Saat
saya berkunjung ke Kamboja, saya tertarik dengan kisah tentang raja pendiri Kerajaan
Khmer, yaitu Jayavarman II. Di awal abad ke-9, beliau mendirikan Kerajaan Khmer
setelah menyatakan diri merdeka dari kekuasaan bangsa Jawa1). Tidak
jelas bangsa Jawa mana yang menguasai sekitaran Kamboja, karena di sekitar masa
ini kekuatan militer dan ekonomi yang besar di sekitaran Asia Tenggara kemungkinan
adalah milik Kerajaan Sriwijaya2) atau milik Wangsa Syailendra3). Istilah “Jawa” sendiri sebenarnya membingungkan; karena menurut catatan
pedagang Arab di jaman dahulu kala, Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sama-sama
disebut dengan istilah “Jawa”.4) Untuk yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai penggunaan istilah "Jawa" di dalam prasasti dari Jayavarman II, boleh membaca artikel karangan Arlo Griffits yang dimuat di dalam Jurnal Archipel.5)
Salah satu peninggalan Kerajaan Khmer: Angkor Wat. |
Walaupun
menarik, mengenai polemik asal-usul dan sejarah Kerajaan Sriwijaya ataupun
Wangsa Syailendra tidak akan dibahas di sini. Saya lebih akan membahas tentang
bagaimana Jayavarman II menyikapi kebebasannya dari kekuasaan bangsa lain.
Beliau
mengangkat diri sebagai raja di atas sebuah bukit yang disebut dengan Mahendraparvata
(saat ini namanya adalah Phnom Kulen) dan menyebut dirinya sebagai raja jagad
raya (dalam bahasa lokal disebut sebagai Kamraten Jagad ta Raja). Pengangkatan
dirinya ini tentunya mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat, jadi
kemungkinan dia memang memiliki latar belakang keluarga aristokrat. Sayangnya tidak
pernah ada cerita mengenai asal-usul Jayavarman II ini. Bahkan nama aslinya dan
dari keluarga apa dia berasal juga tidak ada yang tahu.
Yang
jelas, begitu dia mengangkat diri menjadi raja, Jayavarman II berusaha untuk
mengendalikan raja-raja yang lebih kecil di daerah sekitarnya. Kemungkinan usahanya
ini berhasil, karena Kerajaan Khmer kemudian perlahan berkembang menjadi besar.
Namun perkembangan arsitektur kerajaan Khmer baru berkembang setelah cucunya
yang menjadi raja, yaitu Indravarman I. Beliau ini mulai mendirikan waduk yang
luas dan candi yang cukup besar.
Makin
lama, raja-raja Khmer gemar membangun waduk yang luas untuk mengelola irigasi
dan candi nan mewah yang bisa digunakan untuk ritual keagamaan masyarakat
banyak. Angkor Wat adalah salah satu buktinya. Sebetulnya polanya hampir mirip
dengan Wangsa Syailendra, yang membangun banyak candi di sekitaran Jawa Tengah dan
Yogyakarta, termasuk Candi Borobudur. Padahal, walau peninggalannya banyak,
sampai sekarang kisah asal-usul Wangsa Syailendra, atau bahkan nama negara
tempat pemerintahannya, tidak ada yang tahu secara pasti.
Borobudur, salah satu peninggalan Wangsa Syailendra. |
Nah,
kembali membahas tentang kemerdekaan. Setelah kemerdekaan didapat, lalu apa?
Kalau melihat sejarah Kerajaan Khmer, mereka mengisi kemerdekaan dengan
pembangunan. Selain membangun waduk dan kanal untuk irigasi, mereka juga
membangun candi untuk pemujaan dan tempat belajar. (Iya, ada candi-candi yang
dibangun untuk menjadi universitas atau tempat belajar publik.)
Kalau
kita di Indonesia, yang hidup di masa merdeka ini? Apa yang dilakukan untuk
mengisi kemerdekaan? Yang jelas, selayaknya sebuah negara yang terus
berkembang, kemerdekaan ini diisi dengan pembangunan. Nah, pembangunan tidak
harus membangun bangunan megah. Tidak semua orang harus jadi tukang batu atau
pengukir patung. Di jaman modern ini, dimana dunia nyata dan dunia maya sudah
bercampur menjadi satu, pembangunan dunia maya juga perlu digalakkan.
Pembangunan
dunia maya, menurut pendapat saya pribadi, bukan berarti kita harus mengembangkan
jaringan 5g atau menciptakan satelit canggih yang membantu penetrasi internet.
(Ya kalau yang kualifikasinya memenuhi sih, silakan saja. Tapi saya sepertinya
tidak punya kemampuan untuk itu.) Pembangunan dunia maya adalah bagaimana kita
menciptakan dunia maya yang mendukung perkembangan bangsa Indonesia. Apa itu?
Yang jelas, dimulai dengan penyebaran informasi yang akurat.
Tidak
seperti jaman Wangsa Syailendra, yang tentunya penyebaran informasi bersifat
lisan, saat ini penyebaran informasi lebih banyak dalam bentuk tertulis dan
digital. Jadi, kalau saat ini kita hanya tahu tentang Wangsa Syailendra dari
prasasti peninggalan mereka yang jumlahnya paling seratusan, data diri orang
yang sudah meninggal tiga tahun yang lalu di facebook bisa dilihat orang sampai ke foto-foto pribadinya. Kebayang
kan, betapa banyaknya informasi yang beredar, bahkan yang menyangkut ranah
pribadi individual.
Pembangunan LRT (Light Rail Transit) di Jakarta. |
Begitu banyaknya
informasi yang beredar sehingga orang semakin lama semakin susah menyaring
kualitas dari informasi yang beredar. Nah, di sinilah muncul peran blogger
dalam pembangunan dunia maya. Kita bisa posting tentang cara mewarnai rambut,
tentang cara memakai hijab yang cantik, kisah jalan-jalan, atau pendapat
pribadi tentang politisi tertentu. Semuanya sah-sah saja. Tapi tentunya, blogger
sendiri juga perlu menjaga kualitas postingannya. Kalau pendapat pribadi, paling
tidak, tidak menyebarkan fitnah. (Kalau maksudnya memang menjelek-jelekkan
orang, ya tidak masalah, asal faktanya benar.) Kalau menceritakan kisah
pribadi, ya tidak bohong. Dengan kita menjaga kualitas postingan kita,
harapannya sih, pembaca mendapatkan informasi yang lebih berkualitas tanpa
kebingungan memilih-milih.
Mungkin
ada yang berpendapat, kemerdekaan semestinya diisi dengan kebebasan. Tapi sayangnya,
kebebasan juga ada harganya. Tinggal di hutan tanpa ada yang mengatur, juga
menimbulkan masalah. Hidup sendiri, berarti kalau ada masalah tidak ada yang
membantu dan hal kecil bisa berarti fatal. (Boleh baca buku “Into the Wild”
oleh Jon Krakauer.) Hidup bersama, berarti harus saling menjaga satu sama lain
dan menghormati nilai-nilai bersama. Artinya salah benar tidak ditentukan oleh
diri sendiri, namun oleh nilai-nilai masyarakat. (Boleh baca “Crime and
Punishment” oleh Fyodor Dostoevsky.)
Di masa
pembangunan ini, dimana blogger juga berperan aktif secara ekonomi maupun
politik (bahkan kadang-kadang juga dalam hal keamanan negara), tentunya
postingan dan pendapat kita menjadi bagian dari pendapat publik. Salah satu bagian
dari tanggung jawab kita sebagai warga negara dan masyarakat, sebagai blogger
yang menjadi salah satu corong suara masyarakat, adalah menjaga kualitas informasi
di dunia maya. Termasuk dengan menyeleksi informasi yang ditampilkan di blog
masing-masing. Jangan sampai di masa yang akan datang ada kerancuan informasi,
sama seperti orang jaman dahulu yang rancu mengenai nama “Jawa”.
Untuk memberikan informasi akurat bagi generasi mendatang. |
Catatan:
Postingan ini adalah pendapat pribadi untuk menyambut ulang tahun kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 2018.
1) https://en.wikipedia.org/wiki/Khmer_Empire
2) https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya
3) https://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Sailendra
4) https://medium.com/@siwaratrikalpa/the-two-javas-3e798e8a1bd8
5)
Griffiths, Arlo. The Problem of the Ancient Name Java and the Role of Satyavarman in Southeast Asian International Relations Around the Turn of the Ninth Century CE. In: Archipel, volume 85, 2013. pp. 43-81. (DOI : https://doi.org/10.3406/arch.2013.4384)
Setuju dengan menjaga kualitas informasi di dunia maya tersebut Mba. Karena jejak digital ini kadang jahat banget (bagi yang pernah tersandung kasus misalnya). Kita bebas, tapi tetap ada ruangnya.
BalasHapusBetul ...
HapusKurasa memang benar adanya kalau duluuu ..., sebenarnya suatu daratan seperti Jawa dan Sumatera satu kesatuan wilayah daratan, ngga terpisah oleh lautan seperti sekarang ini.
BalasHapusSependapat, informasi yang kita cantumkan di blog harus sedetil mungkin sesuai fakta.
Sip! Setuju juga.
HapusToss 🖐
HapusKita sependapat 🙂
Saya lebih ke perayaannya. ikut lomba karung jatuh mlulu, karungnya kependekan. Dicurangi. he he he.
BalasHapusHahaha ... berarti harus ganti haluan ikut lomba makan krupuk.
Hapusinternet surganya informasi tapi bisa juga jadi boomerang buat kita sendiri kalau kitanya gampang kesulut sama info-info hoax.. apalgi skrang yng lagi booming itu ttg politik..
BalasHapusantra satu kubu ke kubu lainnya terlihat saling berlomba buat menjatuhkan.. setidaknya itu yang saya liat.. agak miris. pengen tutup telinga sama mata, tapi selalu aja terjebak di pembahasan itu lagi, itu lagi...
semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik.. Aminn..
ngomog-ngomong pembukaan ASIAN Games bagus banget tau.. eheheh #OOT
Iya.... nonton kok, di TV. Boleh lah, tim panggungnya berbangga hati karyanya dipuji banyak orang.
HapusYaa intinya Mengisi kemerdekaan tidak harus dengan bermacam-macam aneka perlombaan.😄
BalasHapusBisa juga dengan mengunjungi tempat2 bersejarah yang mempunyai nilai atau kenangan sebelum kemerdekaan.
Atau juga melihat hasil karya pembangunan negara kita setelah hampir 73 tahun merdeka..😄😄
Mengunjungi tempat-tempat bersejarah tuh, oke banget. Tapi kalau terus ternyata tempatnya nggak terawat, jadi bete sendiri.
HapusNah...di sini problemnya. Apalagi jika tidak ada guide. bagaimana saya bisa tau, sejarah tempat yang saya kunjungi?
HapusAhaha ... betul juga. Mungkin masalahnya di promosinya ya.
HapusWha, baru tau saya kalo bangsa Jawa ada 'keterlibatan' dalam kerajaan di Kamboja.
BalasHapusBoleh saran nggak ya mba? lebih enak dibaca pas gambarnya diperbesar biar proporsional aja gitu ehe
Usul ditampung. Saya sengaja pakai gambar yang ukurannya nggak besar biar uploadnya gampang dan ringan kalau dibuka di handphone. Tapi sebenarnya sih, soal tampilan bisa dicoba. Nanti saya uji coba dulu ya. Terima kasih masukannya.
Hapussaya juga suka mengunjungi tempat-tempat bersejarah di mana pun. soalnya dari tempat-tempat seperti ini saya bisa belajar banyak tentang sejarah sebuah negara, kota, ataupun suku.
BalasHapusselain itu tempat bersejarah fotogenik juga sih. hehehe
Ahaha ... iya. Tempat-tempat bersejarah, apalagi yang dari jaman dahulu kala, biasanya bentuknya unik dan cocok untuk foto-foto. Makanya saya suka jalan-jalan ke candi-candi.
HapusWah tulisan ini layak dianalisis oleh guru sejarah. Biar mendebatkannya secara ilmiah. Terutama paragraf pertama. Mohon izin shere di grup internal. Ingin diskusi dengan beberapa teman-teman guru sejarah. Izin.
BalasHapusTerima kasih telah menghadirkan konsep jas merah. Walau kisahnya tentang negeri seberang tetapi masih layak untuk didiskusikan oleh pegiat sejarah. Terima kasih telah menghadirkan artikel yang berkualitas. salam
Silakan, Pak Guru. Memang ilmu hanya bisa berkembang dengan diskusi yang dewasa dan terbuka.
HapusSekarang informasi mudah didapat, cuma emang balik lagi ke pengguna yang mesti pinter ngolah informasi yang didapat, apalagi sekarang banyak banget hoax bertebaran. BTW Referensi buku nya banyak, nampaknya mbak dee suka baca buku nih.
BalasHapusBenar. Mencari info yang benar itu juga tergantung minat dan usaha si pengguna. Hahaha ... dulu pas kuliah hobi banget baca buku. Setelah kerja, jadi semakin jarang.
Hapuswah, artikel ini keren sekali Mbak Dyah.
BalasHapussetuju banget kalau dengan adanya kita (blogger) ikut serta menyebarkan info dan menyuarakan publik.
kualitas tulisan dan informasi di dalamnya harus jelas, jangan sampai salah.
jadi kita benar2 harus mendapat informasi dari sumber yang benar pula.
terima kasih sudah sharing :)
Terima kasih sudah berkunjung. Betul, tapi mencari sumber yang benar itu juga PR di dunia internet. Apa boleh buat, saat ini memang memilah berita harus menjadi skill yang diajarkan di sekolah juga.
HapusSetuju sekali, Mba..saat ini informasi semakin susah sekali disaring. Beruntung sekali bisa jadi blogger yang dapat memberikan informasi bermanfaat buat semua orang. Semoga jangan sampai ikutan sebar fitnah atau hoax yang nggak banget...
BalasHapusIyaa... setuju, Mbak.
HapusWoow... Kerajaan Sriwijaya bisa sampai ke Kamboja ya wilayahnya? Kalo Majapahit, wilayahnya sampai mana ya Mbak? Wkwk... Jadi tertarik pengen belajar sejarah lagi
BalasHapusNah... perkara yang pengaruhnya sampai Kamboja itu Sriwijaya atau bukan, juga masih jadi perdebatan sih. Tapi memang, info sepintas begini jadi bikin ingin belajar sejarah. (Majapahit? Wah, saya belum browsing-browsing lagi nih.)
HapusBaru tahu kalau ada bangsa Jawa dulu memiliki kekuasaan yang melebihi Indonesia saat ini. Jangan-jangan waktu pelajran sejarah, saya tidur ya, hehehe.
BalasHapusSalam blogger, semoga bisa mengisi kemerdekaan dengan informasi yang akurat di dunia maya.
Ahaha... saya juga baru tahu, kok.
HapusHarapannya sih begitu mbak. Bloger (khususnya bloger Indonesia) bisa membuat konten yang sesuai dengan fakta di lapangan, tanpa ada embel-embel tulisan hoax atau informasi yang masih simpang siur kebenarannya.
BalasHapusSetahu saya candi ya dibangun khusus buat ibadah, ternyata ada juga yang dibuat jadi universitas :)
Istilah candi sebetulnya merujuk pada bangunan kuno dari batu. Jadi, fungsinya bisa macam-macam. Kalau nggak salah, candi segaran di Trowulan bentuknya kolam lho.
HapusWaaah sayangnya pas ke siamrep dulu, aku ga sempet datangin angkor wat. Krn wkt itu lbh tertarik utk melihat dan membaca sejarah ttg museum s21 nya dan ladang pembantaian di pnom penh.. Makana di angkor wat aku cm transit sehari. Dulu itu mikirnya, ah, pasti bagusan borobudur, makanya ga kesana. . Yg mengenai sejarah2 masa lalu gini, aku senang bacanya.. Kdg2 sampe bayangin, gimanaaa cara org zaman dulu, dgn keterbatasan teknologi bisa membangun candi semegah itu :o
BalasHapusIya, Kak. Jaman sekarang sudah ada bor dengan mata intan, GPS buat menentukan arah dan letak, dan juga ada crane untuk mengangkat barang-barang. Jaman dulu kayaknya semuanya hand-made. Kebayang betapa ribetnya pembuatan candi-candi itu.
Hapus