Sudah
sering saya mendengar dan melihat nama “De Tjolomadoe”. Colomadu adalah nama sebuah
kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Karanganyar. Daerah Colomadu, di
jaman Belanda dulu, dikenal sebagai pusat produksi gula. Hal ini dapat dilihat
dari peninggalan berupa Pabrik Gula Colomadu, yang dibangun oleh Raja Mangkunegaran
IV. Pada awalnya, pabrik gula ini merupakan milik keluarga raja, namun kemudian
menjadi milik Praja Mangkunegaran, dan terakhir diambil alih oleh pemerintah Republik
Indonesia.
Gedung utama De Tjolomadoe. |
De
Tjolomadoe sendiri adalah kawasan multiguna yang menyediakan tempat kegiatan
masyarakat seperti area pameran, restoran, concert
hall, panggung seni, dan museum. Kawasan ini dibangun di area pabrik gula Colomadu.
Bangunan pabrik gulanya ditata ulang sehingga menjadi tempat wisata yang seru
dan cantik.
Pemugaran
kawasan De Tjolomadoe, sebenarnya, sampai saat tulisan ini dibuat, belum
selesai. Namun, kawasan ini sudah beberapa kali dipakai untuk kegiatan
masyarakat, antara lain konser musik dan pameran. Nah, di tanggal 20-22 April
2018 yang lalu, kawasan De Tjolomadoe menjadi tempat kegiatan Be Kraf Habibie Festival.
Berhubung saat itu saya sedang di Solo, saya iseng-iseng berkunjung kemari.
Saya
tidak akan banyak mengulas tentang kegiatan Be Kraf, karena bukan itu tujuan
utama saya kemari. Saya lebih tertarik bercerita tentang kawasan De Tjolomadoe.
Sebelum area ini direnovasi menjadi kawasan wisata budaya seperti sekarang,
tempat ini adalah tempat yang terbengkalai. Bukan apa-apa, pabrik gula Colomadu
terakhir beroperasi di tanggal 1 Mei 1997. Entah apapun yang menjadi rencana ke
depan untuk bangunan pabrik saat itu, pastilah bubar jalan saat ekonomi
Indonesia gonjang-ganjing di pertengahan tahun 1998. Jadi memang sejak tahun
1997 itu, pabrik ini menjadi bangunan tua yang terpuruk dan terabaikan.
Salah satu area yang jadi tempat Be Kraf 2018. |
Pabrik gula
Colomadu termasuk pabrik gula yang besar di jamannya. Selain didukung dengan
tenaga kerja yang banyak, tanah perkebunan tebu di sekitaran Surakarta dan Karanganyar
juga luas. Seiring dengan berjalannya waktu, biaya produksi gula semakin mahal,
area kebun tebu semakin habis dijadikan perumahan, dan tenaga kerjanya beralih
ke sektor lain yang lebih berkembang.
Sisa-sisa
kejayaan pabrik gula ini terlihat dari luasnya tanah area pabrik. Bahkan, di
sebelah barat bangunan utama, masih terdapat tanah kosong dengan sisa-sisa
pabrik yang masih belum direnovasi. Bangunan utama De Tjolomadoe luasnya
sekitar 7800 m2. Area yang dijadikan tempat parkirnya dikatakan
mampu memuat 600 kendaraan parkir. Jelaslah jaman dahulunya pabrik ini besar
dan produktif.
Masuk ke
dalam bangunan utama, kita akan melihat segmentasi ruangan, yang didasarkan
pada kegunaan area tersebut ketika masih berfungsi sebagai pabrik. Mungkin
karena menggunakan konsep penamaan Belanda, masing-masing area produksi disebut
dengan istilah stasiun. Jadi, saat pengunjung masuk ke dalam bangunan, dia akan
melihat petunjuk nama ruangan dengan sebutan stasiun.
Ada
empat stasiun yang saya lihat, yaitu Stasiun Gilingan, Stasiun Karbonatasi,
Stasiun Ketelan, dan Stasiun Penguapan. Nah, fungsi dari masing-masing stasiun
dapat dilihat di sisa-sisa mesin yang tetap dipertahankan di dalam desain
interior masing-masing area.
Stasiun Gilingan. |
Stasiun Penguapan. |
Di
Stasiun Gilingan, ada bekas mesin pencacah tebu. Mesin raksasa ini kini hanya
menyisakan roda-roda bergerigi raksasa yang menjadi tempat selfie para
pengunjung. Stasiun Karbonatasi adalah tempat pemurnian dan pengkristalan gula.
Saat ini yang tersisa hanyalah beberapa roda tua yang mungkin dulunya membantu
menggerakkan aliran bahan baku produksi.
Stasiun
Ketelan adalah tempat penghasil uap untuk menggerakkan mesin produksi. Di sini
ada ketel, atau tempat air raksasa. Sayangnya, waktu saya datang, di daerah ini
ada bagian yang masih direnovasi. Stasiun Penguapan adalah tempat penguapan
untuk mengurangi kadar air di dalam air tebu yang akan dijadikan gula. Di sini
terlihat ada tabung-tabung dan pipa-pipa yang mungkin digunakan untuk mengalirkan uap atau air.
Di
antara semua stasiun, stasiun yang paling menarik minat pengguna instagram
adalah Stasiun Penguapan dan Stasiun Gilingan. Soalnya, sisa-sisa mesinnya
cukup banyak dan unik. Tabung besi raksasa dan roda bergerigi yang besar banget
membuat pengunjung dapat berimajinasi seolah-olah memang sedang masuk ke dalam
sebuah pabrik yang produktif.
Karena waktu
saya datang sedang ada acara Be Kraf, sebagian besar ruangan dipakai untuk
pameran dan jualan aneka macam produk.
Sebetulnya, menarik juga jalan-jalan, foto-foto, sambil lihat-lihat kain dan
makanan yang dijual. Siapa tahu dapat barang lucu buat dibawa pulang.
Melihat-lihat sisa mesin pabrik jaman dulu. |
Di area
De Tjolomadoe juga terdapat Tjolomadoe Hall, tempat konser dimana David Foster
pernah konser di sini. Karena saat itu tidak ada konser, saya tidak bisa
intip-intip apa isi ruang konser ini. Tapi harusnya sih, ya cukup bagus lah ya
... Di hall menuju ke Tjolomadoe Hall, yang disebut juga Sarkara Hall, terdapat
area yang dapat digunakan untuk pameran produk.
Nah,
buat yang ingin makan-makan di sini, terdapat sebuah cafe yang disebut sebagai
Besali Cafe. Besali Cafe adalah restauran yang terletak di tempat pembuatan
suku cadang mesin pabrik. Tempatnya unik, karena menyerupai bengkel.
Di luar
bangunan utama, ada beberapa bangunan kecil yang dari bentuknya terlihat jadul.
Ada menara tua, bangunan seperti rumah yang sekarang menjadi tempat kendali
listrik, dan ada satu rumah bergaya Belanda yang sepertinya masih menjadi area
Mangkunegaran. Sayangnya, saat saya berkunjung ke De Tjolomadoe,
bangunan-bangunan ini tidak dapat dikunjungi. Bahkan, rumah yang sepertinya
masih menjadi area Mangkunegaran itu masih direnovasi.
Salah satu bangunan di kompleks De Tjolomadoe. |
Jujur
saja, konsep wisata budaya dengan mengunjungi sisa-sisa pabrik masih tergolong
baru di Indonesia. Sisa-sisa mesin yang sengaja dijadikan bagian dari interior
bangunan membuat tempat ini cukup unik dan instagrammable.
Mungkin karena masih dalam proses pembangunan, masih ada beberapa bagian yang
terlihat buru-buru dikerjakan atau malahan masih belum seadanya. Tapi menurut
saya konsep yang diusung kawasan ini keren banget.
Sayangnya,
saya tidak melihat (atau belum disiapkan) papan yang berisi sejarah detil
pabrik. Detil rencana dan progres pembangunan De Tjolomadoe ada. Namun sejarah
pabrik seperti dulunya dibangun siapa, produknya dulu berapa banyak, dijual ke
mana saja, tutupnya bagaimana, foto-foto jaman dulunya bagaimana, tidak
terpampang. Entah karena dokumentasinya disimpan pihak Keraton Mangkunegaran
dan mereka enggan berbagi, atau memang De Tjolomadoe tidak hendak
mengungkit-ungkit masa lalu.
Tapi
tetap saja, saya puas dengan kunjungan ke De Tjolomadoe ini. Saya tunggu selesainya
proses revitalisasi pabrik gula Colomadu ini. Siapa tahu saya bisa datang
kemari lagi setelah nantinya benar-benar diresmikan dan beroperasi secara
penuh.
Mari kita tunggu kelanjutan revitalisasi Pabrik Gula Colomadu ini. |
Catatan:
Untuk yang berminat mengetahui sejarah Pabrik Gula Colomadu, coba intip rangkuman
yang cukup lengkap dari Mbak Ningrum di https://adaningrum.blogspot.co.id/2015/01/manisnya-sejarah-pabrik-gula-colomadu.html.
Terus terang ... aku angkat jempol buat bangunan megah pabrik gula Colomadu ini 👍
BalasHapusGagah, terawat dengan apik dan struktur bangunannya khas banget peninggalan VOC
Semoga kelak aku kesampaian kesana.
Nice sharing info, kak Dyah.
Iya... dan yang keren lagi adalah, bangunan ini dibangun atas inisiatif orang Indonesia sendiri, bukan milik Belanda. Ini kan peninggalan keraton Mangkunegaran.
HapusIya,kak Dyah.
HapusDibangun oleh orang Indinesia sendiri dengan arsitektur bangunan kolonial yang gagah dan tinggi.
Coba pas sore atau malam mbak.. Lampu-lampunya keren hlo...
BalasHapusWaa.... ntar kalau main ke Solo lagi gue coba lewat sana malam-malam.
Hapuswah, menarik sekali ya mbak Dyah :)
BalasHapusbaru tau soal ini, tempatnya penuh dengan sejarah.
bisa berkunjung ke sana sepertinya seru banget. semoga di lain kesempatan bisa ke sana :)
salam,
ceritaliana.com
Iya... ada banyak tempat yang sebetulnya bersejarah, tapi gak ada informasinya. Sayang kan, kalau informasi seperti itu hilang dimakan jaman.
Hapusiya betul mbak, kalau bukan kita yang bantu mengabadikan. siapa lagi ya?
HapusMbak Dyah, benar kah kata orang di pabrik gula itu g' ada semutnya?. Soalnya sering saya mendengar dari perkataan-perkataan orang. (Mitos atau Fakta?)
BalasHapusWah ... saya nggak ngecek tuh. Mungkin bisa dicoba satu eksperimen, sekali-sekali berkunjung ke sana terus taruh permen satu dipojokan dan ditunggu seharian. Hehehe ...
Hapus