Tanggal 6 Januari 2019 yang lalu,
saya ikut tour yang dilaksanakan oleh Wisata Kreatif Jakarta, yaitu keliling Kampung
Tugu di daerah Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Kampung Tugu: nama yang
beberapa kali saya dengar namun sebelumnya belum pernah saya datangi. Kampung
Tugu adalah salah satu pemukiman penduduk tertua di bilangan Jakarta. Membaca
sejarah Kampung Tugu berarti mengingat kembali sejarah Jakarta, dan sejarah
Asia Tenggara.
Gereja Tugu, salah satu gereja tertua di Jakarta, yang terletak di Kampung Tugu. |
Asal-usul nama “Kampung Tugu”
sendiri sebetulnya kurang jelas. Namun bisa saja berasal dari Prasasti Tugu
yang ditemukan di situ. Prasasti Tugu adalah prasasti Kerajaan Tarumanegara
yang menjelaskan penggalian sungai untuk mencegah banjir. Prasasti ini
diperkirakan dibuat di abad ke-5. Namun penduduk asli Kampung Tugu bukanlah
keturunan Kerajaan Tarumanegara. Sejarah mereka justru lebih dekat dengan
Portugis dan Belanda dibandingkan dengan salah satu kerajaan besar Nusantara
ini.
Di tahun 1641 tentara Belanda berhasil
mengalahkan tentara Portugis. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Portugis
di semenanjung Melaka. Budak dan pekerja dari tentara Portugis, yang terdiri
dari keturunan Portugis dan keturunan negara-negara Afrika serta Asia, diambil
oleh Belanda sebagai bukti kemenangan dan dibawa ke Batavia sebagai tawanan
perang. Oleh Belanda, para tawanan ini ditawari kebebasan dengan syarat:
berpindah agama, dari Katholik menjadi Kristen. Dan mereka kemudian disebut
sebagai kaum Mardjikers, yaitu yang dimerdekakan. Mereka inilah nenek moyang
warga Kampung Tugu.
Rumah tertua di Kampung Tugu, umurnya sudah 250 tahun. |
Kaum Mardjikers kemudian menempati
daerah yang sekarang disebut Cilincing, Jakarta Utara. Pada saat mereka pertama
kali tiba, daerah sekitaran Cilincing adalah hutan. Mereka kemudian membuka
lahan untuk tempat tinggal dan sawah. Untuk makan sehari-hari mereka juga
menangkap ikan dan berburu celeng (babi hutan). Itulah sebabnya, sebenarnya
makanan tradisional Kampung Tugu ada juga yang menggunakan olahan bagian-bagian
kepala celeng. Sayangnya sekarang makanan itu sudah sangat jarang dibuat,
karena memang sudah tidak mungkin berburu celeng lagi. Pepohonan sudah berganti
menjadi tumpukan container dan
truk-truk pelabuhan. Sedangkan sungai yang dulu merupakan jalur utama
penghubung Kampung Tugu dan daerah pusat kota Batavia (sekarang daerah Kota),
kini tinggal sungai kecil yang bau.
Di jaman pasca perang kemerdekaan, ada
warga kampung Tugu yang masih diakui sebagai keturunan Portugis dan kemudian
turut meninggalkan Indonesia. Warga yang tetap tinggal di Indonesia menyatakan
diri tetap tunduk pada Pemerintahan Indonesia. Saat ini, keturunan kampung Tugu
tersebar di banyak tempat: di sekitaran Cilincing, di area lain di Jakarta dan
luar Jakarta, serta di luar negeri, termasuk di Belanda, Portugis, dan
Suriname. Kampung Tugu sendiri diakui sebagai kantong kebudayaan Portugis oleh
negara Portugis, dan ada beberapa acara penting di Kampung Tugu yang juga
dihadiri oleh Duta Besar Portugis untuk Indonesia.
Kampung Tugu, bersebelahan dengan tempat penyimpanan container pelabuhan. |
Kebudayaan asli Kampung Tugu memang
sangat dekat dengan kebudayaan Portugis. Bahasa asli penduduk kampung Tugu
sebenarnya adalah bahasa creole
Portugis. Akan tetapi di jaman Belanda, penduduk Kampung Tugu yang ketahuan
berbicara dalam bahasa Portugis akan dipenjara. Jadinya, saat ini penduduk
Kampung Tugu hanya dapat mempelajari bahasa nenek moyang mereka dari lagu-lagu tradisional
mereka yang dipelajari turun-temurun.
Musik khas Kampung Tugu adalah musik
keroncong. Keroncong Betawi, begitu sering disebut, sebetulnya merupakan
kelanjutan dari seni musik Fado, yang merupakan budaya Portugis-Arab. Saat
dibawa ke Batavia, gaya musiknya disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Alat
musik khas keroncong adalah gitar kecil yang disebut dengan jitera. Ketika
masih di Melaka, nenek moyang warga Kampung Tugu sudah membuat gitar untuk
bermusik. Namun di Batavia, mereka menggunakan kayu dari pohon waru, dan gaya
pembuatannya juga berubah disesuaikan dengan kondisi alam Pulau Jawa. Musik
keroncong dari Kampung Tugu adalah musik asli Indonesia dan jitera juga tidak
ada duanya di dunia ini.
Pembuatan alat musik keroncong, di markas grup keroncong Cafrinho. |
Salah satu pusat kegiatan Kampung
Tugu adalah Gereja Tugu, yang terletak di Jl. Raya Tugu no. 20, Semper Barat,
Cilincing, Jakarta Utara. Gereja Tugu adalah salah satu gereja tertua di
Jakarta, yang sudah berdiri dari tahun 1748. Di tahun 2018, gereja ini
merayakan ulang tahun yang ke-270. Perayaan ulang tahun ini juga dihadiri oleh
Xanana Gusmao dari Timor Leste.
Gereja Tugu ukurannya kecil jika
dibandingkan dengan gereja-gereja modern. Bentuknya juga sederhana dibandingkan
dengan gereja-gereja kuno lain, misalnya Gereja Immanuel di depan Stasiun Gambir.
Namun gereja ini memiliki tempat di hati warga Kampung Tugu, karena gereja ini
dibangun oleh nenek moyang mereka sendiri ketika pertama kali menempati daerah
ini. Di halaman gereja ini terdapat kuburan warga Kampung Tugu, yang menjadi
saksi bisu sejarah mereka.
Kampung Tugu sendiri sekarang hanya
tinggal beberapa gang saja, karena sudah banyak tanah yang dijual atau
disewakan untuk tempat parkir truk pelabuhan dan container. Rumahnya juga bervariasi, dari yang sudah lama sampai
yang baru saja dibangun. Sebenarnya, daerah ini tidak ada bedanya dengan
kampung lain di Jakarta. Hanya saja, warga Kampung Tugu biasa memasang
tanda-tanda perayaan Kristen di depan rumah, seperti ucapan Selamat Natal
ataupun hiasan lainnya.
Kue apem kinca, makanan khas Kampung Tugu. |
Rumah tertua di Kampung Tugu adalah
rumah yang sekarang didiami oleh keluarga Michels, dan menjadi markas
Kerontjong Toegoe, sebuah kelompok musik keroncong di Kampung Tugu. Rumah yang
sudah berumur 250 tahun ini terbuat dari kayu dan memang terlihat sudah tua.
Pengunjung dapat masuk ke dalamnya dan melihat foto-foto keluarga Michels.
Kalau beruntung, kita juga bisa melihat anak-anak berlatih seni keroncong di
sini. Kelompok keroncong lain di kampung ini adalah Cafrinho yang dimotori oleh
keluarga Quiko.
Kampung Tugu memiliki perayaan khas
dan juga masakan khas, yang tidak dimiliki oleh warga lain di Jakarta. Untuk
merayakan tahun baru, warga Kampung Tugu merayakan rabu-rabu dan juga
mandi-mandi. Rabu-rabu adalah acara bernyanyi keroncong keliling kampung di
tanggal 1 Januari. Sedangkan mandi-mandi adalah ritual saling mengoleskan bedak
di muka sebagai tanda saling memaafkan, seminggu setelah tahun baru. Selain
itu, di perayaan-perayaan besar mereka akan menghidangkan makanan khas Kampung
Tugu seperti gado-gado siram tugu, kue pisang udang, kue apem kinca, dan kue
ketan unti. Makanan khas ini cuma bisa dirasakan kalau kita mengikuti kegiatan
kebudayaan di Kampung Tugu.
Diolesi bedak di acara mandi-mandi. |
Untuk yang penasaran dengan Kampung
Tugu, bisa saja mencoba berkunjung ke Gereja Tugu. Gereja ini dilewati angkot
OK-5 yang melayani jurusan Semper - Rorotan. Dari sini kita bisa jalan-jalan di
sekitar gereja dan melihat kondisi Kampung Tugu saat ini. Atau kalau ingin jalan-jalan sambil makan makanan khas setempat, bisa cek jadwal tour di www.wisatakreatifjakarta.com atau
cek instagramnya @wisatakreatifjakarta .
Dari semua yang diceritakan betapa menariknya kampung tugu ini, sayangnya sungainya yang begitu menyedihkan. Padahal sungai merupakan satu dari sekian bukti peradaban di suatu tempat. Semoga saja sungainya dapat berubah.
BalasHapusWah, kalau bicara soal sungai di Jakarta, panjang ceritanya. Semoga masyarakat dan pemerintah semakin sadar untuk menjaga sungai di Jakarta ini.
Hapusbaru tau saya..ad kampung tugu...mksh info nya..mba
BalasHapusSama-sama, Pak.
Hapusduh mbaaak.. aku jadi salah fokus sama apemnya nih. kayaknya enak deh.
BalasHapusWah, makanan khas kampung tugu ada banyak, Kak. Apemnya itu memang instagrammable banget.
HapusTernyata ada jejak portugis di Jakarta yah.
BalasHapusNice artikel mba
Terima kasih, Pak.
HapusPastinya keturunan kampung di sini pada punya hidung yang mancung yah
HapusAda yang iya, ada yang enggak. Udah campuran banget sih Pak.
Hapusarsitektur rumah tuanya nggak khas Portugis ya, mbak?
BalasHapussemacam rumah tua di kampung gitu
Walau ada darah Portugis, tapi mereka kan bekas tawanan miskin waktu mendirikan kampung Tugu. Nggak ada uang untuk membangun gedung indah. Bisanya ya cuma bikin rumah kayu biasa aja. Rumah kayu berukiran indah juga gak ada, lha jaman itu mereka sendiri juga nggak punya alat-alatnya.
HapusSayang juga ya pada jaman kolonial dulu, penggunaan bahasa Portugis dilarang digunakan.
BalasHapusSeandainya tetap digunakan sejak dari dulu, masyarakat Indonesia sekarang fasih menggunakan beragam bahasa asing.
Kampung Tugu ini belum pernah kudatangi sewaktu dulu kerja di Jakarta.
Cuma sering dengar lokasinya.
Di Indonesia dan banyak negara, melarang satu kelompok minoritas menggunakan bahasanya itu sudah lazim kan. Itu salah satu pemaksaan akulturasi supaya rakyat tidak bisa meminta dukungan negara lain untuk memberontak atau menguasai negara.
HapusPadahal sayang sebenarnya kalau penerapannya seperti itu.
HapusSekarang untuk dapat menguasai dengan baik tulisan dan pengucapan yang baik suatu bahasa asing saja perlu pendidikan khusus, setidaknya melalui lembaga kursus.
Iya... sayang juga ya.
HapusMbayangin kalau daerah Jakarta dulu masih penuh dengan hutan dan banyak hewan liar berkeliaran. Yah, susah sih. Karena Jakarta yang sering saya lihat adalah Jakarta yang sudah berubah jadi kota metropolitan yang penuh dengan gedung - gedung tinggi dan asap kendaraan.
BalasHapusWah, nenek moyang warga Kampung Tugu malah dari luar Indonesia, mbak?
Iya. Nggak ngira kan, ternyata ada kampung Portugis di Jakarta.
HapusWisata-wisata seperti ini yang mungkin tidak diprioritaskan namun menyimpan banyak sejarah ya Mba. Keren keren. Ih saya kira itu tadi bubur sum sum ternyata apem hehehe...
BalasHapusMakanan di sini unik lho. Tapi memang tidak diproduksi masal karena yang bisa masaknya hanya sedikit orang.
HapusSaya jadi penasaran sama kue Apem nya itu lho mba. Jadi pengen coba. Btw, acara mandi-mandi bedaknya boleh juga tuh. Pasti seru banget yah bisa ngelakuin aktivitas menyenangkan kayak gitu. :)
BalasHapusAcara mandi-mandi tuh seru. Habis itu terus mandi ... membersihkan diri dari bedak.
HapusWahhh mending langsunng ikut tour langsung aja deh, soalnya gak tau jalan di jakarta, menarik juga tuh ada tournya wuehgehe
BalasHapusTour ini lumayan seru, programnya biasanya soal area bersejarah di Jakarta plus kulinernya. Recommended.
HapusNahhh gini aja deh lebih seru, daripada nanti nyasar di jakarta kan wueheheh
HapusInfomatif, Kakak. Hehehe. Kue apem kinca-nya itu bikin ngilerrrrr ...
BalasHapusRasanya memang enak, kok.
HapusSeumur umur tinggal di jakarta belum pernah singgah ke kampung tugu,padahal sering bgt mampir ke cilincing, tj periok, sunter,dll terus tertarik sama makanannya epem kinca sama pisang udang kayaknya enak tuh
BalasHapusKampung tugu jadi tempat wisata juga belum lama kok. Padahal warisan Portugis di Indonesia nggak banyak lho. Tapi sepertinya kampung ini baru populer belakangan ini.
HapusOalah pantesan ya mba saya juga baru tau dari mba hehe
HapusBangunannya berasa ngingetin saya ke jaman kolonial, itu rumah2 tempo doeloe di Ambon juga gitu atapnya mba
BalasHapusMungkin itu ciri bangunan era Hindia Belanda ya?
HapusWop ternyata angkot bisa juga kesini, jadi mudah deh akses kesana..
BalasHapusIya... ada angkot yang lewat di situ. Tapi nggak terlalu banyak.
HapusWoaahh, prasasti dari Abad ke-5, keren sekalii..
BalasHapusKeren sekali ya ada semacam negeri di dalam negeri.. hahaha, apalagi sampai didatangin sama dubes portugis ini kampung, keren!
Kalau negeri dalam negeri, ya nggak juga sih. Kampung kuno, kalau menurut saya.
HapusIya Mbak, istilah aja sih, karena dikelilingi sama budaya Indonesia, tiba-tiba ada 1 daerah yang budaya portugisnya kental sekali gitu mbak.. Hahaha..
HapusAhaha, iya ... Saya juga baru tahu ternyata ada kantong kebudayaan Portugis yang diakui di negara asalnya di Jakarta ini. Nggak nyangka juga.
HapusGak terbayang dulu di sana banyak celeng ;p lezat itu kalau dibakar hahahaha
BalasHapusSejarah yang jarang didengar, bahwa di Jakarta pernah ada budaya eks Portugis. Gereja apa yang dimaksud Gereja Tugu itu, Gereja Kristen atau Katolik kah?
Saya juga baru tahu, Belanda saat itu menerapkan murtad berjamaah untuk bayaran sebuah kemerdekaan. Heran kadang, sesama satu payung iman saja koq bisa seperti itu ya dulu, pantas saja sampai saat ini hal berkaitan dengan keyakinan selalu saja jadi polemik.
Wisata sejarah yang menarik untuk dibagikan ;p jadi nambah pengetahuan sejarah budaya dan manusia.
Kepercayaan itu senjata politik yang sangat penting, lho. Jelas, kan.
Hapusbertahun2 bekerja di jkt baru tau ada kampung ini mbak.tks sharringnya yaa..
BalasHapusSaya tahunya juga baru-baru ini, kok Kak.
HapusMenarik ya mbak, bisa ikut tour seperti ini. jadi tahu sejarah dan budaya lokal. Apalagi kalau bertepatan dengan perayaannya.
BalasHapusIya, untung banget dapat infonya nggak telat.
HapusUdah lama tinggal di Jakarta tapi aku baru tau ada kampung Tugu ini, dan cerita sejarahnya.. seruuu.. klo ikut wisata kreatif nya lagi di tempat lain, jangan lupa posting ceritain lagi ya mba.. seru nyimak yg kaya gini, 😁
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung ya.
HapusIh seru ya ada acara Rabu-rabu dan Mandi-mandi ciri khasnya. Seru juga ya bedakin muka sampai kayak mau main lenong gitu hehehe. Wah, kita mesti tau budaya semacam ini nih. Makanannya juga enak2 udah jarang eksis ya kecuali di perayaan hari2 tertentu.
BalasHapusEh iya, makanannya enak-enak. Tapi yang bisa masaknya tinggal sedikit.
HapusWaahh asyik banget mba, bisa keliling2 kampung penuh sejarah.
BalasHapusBetewe itu semacam bedak dingin aka masker ya mba hihihi
Ternyata di balik megahnya Jakarta, masih banyak kampung-kampung kayak gini ya :)
Iya... itu bedak dingin. Nggak tahu panitianya nyetok berapa kaleng.
HapusSebuah sejarah yang panjang ya mbak. Dan saya sangat tertarik banget setelah membaca tulisan ini..
BalasHapusJakarta ternyata punya banyak cerita.
HapusJakarta itu benar-benar diverse ya! Nggak cuma Little Tokyo di Blok M, juga ada kampung Portugis di Kampung Tugu yang nggak dimiliki ibukota Asia Tenggara yang lain. Andai saja kawasan ini ditata dan dipromosikan, niscaya Kampung Tugu akan menjadi salah satu daya tarik wisata sejarah di Jakarta.
BalasHapusIya... sayang sekali promosi wisatanya masih minim.
HapusUdah lama ga makan apem kinca hehe enak kan tuh. Btw seru juga ada acara rabu-rabu dan mandi-mandi. Lucu pastinya ya jadi belepotan putih2 begitu. Menyenangkan banget mbak bisa main2 ke Kampung Tugu.
BalasHapusKalau pas nggak ada acara sih, kampungnya sama seperti kampung lain di Jakarta. Tapi acara mandi-mandi itu seru banget.
HapusLagi menghayati segala hal yang berkaitan dengan Tugu, yah kampungnya, prasastinya, grup musik, eh jadi galfok laper lihat kue apem kinca 🙈😂
BalasHapusAhaha... emang rasanya enak, Kak.
HapusIh, kok seru ya. Aku di NTT pun punya banyak keluarga yang keturunan Portugis, bahkan masih bicara dalam bahasa Portugis sampai sekarang.
BalasHapusKayaknya kapan-kapan aku harus mampir ke Kampung Tugu deh.
Oh, ternyata ada juga keturunan Portugis di NTT ya. Malah saya baru tahu.
HapusSayang banget kalau hanya tinggal beberapa gang. Biar bagaimana kampung ini memiliki sejarah panjang. Semoga terus ada
BalasHapusIya... sekarang lebih luas lokasi penyimpanan kontainer dibandingkan areal rumah warga kampungnya.
HapusWaah rumah tertua berumur 250 tahun. Sudah tuaaa bangeet ya Mbak. Awet juga ya nggak rubuh. Mengingat rumahnya terbuat dari kayu yang rawan dengan serangan rayap. Jadi penasaran saya dengan kampung Tugu ini.
BalasHapusRumahnya udah kelihatan tua, sih. Tapi masih dipakai lho. Mungkin itulah sebabnya terawat.
HapusAkhir bulan Juni kemarin kami ikut trip ke Jakarta Utara, tapi ke Marunda. Kapan lain hari harus coba ke Kampung Tugu ini nih
BalasHapusMarunda nggak jauh-jauh amat lah. Saya malah belum ke Marunda.
HapusSewaktu tinggal di Jakarta, Kampung Tugu ini terkenal banget di lingkungan masyarakat sini sampai-sampai saya yang pendatang saja mengetahui dari cerita orang² sekitar.
BalasHapusWow, saya malah tahunya baru saja. Hahaha...
HapusWah aku baru tau tentang Kampung Tugu nih
BalasHapusTernyata di sana malah pusatnya pengrajin alat musik keroncong ya
Btw itu apem menggoda banget ih
Mau deh aku main-main ke Kampung Tugu juga
Iya, apemnya enak. Tapi ternyata apem itu cuma dibuat kalau ada pesanan buat acara tertentu saja, lho.
Hapuskue apemnya skrng rada susah carinya. Kdng kalau pesen yg bikin sudh lanjut usia, kesian jg kalau pesen kebanyakan. Seneng deh baca pengalaman menyusuri tempat sarat wisata kyk gini.
BalasHapusIya... di kampung Tugu, yang buat sudah lanjut usia. Menantunya ada yang melanjutkan usaha makanannya kok.
HapusWah belum pernah kesini euy...Bisa jadi kalo liburan ntar mampir kesini nih...menarik banget..Apalagi ada rumah yang usianya udah 250 tahun tapi masih kokoh berdiri...
BalasHapusIya, masih dihuni pula.
HapusAku belum pernah ke Cilincing. Pernah ada yang ngajakin, tapi bentrok. Ternyata menarik juga ya buat dieksplor.
BalasHapusIya, Kak. Banyak tempat menarik lho.
HapusOh ini kampung yg warga aslinya keturunan Portugis ya.. Budayanya unik2 ya.. semoga lestari..
BalasHapusIya... sudah semakin tergerus budayanya dengan kehidupan modern.
HapusBersejarah banget ya Kampung Portugis ini. Rumah Paling lama sampai 250 tahun. Kebayang pas dibangun Jakarta masih banyak Hutan kali
BalasHapusEmang betul, Kak. Jaman rumah ini dibangun, berburu celeng masih menjadi aktivitas rutin penduduk. Lha sekarang, berburu asap kendaraan ...
HapusMba Dyah, kebiasaan sehari-hari di kampung Tugu,apa yang khas ya?saya sedang mencari tau keunikannya
BalasHapusWah, kalau kebiasaan sehari-hari, saya kurang tahu. Soalnya saya datang ke sana sebagai turis. Tapi yang jelas mereka merayakan natalan dan pas tahun baru, perayaan di gereja mereka meriah. Yang paling khas dari mereka, ya keroncongnya itu.
Hapus