operasional bus Transjakarta sifatnya bisa harian, per periode, atau bahkan
dalam hitungan jam. Hal ini bisa membuat bingung para pengguna kendaraan. Saya
sendiri pernah mengalami dimana di suatu pagi ketika saya harus ke kantor, bus
yang biasa saya pakai tidak ada. Satu-satunya jalur yang bisa saya pakai adalah
turun di suatu halte, jalan kaki 10 menit ke halte lain, terus ambil koridor
yang menuju ke kantor. Sampai kantor baju saya basah karena keringat. Eh ...
menurut Twitter, tiga jam kemudian koridor yang bisa saya naiki ke kantor
beroperasi lagi. Lha?
Kursi diberi tanda bahwa tidak boleh diduduki. Jangan bandel, ya! |
Apa saja sih, kebijakan manajemen
bus Transjakarta yang selama ini sudah ada (dan saya alami)?
1. Penutupan koridor
Yak, ada banyak koridor busway yang
tidak beroperasi. Kebanyakan yang tidak beroperasi adalah koridor yang tidak
berhenti di halte BRT (halte busway yang berada di jalur khusus bus Transjakarta).
Saya sendiri termasuk orang yang terdampak perubahan tersebut. Selama ini, bus
yang lewat di depan rumah juga lewat di depan kantor. Sejak PSBB belaku, saya
harus transit sekali dan ganti jalur.
2. Perubahan jam operasional
Untuk menjaga kesehatan pegawai, dan
tentu saja untuk mengurangi penyebaran virus corona, jam operasional bus Transjakarta
dibatasi. Sebagai orang yang naik bus Transjakarta untuk masuk/pulang kantor,
maka setiap jam 5 sore saya pasti lari-lari menuju halte busway supaya tidak
ditinggal bus terakhir. Kalau si bos punya tugas tambahan dan terpaksa pulang
lebih malam? Alternatif saya hanya tinggal taksi. (Makanya sekarang pulang
teng-go. Padahal dulu pulang jam 8 malam juga biasa.)
3. Tidak beroperasinya angkot JakLingko
Buat yang biasa pakai angkot
JakLingko, ini cukup merepotkan. Untungnya rumah saya memang tidak dilewati
angkot JakLingko, jadi saya tidak terlalu terdampak. Sekarang pelanggan angkot
JakLingko terpaksa mencari alternatif angkot biasa yang cukup mahal dan jarang
itu.
4. Penyediaan fasilitas tambahan di
halte busway
Di semua halte BRT, sekarang selalu
disediakan hand sanitizer di gate. Di
dalam bus juga ada, tapi letaknya di dekat pintu ke arah ruang sopir, dan
terikat erat di tempatnya, jadi susah diambil. Di beberapa halte busway, ada
juga tempat cuci tangan dengan sabun dan air. Di luar itu semua, seluruh
petugas menggunakan masker.
5. Pengguna bus wajib jaga jarak dan menggunakan
masker
Mengingat bus itu tempat yang kecil
dan udaranya hanya berputar di situ-situ juga, memang wajar kalau penumpang
harus pakai masker. Bahkan, sekarang kalau ada yang tidak pakai masker, akan
disuruh keluar halte. (Ini bener banget! Bravo!) Pengumpang juga harus jaga
jarak. Kursi ditandai selang-seling sehingga orang tidak duduk bersebalahan. Tapi
sayangnya orang masih bergerombol di tengah bus dekat pintu. Agak susah juga
karena bus terbatas namun ada kantor yang beroperasi di tengah PSBB. (Ini
karena termasuk dalam 11 kategori pengecualian, ya. Kantor saya juga masuk ke
dalam kategori 11 sektor esensial yang tetap beroperasi di masa PSBB, makanya
saya juga kadang masih masuk kantor.)
Pakai masker. |
Nah, untuk yang kadang-kadang perlu
naik bus Transjakarta, bagaimana caranya untuk bisa beradaptasi dengan
perubahan pengaturan bus Transjakarta ini? Berikut beberapa tips untuk tahu
jalur bus Transjakarta yang beroperasi:
1. Cek akun Twitter Transportasi
Jakarta @PT_Transjakarta.
Ini adalah akun twitter resmi
pengelola bus Transjakarta. Semua pengumuman mengenai perubahan jalur,
pembukaan dan penutupan koridor, dan perubahan jam operasional paling cepat
muncul di sini. Adminnya juga aktif, cukup cepat menjawab pertanyaan. Akun
twitter adalah sumber informasi utama saya kalau mau tahu segala perubahan yang
terkait dengan bus Transjakarta.
2. Buka aplikasi Trafi
Di masa PSBB ini, kadang-kadang
bus-bus yang beroperasi tidak menyalakan GPS sehingga tidak terbaca di Trafi.
Akan tetapi, daftar koridor yang beroperasi di sini update, lho. Walaupun
posisi bus tak terbaca, kita tetap bisa tahu koridor mana yang beroperasi dan
apakah ada perubahan titik akhir/awal/trayek. Paling tidak kita bisa
mengira-ngira harus transit di mana kalau koridor yang biasa kita gunakan tidak
beroperasi.
3. Tanya ke Petugas
Banyak penumpang yang memilih untuk
bertanya ke petugas jika hendak mencari tahu apakah koridor busway yang
beroperasi bisa mengantar mereka ke tempat tujuan. Tapi karena wabah Covid-19
ini, tidak ada petugas yang menjaga loket di depan halte. Salah satu pencegahan
penularan adalah menghilangkan fungsi pembayaran di loket halte Transjakarta. Semua
petugas dikerahkan untuk mengelola penumpang di dalam halte dan memastikan
bahwa bus tidak terlalu penuh. Jadi, Anda harus masuk ke dalam halte untuk bisa
menemui petugas. Supaya tidak kecewa ketika koridor yang dimaui tidak
beroperasi, lebih baik cek twitter dulu sebelum masuk halte.
Memang agak repot ya, untuk naik bus
Transjakarta saat ini. Tapi itu semua memang untuk kepentingan nasional, yaitu
menurunkan jumlah pasien Covid-19 sekaligus mengurangi pandemi yang sedang
berlangsung ini. Apa boleh buat, kita semua juga harus turut membantu menekan
wabah ini. Kalau nggak perlu-perlu amat, tidak perlu keluar rumah, apalagi
pergi jauh pakai kendaraan umum segala. Di rumah saja dan jaga kesehatan. Nggak
susah, kan?
Gegara kororo orang yang sebelumnya gaptek gadget mau ngga mau sekarang kudu melek gadget .., naik transjakarta kudu pakai twitter biar jelas infonya.
BalasHapusSoalnya kebijakannya berubah dalam hitungan hari, bahkan kadang dalam hitungan jam. Memang mau tidak mau, harus menggunakan medsos supaya informasi tersebar dengan cepat.
HapusKudu harus update info yah mba biar tau perubahan jalur bus dan transportasi lainnya.
BalasHapusNah skrg dgn new normal pasti akan ada perubahan2 lagi, harus cari info lagi
Iya, nih. Nasib pengguna transportasi umum.
HapusDalam kondisi begini, peran medsos dangat penting ya, mbak, biar tau info terkini.
BalasHapusIya. Ini kegunaan medsos yang paling utama untuk saya.
Hapusaku termasuk yg penggunak JakLingko dan lumayan jengkel krn smp skrg gak ada tanda2 bakal beroperasi lagi :( - btw maskernya keren... ^_^
BalasHapusMakasih pujiannya, Kakak ...
HapusMungkin pemerintah juga bingung gimana ngatur jaga jarak di dalam angkot, ya. Kendaraan kecil, soalnya.
Waaah sejak awal Maret aku udh ga pake trans j LG Krn di larang suami mba. Jd dia LBH rela nganterin aku pulang pergi kantor drpd aku naik transj.jadi penasaran sih sbnrnya jalur yg aku naikin dari kayu putih Rawasari ke manggadua berubah ato ga yaa :D. Ntr aku cek ah.
BalasHapusTp kalo memang aturannya udh ketat begitu, aku setuju jugaa. Yg namanya kendaraan umum paling riskan memang terjadi penyebaran penyakitnya :(
Iya, lah. Pertamanya banyak yang protes. Lama-kelamaan kebanyakan penumpang ya nurut aja ama anjuran jaga jarak dan waspada covid ini. Sama seperti belasan tahun yang lalu semua orang mengomel soal keberadaan busway, sekarang yang pakai juga banyak setelah tahu manfaatnya.
Hapusbagaimana kondisi trans jakarta sekarang ... sudah new normal
BalasHapusSudah new normal, Kak. Jalanan sudah padat dan penumpang kereta serta bus sudah banyak lagi. Sekarang semakin susah jaga jarak, jadi harus jaga kesehatan dengan makan sehat dan teratur.
Hapus