23 Juni 2018


Tanggal 22 Juni adalah hari yang diperingati sebagai hari ulang tahun Jakarta. Nah, untuk turut memeriahkan ulang tahun Jakarta ini, saya ingin menulis tentang salah satu tempat wisata di Jakarta, yaitu Museum Seni Rupa dan Keramik. Museum ini terletak di kawasan Kota Tua Jakarta, sehingga sebetulnya merupakan salah satu museum yang cukup banyak dikunjungi oleh pelancong yang berkunjung ke Jakarta.
Bagian depan Museum Seni Rupa dan Keramik.
Di kawasan Kota Tua Jakarta, terdapat beberapa museum, termasuk Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Nah, Museum Seni Rupa dan Keramik letaknya di sebelah timur Taman Fatahillah, satu kompleks dengan Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki halaman dan pagar sehingga tidak mudah bagi pengunjung untuk foto-foto dengan latar belakang museum tersebut. Tidak seperti Museum Sejarah Jakarta yang selalu terlihat di foto semua orang yang datang ke kawasan Kota Tua karena mencolok dan bagian depannya bisa didatangi dengan bebas.
Masuk museum, kita harus bayar tiket sebesar Rp 5.000,-. Tiket dibayar di gerbang masuk halaman. Begitu masuk ke halaman museum, kita akan langsung berhadapan dengan bangunan bergaya Yunani kuno dengan kolom yang tinggi. Bentuk seperti ini mengingatkan saya pada banyak bangunan pemerintahan yang ada di Eropa. Tidak salah juga, karena bangunan yang sekarang dipakai untuk museum ini dulunya adalah Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia).
Taman Fatahillah dilihat dari dalam museum.
Gedung Raad van Justitie ini selesai dibangun di tahun 1870. Di masa penjajahan Jepang dan masa-masa perang kemerdekaan, bangunan ini menjadi bangunan militer. Bangunan ini juga sempat menjadi asrama KNIL. Di tahun 1970, gedung ini menjadi kantor walikota Jakarta Barat. Setelah berganti fungsi beberapa kali, pada akhirnya, di tahun 1977, bangunan ini menjadi museum. Waktu itu koleksi yang dipamerkan adalah keramik. Dengan berjalannya waktu, koleksi ditambahkan dan menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
Koleksi museum ini dikelompokkan berdasarkan jenis dan masanya. Saat pertama kita masuk, kita akan tiba di ruang depan dimana terdapat tangga ulir ke atas. Di lantai atas inilah disimpan beberapa koleksi lukisan. Di sini juga ada ruangan khusus untuk koleksi lukisan Raden Saleh. Jujur saja, lukisan Raden Saleh termasuk lukisan yang saya kagumi karena bisa terlihat seperti nyata. Detilnya mengagumkan. Setiap kali ada pameran lukisan, termasuk yang biasanya digelar di Galeri Nasional setiap perayaan kemerdekaan, saya selalu mencari karyanya Raden Saleh ini.
Ada ruangan khusus untuk karya Raden Saleh.
Pindah ke bagian lain dari museum, saya juga masih menemui deretan lukisan karya pelukis-pelukis ternama lainnya. Bahkan, untuk masing-masing periode, dibuatkan ruang-ruang tersendiri. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki sejarah seni yang panjang dan kaya. Bahkan, di masa awal kemerdekaan, para pelukis juga termasuk sebagai pendukung perjuangan dan penyebar semangat melalui lukisan-lukisannya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Presiden Sukarno sangat mencintai lukisan dan memiliki hubungan yang baik dengan banyak pelukis.
Nah, dari blok lukisan-lukisan saya kemudian berpindah ke blok keramik. Nama areanya adalah “Ruang Keramik Asia-Eropa dan Kapal Karam”. Kenapa? Karena di sini dipamerkan juga keramik-keramik yang ditemukan di bangkai kapal karam. Sebagai negara maritim yang menjadi tempat lewat banyak kapal, perairan Indonesia ternyata menyimpan banyak harta karun di bangkai kapal. Mungkin masih banyak lagi bangkai kapal yang belum kita temukan.
Tumpukan tembikar dari bangkai kapal (sebelah kiri).
Nah, harta bersejarah yang paling sering dijumpai pada bangkai kapal kuno adalah keramik. Karena keramik adalah hasil budaya, yang dapat menunjukkan asal dan juga gambaran budaya pembuatnya, maka keramik merupakan salah satu sumber informasi mengenai sejarah. Tidak heran, ternyata ada kajian arkeologi yang khusus menangani temuan dari dasar laut, termasuk keramik.
Selain pameran keramik dari kapal karam, dipamerkan keramik-keramik lain, baik yang berasal dari dalam dan luar negeri. Kalau keramik dari luar negeri, umumnya keramik dari Cina kuno yang sample-nya cukup banyak. Tapi ada juga lho, keramik dari daratan Eropa. (Budaya timur tengah juga mengenal keramik yang indah, tapi saya lupa di museum ini ada spesimen-nya atau tidak.) Keramik, atau tembikar, adalah salah satu bukti kemajuan teknologi manusia, karena pembuatannya harus disertai pembakaran dengan suhu tinggi. Menguasai api adalah salah satu titik tolak kemajuan manusia primitif, dan menguasai pengelolaan suhu (panas sekali dan dingin sekali) adalah titik tolak kemajuan pengembangan peralatan modern.
Keramik nasional koleksi museum.
Museum ini juga memamerkan berbagai keramik dari seluruh penjuru Indonesia. Keramik modern, ya, maksudnya. Dan yang dipamerkan tidak hanya keramiknya saja, namun juga penjelasan penggunaan dan pembuatannya. Menurut saya penjelasannya cukup detil sehingga cocok untuk orang-orang yang memang mau mempelajari sepintas lalu mengenai perkembangan keramik nusantara.
Oh ya, untuk yang mau belajar membuat keramik, museum ini juga menawarkan kelas belajar keramik. Hanya saja, waktu saya berkunjung kemari di awal tahun 2018 ini, saya belum sempat mengikuti kelasnya. Mungkin suatu saat nanti saya akan mencoba belajar membuat keramik di sini.
Sesuai fungsinya sebagai salah satu tempat sosialisasi dan pembelajaran budaya, menurut saya, Museum Seni Rupa dan Keramik cukup berhasil memberikan penjelasan singkat mengenai budaya dan latar belakang yang mendorong perkembangan media seni (terutama lukisan dan keramik) yang dipamerkan. Dan melihat pameran di museum sambil membaca keterangannya seru juga lho. Di sini, saya baru tahu bahwa ternyata ada banyak ekspedisi arkeologi yang terkait dengan kapal karam di Indonesia. (Berhubung dulu waktu mahasiswa saya bacanya buku karangan Clive Cussler, saya lebih banyak tahu ekspedisi pencarian kapal karam legendaris di luar negeri.)
Koleksi lain dari museum.
Buat yang mau berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik, tidak perlu bingung. Bisa naik bus Transjakarta tujuan Kota (Koridor 1) atau naik KRL tujuan Stasiun Kota. Dari situ tinggal jalan kaki ke Taman Fatahillah, dan tengok saja di sebelah timurnya. Di sanalah berdiri Museum Seni Rupa dan Keramik. Yuk, ke museum!

22 Komentar:

  1. Balasan
    1. Yuk, yuk! Saya dari kecil memang suka mondar-mandir di museum. Dulu tuh, kalau ke museum, orang tua saya sampai bosan dan memilih nongkrong di warung atau di dekat meja resepsionis. Hahaha!

      Hapus
  2. Saya pernah ke Museum Wayang tapi blum pernah ke Museum Seni Rupa dan Keramik, ternyata lokasinya dekat ya?

    Sering skali keramik ditemukan di bangkai kapal2 kuno, bisa jadi tolak ukur kemajuan budaya suatu bangsa pada saat itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dekat banget ... cuma seberang-seberangan kok. Tapi memang karena ada pagarnya, jarang orang mampir ke museum Keramik ini.

      Hapus
    2. Oh.. Jd cuma disebrangnya, ga begitu merhatiin sih...
      Ke Museum Wayang aja udh lamaaaa skali, waktu pak de saya masih jd kepala museumnya, sekarang beliau udah almarhum.

      Hapus
    3. Wah, kepala museum tuh pekerjaan mulia, karena salah satu pekerjaannya adalah menjaga budaya bangsa. Nah, jadi sekarang ada alasan baru dong, untuk main lagi ke Kota Tua Jakarta. Hehehe.

      Hapus
  3. Wah, ternyata isi museumnya boleh juga ya. Bbrp kali lewat di depannya tanpa tertarik ngulik2 isinya, hehe!
    Terus terang agak2 males jalan2 ke museum, Krn sering dikecewakan oleh isi dan kondisi museum yang kurang terawat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... itu salah satu kendala dunia museum di Indonesia. Hanya segelintir saja yang relatif "kaya" punya donatur tetap seperti Museum Nasional. Padahal, museum adalah tempat belajar sejarah dan budaya bangsa yang paling baik lho.

      Hapus
  4. Sudah pernah kesana, tapi karena emank dasarnya gak begitu suka museum ya jadinya cuma sekedar lewat dan kebetulan ada pameran lukisan. Jadi lebih fokus ke pameran lukisannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha ... iya, tidak semua orang suka museum. Kalau suka pameran lukisan, mestinya rajin berkunjung ke Galeri Nasional, tuh. Selalu ada pameran.

      Hapus
  5. wah keren juga nich tempatnya. ane udah lama di Jakart belum sempat kemari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Datang saja ... sekalian kuliner di sekitaran Kota Tua. Banyak makanan enak, lho.

      Hapus
  6. Di antara banyak museum di kota tua, museum ini yang paling jarang dikunjungi. Mungkin karena koleksinya tidak banyak dan lokasinya yang agak nyempil di bagian timur laut. Makanya di museum ini sering diadakan acara-acara lain yang tidak berhubungan dengan museum. Misal acara temu baca, literatur, dan komunitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... isinya nanggung. Tapi konsep kapal karam itu cukup menarik karena tidak banyak yang memperkenalkan penelitian kapal karam di Indonesia.

      Hapus
  7. Membaca tulisan keren ini, saya teringat pernah membaca kabar bahwa tak sedikit Museum di Indonesia yang terbengkelai. Baik dari sisi konsep maupun teknis perawatan.

    Semoga museum Seni Rupa ini, tetap terpelihara dan semakin dikenal masyarakat.

    NB: Foto postingannya kurang gede, Mba Dyah...

    Eh, Maaf lahir batin ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sayang ya museum masih belum terlalu diminati masyarakat. Okay, batch selanjutnya gambarnya diperbesar. Maaf lahir batin juga ya.

      Hapus
  8. Banyak sekali karya seni warisan Indonesia di tempat ini ya Mbak. Pasti menarik jika kita urai kisah benda benda tersebut. Dan tentunya juga takan cukup waktu seharian hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Kalau bicara tentang museum, bisa-bisa seharian tuh melihat satu-satu penjelasan masing-masing koleksi. Tapi kalau bukan ilmunya, memang lama-lama bosan juga sih.

      Hapus
  9. ndak banyak hantunya nih, hehehe
    biasanya museum identik dengan hal2 gaib, itulah mengapa saya agak menghindari masuk museum.. :D

    kakve-santi(dot)blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh ... kalau soal hantu-hantuan saya tidak tahu. Sepanjang saya jalan-jalan di museum, nggak pernah ketemu hantu. Kan saya datang siang hari, nggak pake begadang di dalam museum. (Kalau malam hari nginep di dalam Museum Mandiri di area Kota Tua, mungkin agak serem kali ya.)

      Hapus
  10. Bersih dan tertata rapi museum satu ini.
    Kesan menakutkan seperti biasanya yang ditemui di museum, ngga kelihatan ya,kak.
    Bagus nih buat contoh museum-museum yang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kelihatan manajemen koleksinya sudah lebih modern.

      Hapus