20 Oktober 2018

Setelah menginap di Siem Reap selama 3 malam, sudah waktunya kami untuk berpindah ke destinasi berikutnya, yaitu Phnom Penh. Buat yang belum tahu, Phnom Penh adalah ibukota negara Kamboja. Ada beberapa cara untuk berpindah dari Siem Reap ke Kamboja, namun yang paling umum adalah naik bus. Kalau yang buru-buru, bisa naik pesawat; tapi itu jadinya sama seperti orang naik pesawat dari Surabaya ke Solo: nanggung.
Pemandangan di perjalanan menuju ke Phnom Penh. Tidak ada gunung.
Nah, saya mau cerita tentang perjalanan saya naik bus dari Siem Reap ke Phnom Penh. Ada banyak pilihan bus, namun berdasarkan hasil browsing, kami memilih naik bus Giant Ibis. Bus Giant Ibis ini kebetulan merupakan armada yang paling sering dirujuk oleh website ekspatriat di Kamboja. Bahkan, beberapa blogger Indonesia yang sudah jalan-jalan ke Kamboja juga merekomendasikan Giant Ibis. Alasannya, busnya relatif baru, nyaman, sopirnya tidak ngebut, dan tidak berhenti di banyak tempat. Harga tiketnya mahal, per orangnya USD 15, termasuk snack dan asuransi. Tapi berhubung saat ini kenyamanan menjadi prioritas, ya boleh lah.
Ngomong-ngomong soal ngebut, memang sih di perjalanan saya melihat ada mini bus dan van dengan trayek PP Siem Reap – Phnom Penh yang ngebut. Tapi karena jalanan di Kamboja relatif datar, sebetulnya sih menurut saya ya cukup aman. Berhubung saya pernah naik bus Semarang – Solo lewat Ungaran, dan naik bus Sumber Kencono malam (sebelum berubah nama) dari sekitar Mojokerto ke Solo, ya menurut saya sih seharusnya naik bus apapun di Kamboja lebih aman.
Terminal Giant Ibis di Siem Reap relatif sepi. Kalau yang di Phnom Penh padat dan ramai.
Kembali ke soal naik bus ke Phnom Penh. Kami ambil bus yang berangkat jam 9:45 pagi. Dengan perkiraan perjalanan sekitar 6 jam, diharapkan kami tiba di Phon Penh sekitar jam 15:45. Terminal bus Giant Ibis terletak di tengah kota. Bisa dijangkau dengan tuk-tuk. Kami tiba di sana sekitar jam 9, jadi ada waktu selonjoran dan bersantai selama sekitar 45 menit.
Bus Giant Ibis berangkat tepat waktu dengan jumlah penumpang berapapun. Jadi kami tidak khawatir akan ada pembatalan ataupun perubahan moda transportasi. Saingan Giant Ibis adalah Mekong Ekspress. Tapi menurut website seorang ekspatriat disana, kalau jumlah penumpangnya sedikit, maka yang berangkat bukan bus yang lega tapi berubah jadi minibus atau van. Agak mengkhawatirkan. Padahal harganya selisihnya tidak terlalu banyak, yaitu USD 12 sekali jalan.
Kami berangkat tepat pukul 09:45. Bus mampir sebentar ke beberapa hotel rekanan untuk menjemput penumpang. Karena bus Giant Ibis memang menarget pasar ekspatriat dan orang asing, bus ini bekerja sama dengan beberapa hotel kelas menengah untuk menjemput di hotel. Secara total, jumlah kursi yang terisi penumpang hanya separuh.
Salah satu potret rumah di tepi jalan raya utama.
Bus berjalan cukup santai, melewati jalan utama Kamboja, menuju ke Phnom Penh. Bus ini berhenti tiga kali. Pertama berhenti di rumah makan rekanan selama 5 menit hanya untuk buang air penumpang, lalu berhenti selama 15 menit untuk makan, dan terakhir 5 menit lagi untuk buang air lagi. Selama tiga kali tersebut, bus ini berhenti di rumah makan rekanan yang memiliki WC banyak banget. Saya hitung ada tuh, sepertinya ada 15 bilik WC hanya yang di area wanita. Mungkin yang di area pria ada 15 juga. (Saya nggak ngintip ke WC pria.)
Untuk makan selama 15 menit, ada pilihan makanan yang tinggal dipanaskan seperti nasi goreng atau spagetti. Saya dan keluarga memilih untuk makan sandwich dan french fries supaya tidak kelamaan menunggu makanannya.
Selama perjalanan, kebanyakan penumpang tidur. Tapi kalau untuk saya, yang belum tentu kembali ke Kamboja lagi, sayang kalau tidak menikmati pemandangan sepanjang jalan. Sebetulnya jalan raya yang kami lewati paralel dengan tepian danau Tonle Sap yang merupakan danau terbesar di Asia Tenggara itu. Akan tetapi, karena danau ini sering banjir, maka jalan raya ini dibuat letaknya jauh dari danau. Oh ya, tidak ada gunung yang terlihat di mata. Ada beberapa bukit, tapi ukurannya kecil dan umumnya berdiri sendiri. (Tidak seperti kalau melihat perbukitan di sekitaran Wonogiri yang berjajar-jajar sepanjang mata memandang.) Pada dasarnya, tanah di Kamboja itu datar.
Kami datang, Phnom Penh!
Jalan utama yang kami lewati lumayan besar. Tapi masih kalah dengan jalan raya yang menghubungkan Semarang – Demak atau Jalan Raya Solo – Yogya. Dan karena kami berada di sana di musim kering, jalannya kering dan berdebu. Tapi sepanjang perjalanan, saya malah merasa seperti di Indonesia. Kondisi kota-kota kecil dan desanya mengingatkan saya pada perjalanan dengan mobil di sekitaran Pulau Jawa.
Sekitar jam 15:30 kami sudah memasuki kota Siem Reap, tapi memang bus baru sampai di terminal Giant Ibis sekitar jam 15:45. Benar-benar tepat waktu. Dari situ kami naik tuk-tuk ke hotel.
Menurut saya, naik bus di luar negeri memberikan kesempatan untuk melihat situasi penduduk di kota-kota di pinggir jalan utama. Tidak hanya berkesempatan melihat pasar, kita juga bisa melihat toko-toko dan juga kehidupan penduduk setempat. Memang sih, kita hanya melihat sepintas karena bus terus melaju. Tapi paling tidak, ada, lah, potret masyarakat di situ. Kadang-kadang, opini yang muncul di pikiran terhadap suatu negara, bukan akibat kunjungan ke tempat wisatanya, melainkan dari saat kita melihat keadaan sosial di luar tempat wisatanya. Bagaimana menurut pembaca?

6 Komentar:

  1. Naik bus, seperti tulisan ini, memang menyenangkan selama jalannya datar dan minim kelokan. Kalau di Flores jarang-jarang enggak tidur soalnya kelokannya entah berapa banyak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, itu artinya Kak Tuteh tidak percaya dengan yang menyopir. Kalau dia sudah profesional, kelok 100 pun dijalani dengan tenang.

      Hapus
    2. Qiqiqiqi sama supirnya pasti percaya, tapi kelokannya itu tidak kuat jadi usus bisa nongol di bibir *LOL* :D saya mabuk darat parah soalnya. Jadi kalau keliling Flores bawa sepeda motor sendiri :P

      Hapus
    3. Wahaha... saya malah serem kalau disuruh bawa motor sendiri di bukit-bukit. Kalau disetirin, ya tidur aja.

      Hapus
  2. Lumayan ya USD 15, tapi kalau untuk keluarga dan nggak pingin terlalu ribet, bus ini pilihan yang tepat. Dan penting juga, berhenti untuk ke Toilet dan nggak perlua antri super lama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, busnya bersih kok. Dan yang penting nyaman.

      Hapus