Ternyata, naik bus ke desa-desa di
Perancis timur juga bisa menjadi petualangan tersendiri. Selain susah menemukan
orang yang bisa bahasa Inggris (termasuk sopir bus), ketidaktahuan tentang trayek,
nama jalan, dan juga serba-serbi perusahaan transportasi setempat juga bisa
menjadi sumber kebingungan. Untuk informasi yang sifatnya lokal di kota kecil
atau desa, browsing pakai bahasa lokalpun juga tidak terlalu membantu. Tanya ke
orang juga untung-untungan. Yah, itulah seninya jalan-jalan ke desa di luar
negeri.
Bus yang mengantar kami ke Eguisheim. |
Sebelum berangkat ke Perancis, kami
sudah mencari tahu tentang desa Eguisheim. Gambar tentang Eguisheim sih,
melimpah di internet. Tapi petunjuk kendaraan umum untuk ke sana sedikit banget.
Ada berbagai pilihan, tapi kami merasa kurang mantap dengan jadwal bus yang
kami dapatkan. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengirim email ke Office de
Tourisme – Eguisheim untuk menanyakan jadwal PP bus dari Colmar ke Eguisheim.
Alamat emailnya ada di website resmi pariwisata desa Eguisheim di http://www.ot-eguisheim.fr/en/.
Setelah mendapatkan jawaban dari kantor pariwisata tersebut, barulah kami
mengatur jadwal keberangkatan menuju Eguisheim.
Karena kami datang di awal musim gugur,
bukan di musim liburan, jadwal busnya kurang cocok untuk turis. Bus dari Colmar
menuju Eguisheim paling pagi adalah jam 12 siang. Busnya bernomer 208. Tidak
ada bus yang lebih pagi. Ya sudah, jadinya kami jalan-jalan ke pasar di Colmar
dan foto-foto dulu di tempat-tempat cantik sebelum ke tempat pemberhentian bus.
Begitu sampai di daerah pemberhentian
bus, ternyata mencari halte yang tepat juga menjadi PR tambahan bagi kami.
Katanya halte bus untuk ke Eguisheim terletak di dekat gedung Teater. Nah,
ternyata, gedung Teater letaknya di pertigaan. Memanjang di ketiga jalan ini,
ada beberapa halte bus untuk perusahaan
yang berbeda-beda, dan untuk jalur yang berbeda-beda, dan semuanya menggunakan
nama halte pemberhentian Teater. Terus, di masing-masing jalan, halte selalu
ada di kedua sisi jalan. Lha, kami harus menunggu di mana?
Gedung teater Colmar yang ada di pertigaan. |
Kami lalu bertanya ke beberapa orang.
Ada mbak-mbak yang bisa bahasa Inggris, tapi ternyata turis lokal yang juga
tidak tahu bus menuju Eguisheim. Ada bapak-bapak tua yang sedang duduk-duduk di
salah satu halte, yang tidak bisa bahasa Inggris, tapi mau membantu mencarikan
haltenya. Masalahnya, dia juga tidak tahu yang mana haltenya. Ada gerombolan
mahasiswa, dan ada juga remaja pacaran, semuanya kami tanya, tapi tidak ada
yang tahu bus yang menuju ke Eguisheim.
Akhirnya, waktu ada sembarang bus
berhenti di salah satu halte, saya langsung iseng bertanya ke mbak-mbak yang
jadi kenek bus. Eh, ternyata dia bilang bis ke Eguisheim itu jarang, karena itu
bus regional. Sedangkan perusahaan bus tempat dia bekerja adalah bus kota.
(Jadi, bus yang menuju Eguisheim berada di bawah pengawasan pemerintah
provinsi, sementara bus yang umumnya mondar-mandir di Colmar adalah bus di
bawah pengawasan pemerintah kota.) Terus dia menyuruh kami menunggu persis di
pertigaan karena seharusnya bus itu akan muncul tepat di situ.
Setelah selama sekitar satu jam kami
kerjanya bolak-balik di pertigaan, ke arah sana lalu kembali lagi, ke arah
sini, terus memutar lagi, akhirnya kami menunggu tepat di pertigaan. Tak lama,
bus dengan nomer 208 muncul di pertigaan dan langsung berbelok menuju ke ...
seberang jalan dari tempat kami berada. Berhentinya di halte yang agak jauh
pula! Buru-buru kami lari menyeberang jalan – padahal lampu petunjuk jalan
menunjukkan warna merah untuk penyeberang jalan. Yah, namanya juga turis yang
takut ketinggalan bus. Untung jalanan relatif sepi. Dan untungnya, orang
Perancis (termasuk di Paris) tidak terlalu kaku dengan rambu-rambu lalu-lintas.
Kalau di Jepang atau di Singapura, kami bisa langsung ditangkap polisi.
Jadi, kemana kita? |
Dan ternyata ... di halte tempat bus ini
berhenti, ada nomer 208 tertera di situ. Sayangnya, waktu kami mondar-mandir,
kami tidak melihat nomer ini di sini. Huh! Mungkin kurang cuci mata. Dan
setelah kami ikut antrean orang-orang yang akan masuk ke dalam bus, barulah
kami tahu mengapa penduduk lokal kebanyakan tidak tahu tentang bus ini.
Mayoritas orang yang naik bus ini adalah turis.
Walau sopir bus merangkap
keneknya cuma bisa bahasa Inggris pas-pasan, tapi para calon penumpang tetap
menghujani dia dengan pertanyaan dengan bahasa Inggris. Berdasarkan ilmu
cenayang hasil browsing-browsing, menurut saya, penduduk lokal Colmar jarang ke
Eguisheim karena di desa itu memang tidak ada apa-apa yang menarik untuk orang
lokal. Kalau tujuannya adalah untuk wisata, mereka memilih naik mobil pribadi
atau sepeda. (Naik sepeda dari Colmar ke Eguisheim sekitar 40 menit, kalau
menurut GoogleMaps.)
Harga tiket Colmar – Eguisheim adalah
EUR 16,20 untuk bertiga, pulang pergi. Bus dari Colmar ke Eguisheim memakan
waktu sekitar 30 menit. Kenapa hampir sama dengan jangka waktu kalau naik
sepeda? Karena kalau naik sepeda, orang akan lewat jalan lurus yang membelah
kebun anggur. Jalan yang lewat kebun anggur nggak mungkin dilewati bus. Kalau
naik bus, busnya muter-muter dulu karena dia akan mengantar orang ke
dusun-dusun yang ada di sekitar Colmar. Kalau naik mobil pribadi tapi lewat
jalan nasional, kata GoogleMaps, hanya membutuhkan waktu 18 menit.
Selama pemandangannya cantik, mau lewat mana saja juga okeh. |
Nah, sesampainya di tempat tujuan,
turis-turis langsung menghujani sopir bus dengan pertanyaan tentang kedatangan
bus yang akan mengantar mereka kembali ke Colmar. Dengan bahasa Perancis campur
bahasa Inggris campur bahasa tarzan, si sopir menerangkan bahwa jam 17:10 dia
akan kembali untuk menjemput para turis. Okeh! Jadi ada waktu sekitar empat setengah
jam untuk jalan-jalan di desa Eguisheim. Jadi, kami lalu menghabiskan waktu empat
setengah jam di Eguisheim. Ceritanya sudah diposting di artikel sebelumnya, ya.
Jam lima kurang, turis-turis sudah
berkumpul di tempat yang ditentukan. Tidak hanya turis berbahasa Inggris,
turis-turis berbahasa Cina juga ikutan antre. (Padahal waktu berangkat saya
tidak melihat mereka. Mungkin mereka berangkatnya pakai taksi, pulang ke Colmar
baru naik bus.) Oh ya, ada juga ibu-ibu yang berangkat ke Eguisheim bersamaan
dengan saya di bus, tapi pulangnya naik taksi karena ingin pulang lebih awal.
Entah kenapa, kami bisa sempat saling ngobrol waktu mampir ke salah satu pabrik wine.
Tepat jam 17:10, bus datang. Kami segera
antre untuk masuk bus. Di perjalanan, kami sempat berhenti di sebuah sekolah,
dan ikut mengantar beberapa pelajar SD ke rumah. Rumah mereka letaknya di
desa-desa lain di sekitar Colmar yang dilewati bus ini. Desa mereka ini tak
kalah cantik dibandingkan dengan Eguisheim dan Colmar. Bahkan, ada desa yang punya
alun-alun kecil dengan pancuran di tengahnya. Ada juga desa yang punya
alun-alun mini dengan patung yang cantik. Sayangnya, karena busnya cuma
berhenti sebentar dan posisi duduk saya tidak pas untuk mengambil gambar, ya
tidak ada foto-fotonya. Desa mereka ini umumnya jalannya sempit banget, sampai
bus ini kalau mau belok pelan-pelan banget; karena kalau salah belok, bisa
menyerempet dinding rumah orang.
Kebun anggur di sepanjang jalan. |
Selain pemandangan desa-desa kecil di
sekitaran Colmar, sudah pasti di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan
kebun anggur. Eguisheim dan Colmar terletak di Route de Vin atau jalur anggur,
dimana daerah ini memang dikenal sebagai penghasil wine terenak di Perancis
timur. Jadi, kebun anggur menjadi pemandangan wajib di sekitar sini.
Jam 17:45, kami diturunkan di halte
Teater. Mayoritas turis sudah turun di stasiun kereta api, mungkin lanjut ke
kota lain. Yang turun di halte Teater hanya kami bertiga. Ya sudahlah, yang
penting petualangan ke Eguisheim sudah selesai dengan lancar. Sisa waktu yang
ada, kami gunakan untuk muter-muter di kota tua Colmar sampai bego. Soalnya ...
besok kami sudah harus berangkat ke Paris!
(Bersambung.)
Seru banget bisa jalan2 ke Paris. Liat suasana pedesaan di luar negeri...
BalasHapusSama serunya dengan lari² mengejar bus AKAP waktu kesorean di Trowulan, Jawa Timur, padahal mau menginap di Solo, Jawa Tengah. Hahaha!
HapusDisana desanya rapi2 yaa.. rumahnya juga cantik2..
BalasHapusWah nyebrang sembarangan, untung gak dicyduk polisi :D
-Traveler Paruh Waktu
Hahaha! Orang Perancis biasa nyeberang jalan sembarangan, kayak orang Indonesia. Jadi serasa orang lokal ...
Hapus