Walau
saya sudah bertahun-tahun di Jakarta, tapi tetap saja ada beberapa daerah yang
saya belum pernah kunjungi. Cilincing salah satunya. Memang daerah ini bukan
tujuan wisata yang umum dikenal orang. Tapi sebenarnya ada banyak, lho, yang
bisa dilihat di sini.
Awal
bulan Maret yang lalu, salah satu teman saya mengatur sebuah private tour
dengan guide dari Jakarta Good Guide. Kenapa pakai private tour? Karena
sebenarnya bintang tamunya adalah beberapa guru bahasa asing yang jadi kenalan
si teman saya tadi. Biar enak, kita memang sengaja cari tour guide lokal yang
bisa cerita tentang sejarah dan budaya secara lengkap, dalam bahasa Inggris.
Nah, kami yang orang-orang Jakarta ikutan nebeng, sekalian jalan-jalan. Kebetulan,
dari orang Indonesia yang ada, tidak ada satupun yang pernah ke Cilincing.
Salah satu bagian Pelabuhan Cilincing. |
Cilincing
berasal dari nama pohon yang dulunya banyak dijumpai di daerah itu. Konon pohon
ini buahnya mirip dengan belimbing wuluh. Daerah Cilincing adalah daerah yang
memegang peranan cukup penting dalam sejarah. Tentara Inggris datang ke Batavia
melalui pantai di Cilincing ini. Di sini juga ada salah satu masjid tertua di
Jakarta, yaitu Masjid Jami Al Alam Cilincing. Masjid Jami Al Alam Cilincing
dibangun di abad ke-15 dan merupakan warisan dari Sunan Gunung Jati.
Sebetulnya,
nggak afdol kalau ke Cilincing tidak mampir ke Marunda. Namun karena
keterbatasan waktu, kami tidak sempat ke daerah Marunda dan mengunjungi Masjid
Jami Al Alam Marunda yang lebih dikenal dengan masjid si Pitung. Daerah Marunda
memang lebih populer dibandingkan dengan Cilincing, terutama karena keterkaitannya
dengan tokoh legendaris si Pitung.
Nah,
rute kami jalan-jalan di Cilincing cukup pendek. Rute kami adalah SMKN 36
Cilincing – Tempat Pengolahan Ikan Asin – Kampung Kerang Hijau – Krematorium
Cilincing – Pura Segara – Masjid Jami Al Alam – Vihara Lalitavistara. Tidak
hanya menikmati suasana baru, kami para peserta tour juga menikmati sejatinya
warga Indonesia: hidup saling berdampingan meskipun berbeda-beda.
Jalan-jalan melewati Kampung Deret di Cilincing. |
SMKN 36
adalah sekolah kejuruan yang lebih fokus pada lapangan kerja yang dekat dengan
pelabuhan dan perkapalan. Cocok sih, secara posisinya dekat dengan Tanjung Priuk.
Alasan tour guide kami mengajak berkumpul di sini adalah untuk mempermudah rute
jalan-jalan kami. Bukan apa-apa, posisinya sudah dekat dengan kampung nelayan
yang akan kami kunjungi.
Yang
pertama kami kunjungi adalah tempat pengolahan ikan asin. Di sini ikan yang
ditangkap oleh nelayan masih diolah dengan cara yang relatif tradisional. Ikan diolah
dengan air garam lalu dijemur di bawah sinar matahari. Kalau matahari bersinar
cerah, ikan-ikan ini bisa saja hanya disemur satu-dua hari, tapi kalau mendung,
bisa lebih lama lagi. Ikan asin yang diolah di tempat ini adalah jenis ikan
teri dan ikan-ikan kecil lainnya. Nah, kalau kita belanja ikan asin di pasar di
sekitaran Jakarta, bisa jadi ikan-ikan dari Cilincing turut masuk ke dalam kantong
belanjaan kita.
Menjemur ikan asin. Yang sedang dijemur ini adalah jenis teri. |
Selanjutnya
kami pindah ke kampung tetangga, yaitu Kampung Kerang Hijau. Apa itu Kampung Kerang
Hijau? Kampung Kerang Hijau adalah daerah pengolahan kerang hijau yang siap
digunakan untuk warung dan rumah makan di Jakarta.
Kerang
hijau memang sudah dibudidayakan di daerah Cilincing sejak tahun 1981. Selain
untuk memenuhi kebutuhan gizi warga Jakarta, budi daya ini juga digalakkan
untuk membantu perekonomian warga Jakarta Utara. Nah, selama jalan-jalan di
kampung itu, kami melihat proses pengolahan kerang hijau.
Pertama
kerang dilepaskan dari mediumnya yang berupa tali tambang raksasa. Kemudian
kerang dibersihkan dari kotoran yang menempel di cangkangnya. Setelah itu,
kerang diolah sesuai dengan permintaan pelanggan. Ada yang merebus kerang dan ada
yang mengupas kerang. Tentunya, ada juga yang memesan kerang hijau tanpa
dikupas, antara lain warung-warung seafood yang tersebar di seantero Jakarta. Kami
berjalan di atas pecahan kulit kerang yang mungkin sudah bertumpuk bertahun-tahun.
Jadi ingat istilah kjokkenmoddinger,
tumpukan fosil kerang sampah dapur dari jaman purbakala, di pelajaran sejarah
SMP.
Pengolahan kerang hijau. |
Oh ya,
kondisi tempat pengolahan ikan asin dan juga tempat pengolahan kerang hijau
sangat ... kampung sekali. Kerang diolah di bawah tenda terpal dan proses
pengupasan kerang dilakukan di pinggir jalan kampung. Sebetulnya kalau dilihat
jadi terasa kurang higienis ya. Tapi yang penting kan waktu akan dihidangkan
dimasak lagi sehingga lebih berbumbu dan lebih sehat. (Iya, kan ya?)
Kami
juga sempat mampir ke daerah pelabuhan di dekat kampung nelayan ini. Jujur
saja, jalan-jalan di daerah kampung nelayan ini membuat saya melihat potret
kawasan Jakarta yang terpinggirkan. Selama ini orang luar Jakarta melihat Jl.
Jend. Sudirman sebagai pusat kota, daerah Kemang dan Menteng sebagai kawasan
wisata, dan sekitaran Kebayoran Baru sebagai area tempat tinggal. Padahal, itu
semua kawasan baru, lho. Kebayoran Baru baru dijadikan daerah pemukiman di
akhir jaman penjajahan Belanda. Sedangkan Cilincing sudah menjadi tempat
pemukiman dari awal masa penjajahan. Mungkin mendongkrak wisata ke daerah sini
bisa turut membantu perekonomian setempat. Namun, entahlah.
Sebetulnya
kami juga sempat mampir ke Kampung Deret. Kampung Deret adalah kampung yang rumahnya
dibiayai untuk dicat warna-warni. Ini program dari tahun 2014 yang mungkin
dimaksudkan untuk merapikan kampung sekaligus meningkatkan pendapatan dari
sumber pariwisata. Tapi sepertinya program ini terkendala karena tidak semua
rumah dicat dan tidak terasa sebagai tempat yang nyaman untuk wisata. Agak
berbeda dengan kampung warna-warni yang ada di tempat lain.
(Bersambung.)
Mungkin kurang menarik konsep warna-warninya jadi kurang menjual untuk dijadikan tempat wisata...
BalasHapusLagipula proyeknya juga nggak selesai, Mas. Jadi juga nggak bisa dijual.
HapusSeneng kalau piknik ke tempat-tempat tertentu ada guide nya. Kadang, saya lebih ingin tahu asal muasal tempat yang saya kunjungi ketimbang hanya menikmati tempatnya.
BalasHapusItu yang tempat ikannya kalau gak salah kemarin tayang di TVONE ya Mba?
Eh? Malahan baru tahu itu masuk TV. Saya nggak pernah nonton TV. (Ini beneran.) Nah ... itulah sebabnya kami pakai Good Guide, karena bisa dapat penjelasan tentang daerah Cilincing. Kalau main ke sini, mampir ke masjidnya deh. Yang bangunan aslinya (kayu), walau di luar panas, di dalam tetap adem banget.
HapusWhuaa tak terasa tau2 bersambung, ceritanya seru. Aku suka wisata sejarah soalnya, ehehe... Desa nelayan ini kalau mau dirapikan bisa menjadi destinasi wisata juga ya padahal, sayang agak kumuh padahal nilai historisnya tinggi.
BalasHapusIya ... guide kami cerita kalau orang Belanda di tahun 40-an kalau mau liburan ke pantai, mereka main ke Cilincing. Di sini katanya dulu pantai yang cantik setara Bali. Tapi itu dulu ya.
Hapusyah kok bersambung ceritanya ? panjang kayaknya ya ? hehe.. ditunggu lanjutanya nih.. kalo dah keluar kasih tau yak.. he..
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung!
HapusWah sampai kampungnya dinamai kampung kerang hijau sesuai hasil olahan kerang hijau .. ,mantap ya.
BalasHapusBaca artikel ini, jadi teringat ke pelabuhan muara angke.
Sayangnya aku belum ke lokasi yang kak Dyah datangi ini.
Ntar kalo lanjutannya udah posting,kabari ya,kak ... aku penasaran sama ngetripnya nih
Sayangnya saya belum pernah dengar ada wisata budaya di Muara Angke. Kalau ada, pasti bakalan ikutan.
HapusKak, kalau ada ngga nya wisata budaya di pelabuhan muara angke aku kurang tau.
HapusCuma disana ada pasar pelelangan ikan dan banyak warung makan sederhana yang menjual masakan olahan hasil laut.
Murmer makan di warung sana,kak.
Hmm ... boleh, lah, dicoba makan ikan bakar di Muara Angke ...
HapusDulu saya hampir bekerja sebagai nelayan di Muara Cilincing tapi tidak jadi sempat melihat Panorama Pantai Utara Jakarta sangat Indah sekali, masih layak dijadikan tempat wisata paling dekat dari Ibu Kota Jakarta, semoga semakin bersih pantainya dan bersinar selalu.
BalasHapusIya, Pak. Selama pemerintah konsisten mengembangkan pariwisatanya. Harusnya kebersihan pantai juga semakin baik kalau ada niat dari seluruh pihak.
HapusInformatif dan menarik. Sambungannya mana ne hehehe, gan ga sekalian mampir di Marunda tempatnya si pitung hehhee. salam kenal gan
BalasHapusNah itulah, belum sempat mampir ke tempat si Pitung. Padahal udah dekat, ya...
HapusSudah pernah ke pulau seribu dan pulau pramuka mbak?
BalasHapusSudah, dong! Tapi sudah 10 tahun yang lalu. Sudah nggak tahu tuh, sekarang seperti apa tempatnya. Harusnya sih lebih bagus ya.
Hapus