Museum
Nasional Kamboja (The National Museum of
Cambodia) menyimpan barang-barang bersejarah negara, terutama benda-benda
purbakala. Pola penataannya hampir sama dengan gedung lama Museum Nasional di
Jakarta. Kami berkesempatan untuk melihat prasasti-prasasti kuno yang
ditermukan di candi-candi dan juga patung-patung dari jaman Kerajaan Khmer
kuno. Patung-patung yang ditemukan ukurannya melebihi ukuran manusia lho.
Ukurannya raksasa. Dan ada beberapa patung-patung yang raksasa seperti itu. Saya
jadi ingat arca Bhairawa yang tingginya 4 meter di Museum Nasional Jakarta.
Selain patung, ada juga semacam sarkofagus, nekara, dan patung lingga raksasa.
The National Museum of Cambodia. |
Walaupun
museum relatif sepi dan tertutup, kami tetap saja didatangi oleh seorang
nenek-nenek yang memaksa kami membeli semacam gelang tali dan minta uang.
Setelah kami tolak, dia lalu mengejar-ngejar seorang turis bule yang berada di
dekat situ. Dalam hati saya bersyukur, di museum di Indonesia saya tidak pernah
menemui yang seperti itu.
Karena
saat kami ada di dalam museum tiba-tiba hujan deras, kami lalu duduk-duduk dulu
sembil bengong di dalam museum. Padahal jarak museum ke hotel paling cuma 5
menit jalan kaki. Tapi kami malas kehujanan. Baru setelah hujan reda, kami
kembali ke hotel dan tidur-tiduran di hotel.
Ibu
saya merasa sayang, sudah jauh-jauh ke luar negeri, kok cuma leha-leha di
hotel. Jadi dia lalu mengusulkan untuk cari acara di sore hari. Waktu itu sudah
jam empat sore lebih. Eh, saat browsing-browsing, kami menemukan iklan pesiar untuk
menikmati sunset di sungai Tonle Sap. Terus, disitu ditulis jam berangkatnya
jam setengah enam. Dengan perkiraan jalan sekitar setengah jam dari hotel, kami
semua buru-buru mencari tempat kapal itu berada. Buat catatan, sebetulnya ada
banyak kapal yang menawarkan boat tour
di sungai. Tapi karena umumnya tour sudah mulai jalan dari jam 4 atau jam 5, plus,
umumnya harus reservasi dulu, jadi mencari kapal terdekat yang masih bisa
menerima kami memang menjadi perkara tersendiri.
Untung masih dapat kapal. Masih sempat duduk-duduk sebelum sunset. |
Untunglah
kami tiba tepat waktu. Tepat jam lima lebih, kami tiba di kapal yang dimaksud.
Saya buru-buru ke kapal dan tanya, apakah kami bisa ikut naik meskipun belum
reservasi. Untunglah kursi di bagian dek bawah masih ada yang kosong. Setelah
membeli tiket, kami pun mengambil kursi yang tersisa. Berhubung sekalian makan
malam, kamipun memesan makanan. Jam 17:45, kapal mulai berangkat.
Perjalanan
kami cukup pendek, sekitar satu jam kurang. Tapi cukup, lah, untuk melihat
keadaan di sekitar sungai. Kota Phnom Penh terletak di tepi sungai Tonle Sap.
Nah, persis di dekat istana, sungai Tonle Sap menyatu dengan sungai Mekong.
Untuk informasi saja, sungai Mekong adalah sungai ketujuh terpanjang di Asia
yang mengalir dari dataran tinggi Tibet sampai di Vietnam. Di seberang sungai
Mekong, terdapat desa-desa Kamboja. Tidak ada jembatan yang menghubungkan
desa-desa diseberang sungai Mekong dan kota Phnom Penh. Yang ada hanyalah kapal
ferry yang mengangkut manusia dan mobil.
Nah,
kalau di seberang sungai Tonle Sap, sepertinya areanya masih merupakan area
kota Phnom Penh. Area yang lebih mirip daerah villa dan perumahan modern ini
merupakan sebuah delta yang berbatasan dengan sungai Tonle Sap di sebelah timur
dan sungai Mekong di sebelah barat. Kalau di sini, ada jembatan penghubung
dengan kota Phnom Penh yang bisa dilalui mobil.
Desa yang terlihat di kejauhan di seberang sungai Mekong. |
Phnom Penh di waktu sunset. |
Memandangi
kota Phnom Penh di waktu sunset ternyata keren juga. Apalagi melihatnya dari
atas kapal. Bener-bener nggak rugi naik kapal ini. Tiket kapal harganya USD 6 perorang
untuk sekitar satu jam perjalanan. Total biaya makanan dan minuman yang kami
makan untuk bertiga adalah USD 19. Yah, bolehlah untuk pengalaman pesiar sambil
menonton sunset di sungai Tonle Sap. Kalau cuma mau naik kapal saja dan nggak
pesan makanan atau minuman juga boleh sih. Hanya saja, tidak boleh bawa makanan
dan minuman dari luar, jadi jangan pamer bekal botol air mineral di atas meja.
Keluar
dari kapal, sempat panik juga karena daerah pejalan kaki sudah sepi, gelap dan
penerangan minim. Tadinya sempat kepikir untuk cari tuk-tuk. Tapi tempat
tuk-tuk berada lumayan jauh juga. Jadinya kami pun dengan yakin (karena
bertiga) jalan ke hotel dengan cepat di sepanjang sungai Tonle Sap. Untungnya
begitu sampai di depan istana, jalanan menjadi lebih terang dan lebih ramai.
Jadinya kami lebih tenang.
Di
dekat hotel ada sebuah taman kecil yang dipakai untuk pasar malam. Letaknya
sebenarnya persis di sebelah istana. Pasar malam ini ramai banget. Saya mencoba
intip-intip, sepertinya tidak terlihat ada turis di sini. Jadinya kami agak
males untuk ikutan di tengah keramaian itu. Biasa, takut copet.
Kamipun
memilih untuk pulang ke hotel karena harus beres-beres. Besok pagi kami sudah
harus mengejar pesawat untuk kembali ke Jakarta. Keesokan paginya, kami
berangkat ke bandara dengan tuk-tuk yang sudah dipesan dari hotel, dan
berangkat kembali ke Jakarta. (Hiks, liburan berakhir.)
Sampai jumpa lagi, Phnom Penh! |
Sebagai
catatan tambahan untuk yang mau jalan-jalan di Phnom Penh, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan. Yang jelas, harus selalu menjaga barang-barang
pribadi. Setiap kami naik tuk-tuk, sopir selalu mengingatkan kami untuk menjaga
tas tangan karena rawan dijambret. Waktu pagi-pagi kami nyasar jalan kaki di
dekat Royal University of Fine Arts, kami melewati gelandangan separuh bugil
tiduran di pinggir jalan. Waktu kami lewat, dia langsung mengeluarkan pisau.
Kami bertiga langsung mempercepat langkah kami. Untung dia tidak mengejar.
Waktu di dalam Museum Nasional pun, ada nenek-nenek yang mengejar-ngejar
pengunjung untuk membeli gelang tali. Yah, yang penting selalu waspada.
Untuk
makanan, ini masalah pilihan dan selera sih. Buat yang harus makan makanan
halal, menginap di hotel saya ini recommended
banget karena di dekat hotel kami ada rumah makan Indonesia yang halal, namanya
Warung Bali. Jalan kaki dari hotel paling 5 menit. Letaknya juga dekat banget
dengan Museum Nasional. Untuk lokasinya, silakan cari di GoogleMaps. Beberapa
kali saya lewat tempat ini, saya selalu mendengar orang berbicara dalam bahasa
Indonesia. Lumayan kalau mau tanya-tanya dengan orang yang sudah cukup lama
tinggal di Kamboja.
Tapi
untuk yang tidak perlu makan makanan halal, ada banyak warung yang menjual
makanan lokal. Karena kami sekeluarga tidak ada pantangan makanan apapun, kami
selalu mencoba makanan lokal. Sebagian besar makanan lokal yang pakai daging,
pakai daging babi atau minyak babi. Kalau pakai daging ayam atau sapi, sudah
pasti dijagal dengan kebiasaan setempat.
Makanan khas Kamboja: Prahok Ktiss. |
Nah,
saya menyarankan untuk tidak dekat-dekat dengan warung-warung pizza di
sepanjang sungai Tonle Sap. Letaknya juga cukup dekat dengan hotel kami, sih.
Ada istilah happy pizza di Phnom Penh, dan itu banyak dijual di tempat pizza.
Happy pizza adalah pizza yang ditaburi daun bahan obat terlarang. Yang
satu ini saya tidak mencoba, dan tidak akan berminat mencoba. Walaupun
sepertinya rumah makan-rumah makan ini menjual happy pizza secara bebas, namun
drugs adalah illegal di Kamboja. Hati-hati, ya!
Tapi di
luar hal-hal di atas, jalan-jalan di Phnom Penh menyenangkan. Tingkat polusi
udaranya rendah, udaranya masih cukup hangat seperti di Indonesia, dan tidak
terlalu kering. Banyak bangunan yang menarik dan khas Kamboja. Banyak orang
jalan kaki, termasuk turis asing, jadi nggak perlu terlalu khawatir – sepanjang
kita jalan di tempat-tempat yang ramai. Selama kita waspada, dan banyak berdoa,
semoga perjalanan wisata menjadi menyenangkan. Mari, kita mengeksplor dunia!
(Selesai.)
(Selesai.)
Astaga, di Pnom Penh kok ada ya pedagang setengah memaksa turis untuk beli dagangannya .. dan itu .. gelandangan membawa senjata tajam..
BalasHapusWaah menakutkan juga ya kak.
Beruntung liburan seru menyusuri sepanjang Pnom Penh naik kapal berakhir menyenangkan meski jadi cemas bertemu gelandangan begitu.
Keren tuh pemandangan sunsetnya kak 👍
Yah, yang namanya turis ya selalu ada resiko menghadapi kriminalitas. Yang penting selalu waspada saja. Tapi pemandangan di Phnom Penh emang keren, sih.
HapusJadi keinget Phnom Phen lagi habis baca artikel ini. Kemarin juga sempet ke museum nasional kamboja, pengen liat dance shownya juga eh tapi sampai sana tutup jd cuman numpang foto hehe. Padahal kayanya menarik isi museumnya :(
BalasHapusWah, untung saya pas buka. Isi museumnya menarik sih, gaya-gayanya sama seperti Museum Gajah jaman dulu.
HapusKudu waspada ya mbak kalau lagi jalan juga kalau pilih makanan.
BalasHapusIya. Makanya browsing sebelum berangkat dan persiapan sebelum travelling itu memang penting.
HapusSenang sekali rasanya mengetahui pengelolaan museum kita 'sedikit' lebih baik daripada museum di luar negeri sana.
BalasHapusAt least, beberapa musem yang saya kunjungi sepertinya blm pernah ada pengemis / penjual yang memaksa maksa :D
Fajarwalker.com
Jujur saja, itu juga pertama kalinya saya mengalami hal seperti itu.
HapusAaakkk sunsetnyaaaa! Warbiyasah! Btw soal pedagang yang maksa begitu, kalo di Indonesia banyak juga kak, tapi yang maksa minta duit kayak anak-anak kecil yann pernah saya temui di suatu lokasi wisata religi.
BalasHapusOh iya... kalau di tempat yang disinyalir bisa ngalap berkah, memang suka ada yang mengejar-ngejar pembeli. Di museum nasional Kamboja ini memang ada satu patung Budha yang biasa dijadikan tempat berdoa. Mungkin itu kali ya, penyebabnya.
Hapuset dah, pizzanya ada taburan ganja? agak ngeri ya, kalau ke negera kyk gini memang ngak bisa bawa keluarga, cuacanya juga keknya gerah banget ya
BalasHapusBisa bawa keluarga, lah. Tapi ya waspada saja. Banyak kok yang jalan-jalan bareng anak kecil dan baik-baik saja. Pas saya ke sana memang musim kering, jadi panas banget.
Hapusngeri neh pizzanya,
BalasHapusbtw asyik banget travelingnya
Ahaha... yang penting waspada.
HapusWah, itu foto sunsetnya keren banget mbak dyah. Cocok banget tuh buat foto prawedding heheh :D
BalasHapusHahaha ... tapi foto prewed di sore hari hasilnya jarang bagus. Soalnya pasti kelihatan gelap.
HapusKalau sungai Mekong dengan pemandangan bukit-bukit karst yang menjulang itu jauh gak dari Phnom Penh? Tertarik dengan view sungai Mekong dengan pemandangannya itu
BalasHapusWaduh, saya malahan nggak pernah denger. Tapi seingat saya, daerah Phnom Penh datar, jadi mungkin bukit-bukit itu jauh ya...
Hapus