Setelah
menginap di Siem Reap selama 3 malam, sudah waktunya kami untuk berpindah ke
destinasi berikutnya, yaitu Phnom Penh. Buat yang belum tahu, Phnom Penh adalah
ibukota negara Kamboja. Ada beberapa cara untuk berpindah dari Siem Reap ke
Kamboja, namun yang paling umum adalah naik bus. Kalau yang buru-buru, bisa
naik pesawat; tapi itu jadinya sama seperti orang naik pesawat dari Surabaya ke
Solo: nanggung.
Pemandangan di perjalanan menuju ke Phnom Penh. Tidak ada gunung. |
Nah,
saya mau cerita tentang perjalanan saya naik bus dari Siem Reap ke Phnom Penh. Ada
banyak pilihan bus, namun berdasarkan hasil browsing, kami memilih naik bus
Giant Ibis. Bus Giant Ibis ini kebetulan merupakan armada yang paling sering dirujuk
oleh website ekspatriat di Kamboja. Bahkan, beberapa blogger Indonesia yang sudah
jalan-jalan ke Kamboja juga merekomendasikan Giant Ibis. Alasannya, busnya
relatif baru, nyaman, sopirnya tidak ngebut, dan tidak berhenti di banyak
tempat. Harga tiketnya mahal, per orangnya USD 15, termasuk snack dan asuransi.
Tapi berhubung saat ini kenyamanan menjadi prioritas, ya boleh lah.
Ngomong-ngomong
soal ngebut, memang sih di perjalanan saya melihat ada mini bus dan van dengan
trayek PP Siem Reap – Phnom Penh yang ngebut. Tapi karena jalanan di Kamboja
relatif datar, sebetulnya sih menurut saya ya cukup aman. Berhubung saya pernah
naik bus Semarang – Solo lewat Ungaran, dan naik bus Sumber Kencono malam (sebelum
berubah nama) dari sekitar Mojokerto ke Solo, ya menurut saya sih seharusnya naik
bus apapun di Kamboja lebih aman.
Terminal Giant Ibis di Siem Reap relatif sepi. Kalau yang di Phnom Penh padat dan ramai. |
Kembali
ke soal naik bus ke Phnom Penh. Kami ambil bus yang berangkat jam 9:45 pagi. Dengan
perkiraan perjalanan sekitar 6 jam, diharapkan kami tiba di Phon Penh sekitar
jam 15:45. Terminal bus Giant Ibis terletak di tengah kota. Bisa dijangkau
dengan tuk-tuk. Kami tiba di sana sekitar jam 9, jadi ada waktu selonjoran dan
bersantai selama sekitar 45 menit.
Bus
Giant Ibis berangkat tepat waktu dengan jumlah penumpang berapapun. Jadi kami
tidak khawatir akan ada pembatalan ataupun perubahan moda transportasi. Saingan
Giant Ibis adalah Mekong Ekspress. Tapi menurut website seorang ekspatriat disana,
kalau jumlah penumpangnya sedikit, maka yang berangkat bukan bus yang lega tapi
berubah jadi minibus atau van. Agak mengkhawatirkan. Padahal harganya selisihnya
tidak terlalu banyak, yaitu USD 12 sekali jalan.
Kami
berangkat tepat pukul 09:45. Bus mampir sebentar ke beberapa hotel rekanan
untuk menjemput penumpang. Karena bus Giant Ibis memang menarget pasar
ekspatriat dan orang asing, bus ini bekerja sama dengan beberapa hotel kelas
menengah untuk menjemput di hotel. Secara total, jumlah kursi yang terisi
penumpang hanya separuh.
Salah satu potret rumah di tepi jalan raya utama. |
Bus
berjalan cukup santai, melewati jalan utama Kamboja, menuju ke Phnom Penh. Bus
ini berhenti tiga kali. Pertama berhenti di rumah makan rekanan selama 5 menit
hanya untuk buang air penumpang, lalu berhenti selama 15 menit untuk makan, dan
terakhir 5 menit lagi untuk buang air lagi. Selama tiga kali tersebut, bus ini
berhenti di rumah makan rekanan yang memiliki WC banyak banget. Saya hitung ada
tuh, sepertinya ada 15 bilik WC hanya yang di area wanita. Mungkin yang di area
pria ada 15 juga. (Saya nggak ngintip ke WC pria.)
Untuk
makan selama 15 menit, ada pilihan makanan yang tinggal dipanaskan seperti nasi
goreng atau spagetti. Saya dan keluarga memilih untuk makan sandwich dan french
fries supaya tidak kelamaan menunggu makanannya.
Selama
perjalanan, kebanyakan penumpang tidur. Tapi kalau untuk saya, yang belum tentu
kembali ke Kamboja lagi, sayang kalau tidak menikmati pemandangan sepanjang
jalan. Sebetulnya jalan raya yang kami lewati paralel dengan tepian danau Tonle
Sap yang merupakan danau terbesar di Asia Tenggara itu. Akan tetapi, karena
danau ini sering banjir, maka jalan raya ini dibuat letaknya jauh dari danau.
Oh ya, tidak ada gunung yang terlihat di mata. Ada beberapa bukit, tapi
ukurannya kecil dan umumnya berdiri sendiri. (Tidak seperti kalau melihat
perbukitan di sekitaran Wonogiri yang berjajar-jajar sepanjang mata memandang.)
Pada dasarnya, tanah di Kamboja itu datar.
Kami datang, Phnom Penh! |
Jalan
utama yang kami lewati lumayan besar. Tapi masih kalah dengan jalan raya yang
menghubungkan Semarang – Demak atau Jalan Raya Solo – Yogya. Dan karena kami
berada di sana di musim kering, jalannya kering dan berdebu. Tapi sepanjang
perjalanan, saya malah merasa seperti di Indonesia. Kondisi kota-kota kecil dan
desanya mengingatkan saya pada perjalanan dengan mobil di sekitaran Pulau Jawa.
Sekitar
jam 15:30 kami sudah memasuki kota Siem Reap, tapi memang bus baru sampai di
terminal Giant Ibis sekitar jam 15:45. Benar-benar tepat waktu. Dari situ kami
naik tuk-tuk ke hotel.
Menurut
saya, naik bus di luar negeri memberikan kesempatan untuk melihat situasi
penduduk di kota-kota di pinggir jalan utama. Tidak hanya berkesempatan melihat
pasar, kita juga bisa melihat toko-toko dan juga kehidupan penduduk setempat.
Memang sih, kita hanya melihat sepintas karena bus terus melaju. Tapi paling
tidak, ada, lah, potret masyarakat di situ. Kadang-kadang, opini yang muncul di
pikiran terhadap suatu negara, bukan akibat kunjungan ke tempat wisatanya,
melainkan dari saat kita melihat keadaan sosial di luar tempat wisatanya. Bagaimana
menurut pembaca?
Naik bus, seperti tulisan ini, memang menyenangkan selama jalannya datar dan minim kelokan. Kalau di Flores jarang-jarang enggak tidur soalnya kelokannya entah berapa banyak :D
BalasHapusAh, itu artinya Kak Tuteh tidak percaya dengan yang menyopir. Kalau dia sudah profesional, kelok 100 pun dijalani dengan tenang.
HapusQiqiqiqi sama supirnya pasti percaya, tapi kelokannya itu tidak kuat jadi usus bisa nongol di bibir *LOL* :D saya mabuk darat parah soalnya. Jadi kalau keliling Flores bawa sepeda motor sendiri :P
HapusWahaha... saya malah serem kalau disuruh bawa motor sendiri di bukit-bukit. Kalau disetirin, ya tidur aja.
HapusLumayan ya USD 15, tapi kalau untuk keluarga dan nggak pingin terlalu ribet, bus ini pilihan yang tepat. Dan penting juga, berhenti untuk ke Toilet dan nggak perlua antri super lama.
BalasHapusIya, busnya bersih kok. Dan yang penting nyaman.
Hapus