Keindahan kota Colmar, apalagi bagian kota tuanya, sudah terkenal ke
seluruh dunia. Sampai-sampai, di Malaysia dibangun kompleks wisata Colmar
Tropicale untuk memuaskan keinginan orang-orang di Asia Tenggara menikmati
suasana kota tua Colmar namun dengan biaya yang terjangkau. Saya sih belum
pernah berkunjung ke Colmar Tropicale, jadi saya tidak bisa membandingkan. Tapi
yang jelas, rumah-rumah tua di sekitaran Colmar, Perancis ini memang cantik
banget seperti di desanya Belle di film Beauty and the Beast.
Di Colmar, tersedia kereta wisata untuk area kota tua. |
Kami menginap di Colmar selama tiga malam. Walaupun kami juga menyempatkan diri
untuk pergi ke kota atau desa lain di sekitaran Colmar, tapi memang waktu yang
kami habiskan di sini cukup lama. Jadi, saya bisa puas-puasin diri untuk
mengamati detil rumah tua khas Alsace. Spot-spot yang cantik bisa kami lewati
tiga-empat kali. Di tempat-tempat yang menarik, kami bisa berlama-lama memandangi
detil ukiran atau bentuk rumah, sambil menikmati udara Colmar yang sejuk. Jadi,
walaupun di sini saya menuliskannya sebagai pengalaman di hari ke-5, sebenarnya
ada beberapa tempat yang kami lewati atau kami kunjungi di waktu lain selama
kami menginap di Colmar.
Daerah paling terkenal di Colmar adalah
La Petite Venice. Daerah Petite Venice ini adalah daerah yang dilalui oleh kanal,
dimana rumah-rumah tua berbaris di pinggir kanal, seperti di Venesia, Italia.
Dulunya, daerah Petite Venice ini adalah daerah tempat tinggal pedagang ikan,
pedagang daging mentah, dan pembuat kerajinan kulit. Sekarang tempat ini
menjadi tempat wisata utama turis di Colmar. Salah satu kegiatan yang paling
disukai oleh turis adalah naik sampan di sepanjang kanal sambil mendengar
petugas menceritakan sejarah Colmar.
La Petite Venice. |
Berhubung waktu di Strasbourg kami tidak
jadi naik kapal menyusuri sungai, jadinya waktu di Colmar kami memutuskan untuk
mencoba boat tour di sepanjang La
Petite Venice. Ada dua penyelenggara boat tour di Colmar. Yang satunya, pos
berangkatnya dari dekat rumah makan La Krutenau; yang satunya lagi, pos
berangkatnya dari dekat jembatan Saint Pierre. Harganya sama, EUR 6 per orang. Satu
sampan bisa muat 8 orang. Kami memilih kapal yang berangkat dari dekat jembatan
Saint Pierre.
Jarak yang ditempuh sebetulnya pendek.
Perjalanan kapal total 30 menit. Sepanjang perjalanan, guide kami bercerita
tentang budaya Colmar jaman dahulu. Misalnya, ada masanya dimana warna cat
tembok ditentukan dari apakah penghuninya Katholik atau Protestan. Ukiran di
kusen jendela bisa menjadi sumber informasi, apakah anaknya pemilik rumah sudah
menikah atau belum. Ada juga warna atau ukiran yang menunjukkan jenis pekerjaan
pemilik rumah. Terus ditunjukkan juga toilet jaman dulu ... yang hanya berupa
lubang di lantai teras yang menjorok ke atas sungai! Tentunya sekarang semua
itu sudah tidak berlaku lagi. Guide kami bercerita dalam bahasa Inggris dan
Perancis secara bergantian, karena penumpang sampan yang lain adalah turis
lokal Perancis.
Naik sampan di kanal di La Petite Venice. |
Di sepanjang kanal, terdapat banyak kafe
dan restoran, untuk yang ingin berleha-leha sambil menikmati pemandangan di
sekitar kanal. Di ujung kanal (di batas akhir sampan wisata boleh lewat),
terdapat pasar tradisional, yang disebut sebagai le marché couvert. Pasar ini
tidak buka di hari Senin, jadi kami sebenarnya berkunjung ke pasar ini keesokan
harinya (di hari keenam perjalanan kami di Perancis). Tapi ceritanya sekalian
di sini saja ya.
Di pasar, kami belanja daging sapi asap
berbumbu dan buah-buahan untuk makan. Daging asap berbumbu, kalau tidak salah
ingat harganya EUR 14 untuk seperempat kilo lebih sedikit. Buah-buahan yang
dijual tergantung musimnya. Di bulan September yang lalu, yang sedang musim
(dan paling murah) adalah buah plum. Jadinya hampir tiap hari kami makan buah
plum. Selain daging dan buah, di sini juga dijual berbagai jenis keju dan
sayur-sayuran. Catatan: Di sini tidak dijual makanan halal. Untuk yang mencari
makanan halal, harus mencari tukang daging halal yang ada di tempat lain di
Colmar.
Pasar di kota tua Colmar. |
Seperti layaknya kota wisata di
Perancis, di Colmar juga ada beberapa museum. Namun, karena kami tidak berminat
untuk masuk ke museum (penyebab utamanya sih, sebetulnya pelit), jadi kami
hanya foto-foto di depannya saja.
Colmar adalah kota kelahiran Frédéric
Auguste Bartholdi, perancang patung Liberty di New York. Rumah tempat kelahiran
Pak Bartholdi ini dijadikan Museum Bartholdi. Di dekat situ, ada Restoran
Bartholdi, yang konon menyajikan masakan dari resep keluarga Bartholdi. Tapi
saya nggak makan di situ, ya.
Selain Museum Bartholdi, di Colmar juga
ada Museum Unterlinden, Museum Boneka (Musée du Jouet), Museum Hansi, dan juga
Musée d'Histoire Naturelle et d'Ethnographie. Di antara semua museum itu, yang
paling terkenal adalah Museum Unterlinden yang menyimpan barang-barang
bersejarah dari Colmar dan sekitarnya. Tapi karena harga tiket masuknya EUR 13,
kami memilih memuaskan diri bolak-balik di sekitar gedungnya saja. Hahaha!
Patung di halaman Museum Bartholdi. |
Salah satu bangunan yang dikenal banyak
turis karena mencolok adalah Koïfhus yang dulunya adalah gedung bea cukai.
Mulai digunakan sejak tahun 1480, gedung ini sudah berulang kali direnovasi
sampai akhirnya terlihat seperti sekarang ini. Bangunan ini tidak akan
terlewatkan karena atapnya mencolok dan gedungnya besar.
Akan tetapi, bangunan yang paling
menarik dari bangunan-bangunan kuno yang ada adalah La Maison Pfister. Rumah
yang sudah berdiri sejak tahun 1537 ini, pertama kali dimiliki oleh ahli
pembuat topi bernama Ludwig Scherer. (Ingat film tentang kerajaan Eropa jaman
dulu, dimana tokoh-tokoh perempuannya sering terlihat memakai topi yang
berbulu-bulu atau topi yang hiasannya banyak? Nah, jaman dahulu, topi termasuk
karya seni dan harganya lumayan juga.) Rumah ini khas karena seluruh bagian
temboknya dilukis, dan kayu-kayu rangkanya diukir indah.
Detil di sudut La Maison Pfister. Temboknya dipenuhi lukisan. |
Ada juga rumah yang bentuknya unik,
dihiasi dengan banyak patung kepala, yang dikenal dengan sebutan La Maison des
Têtes. Rumah yang didirikan di tahun 1609 ini sekarang berfungsi sebagai hotel.
Iseng-iseng lihat di Booking.com, ternyata harga kamar per malamnya sekitar
empat juta rupiah! Wow!
Pada dasarnya, keliling kota tua Colmar
sebenarnya adalah berputar-putar menikmati rumah-rumah tradisional khas Alsace (half-timbered houses) dan melihat monumen atau patung-patung (beberapa di antaranya karya Pak
Bartholdi) yang menarik. Kalau tidak tertarik dengan arsitektur atau sejarah,
atau kurang menyukai seni ukir/seni lukis, setengah hari jalan di Colmar sudah
akan merasa cukup. Tapi untuk kami bertiga yang cinta seni dan bentuk-bentuk
bangunan, tiga malam menginap di sini juga belum cukup. Hahaha!
Rumah khas Alsace. Ciri khas kota tua Colmar. |
Kemanapun kami mondar-mandir di kota tua
Colmar, kami menjumpai patung-patung yang menjadi monumen penghormatan kepada
tokoh-tokoh yang dianggap penting. Yang paling saya ingat adalah patung
Roesselmann yang dibuat oleh Auguste Bartholdi. Jean Roesselmann adalah pahlawan
lokal yang membela kemerdekaan Colmar dari serangan penguasa Strasbourg di
tahun 1262. Patungnya sendiri dibuat di tahun 1888. Menurut sejarah, di jaman
dahulu, kota-kota di Eropa kadang-kadang merupakan kerajaan kecil atau daerah
merdeka yang tidak tunduk pada raja manapun. Dan, seperti sejarah
kerajaan-kerajaan di Jawa, masing-masing daerah atau kerajaan itu bisa
berperang satu sama lain. Jadi, peta Eropa sekarang dan, misalnya, 300 tahun
yang lalu, akan sangat jauh berbeda.
Selain patung-patung sebagai monumen, di
Colmar juga terdapat beberapa pancuran dan sumur. Di abad pertengahan, pancuran
dan sumur adalah tempat orang mengambil air untuk kehidupan sehari-hari dan
juga tempat bersosialisasi. Jaman sekarang, hanya turis yang mondar-mandir di
dekat pancuran atau sumur untuk foto-foto.
Roesselmann Fountain. Pancuran dengan patung Jean Roesselmann di atasnya. |
Selayaknya kota tua Eropa, gedung utama
Colmar kuno adalah gereja. Di jaman dahulu kala, seluruh kegiatan sosial
masyarakat berpusat di gereja. Tidak heran, ada banyak gereja di Colmar. Bahkan,
ada beberapa gereja yang letaknya berdekatan. Ada juga bangunan yang dulunya
gereja namun sekarang sudah berubah fungsi. Umumnya, gereja-gereja tua ini
merupakan saksi bisu sejarah kota Colmar sejak abad pertengahan.
Apartemen tempat kami menginap letaknya
cuma selemparan batu dari Eglise des Dominicans atau gereja Dominican. Gereja
ini cukup unik. Gereja kuno di Eropa umumnya terlihat mewah, tapi gereja
Dominican terlihat polos dan kaku. Hanya pintunya yang diukir-ukir, sedangkan
temboknya polos dan terlihat tua. Bentuk gereja yang sederhana memang merupakan
salah satu ciri khas gereja Ordo Dominican di abad pertengahan.
Mengagumi lukisan kuno yang dibuat di tahun 1473. The Madonna of the Rose Bower. |
Di dalam gereja
ini ada lukisan yang sangat terkenal, yaitu The Madonna of the Rose Bower.
Lukisan ini dilukis di tahun 1473 oleh Martin Schongauer. Martin Schongauer
adalah pelukis kelahiran Colmar yang terkenal di periode Holy Roman Empire di abad pertengahan. (Holy Roman Empire adalah
daerah kekaisaran di Jerman dan sekitarnya di tahun 900-an sampai tahun
1500-an. Mohon dibedakan dengan Kekaisaran Romawi Kuno di jamannya Asterix dan
Obelix.)
Ada juga satu gereja yang tidak terlalu
jauh, yaitu Église Saint-Martin atau Saint-Martin’s Collegiate Church atau
gereja Saint-Martin. Gereja ini adalah gereja Katholik. Gereja yang ukurannya
cukup besar (dibandingkan gereja kuno lain di Colmar) ini sering juga disebut
sebagai katedral, meskipun sebetulnya bukan. Alun-alun di dekat gereja ini
dikenal dengan nama La Place de La Cathédrale. Gereja yang bernuansa gothic ini
didirikan di tahun 1234 dan sudah beberapa kali mengalami renovasi.
Gereja Saint-Martin. Ada sarang burung bangau di puncak atapnya. |
Supaya jalan-jalan di Colmar lebih
maksimal, sangat disarankan untuk mendatangi Office de Tourisme yang letaknya
di dekat Museum Unterlinden. Di sini, sebaiknya mengambil peta turis (tourist map) dan mempelajari
tempat-tempat yang menarik supaya tidak ada yang terlewatkan. Keseluruhan titik
kunjungan tourist trail di peta turis
sebenarnya bisa dilewati dalam sehari. Jadi, kalau memang kejar tayang harus
mengunjungi seluruh tempat menarik (tanpa masuk ke dalam atau memperhatikan
detil bangunan, ya) dalam sehari, ya bisa saja.
Jujur saja, tinggal di Colmar benar-benar
menyegarkan pikiran dan jiwa. Apalagi kami memang hanya muter-muter di kota tua
saja. Jadi kami tidak terlalu “teracuni” oleh gedung modern. Setiap harinya,
kami cukup puas melihat gedung kuno, kafe, penjual pernak-pernik dan makanan, serta
monumen yang indah. Kalau kebetulan sedang berkunjung ke Eropa, saya sarankan
mampir ke Colmar. Nggak akan rugi.
Koïfhus dan kafe-kafe di sekitarnya. |
Di hari selanjutnya, kami mengunjungi
sebuah desa yang tak kalah cantiknya, yaitu desa Eguisheim. Tunggu artikel
selanjutnya ya.
(Bersambung.)
artikel yg sangat membantu untuk persiapan mengunjungi kota Colmar, thank you , merci
BalasHapus