Artikel ini dibuat sebagai bagian dari BPN 30 Day Blog
Challenge
Kalau bicara soal jalan-jalan, saya
sebetulnya orang yang nanggung. Kalau dibilang backpacker sejati, kadang-kadang
bawa koper dan bisa sewa mobil buat jalan-jalan ke tempat yang jauh. Saya juga
nggak irit kalau soal makanan. Kalau dibilang flashpacker, kadang-kadang bisa
super hemat di transportasi dan banyak jalan kakinya. Jadi? Ya ... suka-suka,
sih. Tapi, setelah saya flashback ke
beberapa perjalanan saya sebelumnya, sepertinya ada lima ciri khas gaya jalan-jalan
yang pasti hadir di setiap perjalanan saya.
Jalan kaki, ya. |
Suka jalan kaki
Saya memang suka jalan kaki. Untuk
saya, jalan kaki membuat saya bisa lebih menikmati kondisi di sekitar saya. Selama
kaki saya masih bisa membawa saya kemana-mana, saya akan terus berjalan kaki.
Waktu saya jalan-jalan ke Singapura di tahun 2013, saya pernah jalan kaki dari Arab Street sampai Marina Bay. Itu
ditambah muter-muter mencari gereja buat misa Natal sebelum pulang ke Jakarta. Pegangannya
cuma peta gratisan yang diambil di bandara. Total waktu jalan kaki saya tiga
jam. Waktu di Tokyo tahun 2016, saya jalan kaki dari Tokyo Tower sampai ke
Roppongi Hills. Dekat sih, cuma setengah jam jalan kaki. Nggak nyasar karena
pakai GoogleMaps. Itu semua sendirian ya. Kebetulan itu pengalaman solo
travelling.
Naik kendaraan umum
Di Jakarta pun, tempat saya tinggal
sekarang, saya juga kemana-mana naik kendaraan umum. Itulah sebabnya saya
kadang-kadang menulis tentang moda transportasi favorit saya, Transjakarta. Kebetulan,
saya memang suka iseng-iseng mencatat jalur-jalur busway yang mungkin berguna,
misalnya koridor Transjakarta yang bisa mengantar kita ke TMII.
Tapi waktu jalan-jalan pun, saya
juga lebih suka menggunakan kendaraan umum. Misalnya, waktu wisata ke Colmar,
Perancis, saya dan teman-teman naik bus lokal ke desa Eguisheim. Saya juga
pernah muter-muter di area Pulau Jawa naik bus dan angkot; dari Jakarta ke
Trowulan, terus ke Solo, lanjut Gedong Songo, Ambarawa, dan kemudian ke Tegal. Itu
waktu baru saja lulus kuliah, sih.
Santai, tidak buru-buru
Saya bukan tipe orang yang datang
sebentar cekrek-cekrek sana-sini, upload foto di media sosial, dan lanjut ke
tempat selanjutnya. Nggak banget! Saya lebih suka jalan-jalan dengan tenang dan
menikmati kondisi di tempat yang saya kunjungi. Tidak mungkin lama banget sih, soalnya
kan cuti terbatas. Tapi paling tidak, saya merasakan atmosfer lokalnya.
Waktu saya ke Hoi An, Vietnam, saya
dan teman-teman saya menginap selama tiga malam di sana. Untuk muter-muter kota
tuanya saja, kami sengaja menghabiskan waktu satu hari satu malam. Bisa dikatakan, hampir
semua museum dimasuki dan hampir semua sudut dijelajahi. Nggak cuma lewat saja.
Soalnya yang disukai adalah pengalaman jalan-jalannya itu.
Makan di warung lokal. Rasa setempat yang otentik. |
Mencoba makanan lokal
Ini sih sudah pasti. Setiap saya
mengunjungi suatu tempat, saya pasti akan mencoba makanan lokalnya. Waktu ke
Wonogiri? Ya makan bakso dong. Waktu ke Surabaya? Tentunya makan nasi udang.
Waktu ke Ipoh, Malaysia? Pastilah minum white
coffee.
Kenapa saya mencoba makanan lokal? Karena
dengan demikian kita bisa ikut mencicipi selera masyarakat setempat. Makanan
yang sepertinya sama, ternyata bumbu dan cara masaknya bisa beda dari satu
tempat ke tempat lainnya. Contohnya adalah nasi goreng dan mie goreng. Beda daerah,
pasti beda rasanya.
Mempelajari budaya lokal
Saya adalah penikmat museum dan
seni. Kebetulan, saya juga punya teman-teman dan keluarga yang seleranya sama. Beberapa
kali saya dan teman-teman saya mengunjungi museum atau galeri seni dan
berlama-lama di situ. Di Jakarta sendiri, saya termasuk orang yang hobi
mengunjungi Galeri Nasional, terutama kalau ada pameran atau event baru.
Saya sendiri juga senang menonton
tarian dan hiburan tradisional lainnya. Waktu jalan-jalan ke Yogyakarta, saya dan
teman menyempatkan diri menonton Sendratari Ramayana. Jalan-jalan ke Phnom Penh, Kamboja, saya dan keluarga juga menonton sendratari dari Cambodian Living
Arts.
Begitu, tuh, kalau jalan
bareng saya. Ada yang mau jalan-jalan bareng?
Asik banget gaya jalan-jalannya mbak... :D
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung ya.
HapusHyuuuk Kak kita jalan-jalan bareng :D
BalasHapusAh, ntar kalau saya dapat kesempatan ke Ende, saya bakal main ke rumah Kak Tuteh ini dan minta diantar ke tempat saya bisa makan alu ndene. :)
HapusWah keren mba jalan jalan sendirian di Jepang, gak takut kendala bahasakah?
BalasHapusBiasanya sih orang hostel buat backpacker bisa bahasa Inggris. Yang menantang itu waktu makan di warung, soalnya biasanya mereka nggak bisa bahasa Inggris. Ya udah, bahasa tarzan saja.
HapusWaah seru juga ya kak acara jalan-jalannya. Tapi kok isinya jalan-jalan keluar negeri melulu. Artikel jalan-jalan didalam negerinya mana kak?
BalasHapusMasa sih luar negeri melulu? Ada yang ke Yogyakarta juga lho...
Hapus