19 September 2017

Dari pantai Parai Tenggiri, kami lanjut ke De’locomotief yang terletak di Pantai Tongaci. Pantai Tongaci sendiri terletak di daerah Sungailiat juga. De’locomotief adalah kompleks wisata swasta yang terdiri dari tempat makan, tempat belanja barang-barang seni, museum pribadi, dan juga tempat penangkaran penyu. Ada biaya masuknya sih, tapi karena tour guide kami sudah maju duluan, ya kami tinggal lenggang kangkung masuk ke dalam. (Asik, kan ...)
Tempat menetaskan telur penyu di De'locomotief.
Di De’locomotief ini kami menyempatkan memperhatikan penyu penghuni penangkaran. Penyu-penyu ini ditetaskan dari telur, namun ketika sudah cukup besar mereka dilepas ke laut. Menuut tour guide kami, pemilik De’locomotief memiliki visi bahwa bertahun-tahun yang akan datang, penyu yang ditetaskan di sini akan kembali lagi untuk bertelur. Mungkin untuk prospek wisata jangka panjang kali ya ...
Waktu saya kemari, museum pribadinya tutup. Toko-toko dan tempat makan juga banyak yang tutup. Maklum, long weekend ini kan disebabkan karena ada tanggal merah Idul Adha. Nah, banyak pegawai di Bangka yang tidak bekerja di Idul Adha. Selain Idul Adha tahun ini jatuh di hari Jumat, sebagian besar penduduk Bangka juga tentunya ikut kegiatan kurban. Jadinya banyak tempat makan dan tempat kegiatan yang tutup. Kalau ada tempat makan yang buka, ya biasanya tempat makan milik keluarga keturunan China dan merekalah yang langsung terjun untuk menangani pelanggan.
Dari kawasan wisata ini, kami lalu dibawa menuju ke sebuah tempat makan karena ... kami sudah lapar. Kami dibawa ke Rumah Makan Seafood Aju di Jl. Depati Hamzah, Pangkalpinang. Ternyata rumah makan ini adalah cabang Rumah Makan Aju yang ada di Taman Palem Lestari Jakarta Barat. Di sini kami makan kepiting bakar, sop ikan, dan terong goreng tepung. Kepiting bakarnya dibungkus daun pisang, sehingga baunya harum – dan rasanya sudah pasti enak. Kepitingnya lumayan besar, bisa untuk berempat.
Pembuatan martabak manis di Martabak Acau.
Habis itu, dalam keadaan kekenyangan, tour guide kami memaksa untuk menerima martabak bangka yang dibeli di Acau Martabak 89. Martabak Acau terletak di Jl. Soekarno Hatta. Kabarnya martabak bangka di sini terkenal nikmat. Nggak heran yang antre banyak banget. Dan rasanya, memang okeh banget sih. (Sayangnya kami sebenarnya sudah cukup kekenyangan malam itu, jadi martabak ini jadi makan pagi.)
Dari tempat makan, kami dibawa ke tempat menginap di Hotel Menumbing Bangka. Hotel ini lumayan unik juga lho. Liftnya tidak berpintu, jadi seperti lift bangunan super tua di Eropa. Pintunya hanya ada di tembok. Jadi, kalau kita masuk ke dalam lift, kita membuka pintu seperti mau masuk ke dalam ruangan. Kalau pintu sudah ditutup, kita baru pencet lantai tujuan kita dan lift akan bergerak. Kalau kita maju melewati garis batas di depan, liftnya akan berhenti ... soalnya di kotak liftnya sendiri tidak ada pintunya!
Menurut tulisan di tembok bangunannya, bangunan Hotel Menumbing ini aslinya adalah rumah tinggal seorang kapten China yang dibangun di tahun 1900-an. Di tahun 1960-an, bangunan ini menjadi kantor Kodim. Di tahun 1980-an, barulah keluarga yang sekarang mengelola hotel ini membeli rumah ini dan menjadikannya hotel. Hotel ini sederhana, namun menyenangkan. Bentuk bangunannya terlihat jaman dulu banget, tapi bersih dan terasa modern.
Hotel Menumbing Bangka.
Keesokan paginya, kami check out dan diantar ke Bangka Botanical Garden. Bangka Botanical Garden terletak di dekat areal perumahan Citraland Botanical City, yang terletak di daerah Pangkalpinang. Bangka Botanical Garden adalah kawasan agrowisata dimana pengunjung bisa melihat berbagai jenis tumbuhan, burung-burung, dan juga bisa mempelajari kegiatan yang terkait dengan peternakan. Dulunya, tempat ini adalah hasil Corporate Social Responsibility dari sebuah perusahaan tambang yang cukup besar di Bangka. Namun untuk selanjutnya, tempat ini menjadi tempat wisata.
Di sini ada peternakan sapi, lho. Waktu saya berkunjung kemarin, saya menjadi saksi proses pemisahan anak sapi dengan induknya (karena anak sapi dibesarkan di tempat terpisah dari sapi-sapi betina yang akan diperah susunya). Setiap kali anaknya ditarik, ibunya langsung marah dan mengejar petugas yang membawa anaknya. Di satu sisi kasihan dengan ibu-anak ini, tapi di satu sisi takut kalau jadi korban keganasan sapi betina yang sedang emosi tinggi.
Peternakan sapi di Bangka Botanical Garden.
Selanjutnya kami menuju ke Pantai Pasir Padi. Pantai Pasir Padi memiliki keistimewaan karena pasirnya seperti tepung. Serius. Pasirnya putih, halus, dan terasa padat. Kalau jalan di atas pasirnya, serasa berjalan di atas tepung terigu. Karena kami datang di pagi hari, kami banyak menemui kepiting kecil yang berlari-lari di atas pasir. Karena pagi, belum ada orang jualan dan juga relatif tempat ini sepi. Jadi serasa pantai pribadi.
Kelebihan Pantai Pasir Padi, selain pasirnya, adalah keindahan cemara laut yang ada di sini. (Eh ... menurut saya, cemara laut itu indah ya.) Tempat ini sepertinya tempat favorit turis, soalnya di sini ada banyak tempat makan dan restoran.
Dari Pantai Pasir Padi, kami kemudian mampir di Pusat Oleh-oleh BTS (Bangka Tradisional Snack) di Jl. A.Yani. Lumayan, bisa beli keripik-keripik dan kopi khas Bangka. Setelah puas belanja, kami kemudian makan siang di Rumah Makan Seafood Mr. Asui. Di sini, kami makan lokan (istilah untuk kerang), ekor ikan pari bakar, ca kangkung, dan lempa kuning. Lempa kuning adalah sop ikan dengan daun kedondong. Lempa kuning adalah salah satu hidangan khas Bangka yang tidak boleh dilewatkan.

Pantai Pasir Padi.
Setelah makan siang, kami lalu buru-buru ke bandara untuk melanjutkan perjalanan ke Belitung. Tunggu kelanjutan cerita jalan-jalan saya di Belitung, ya. Lebih seru!
(Selesai)

3 Komentar:

  1. Pantainya keren..
    Coba ditambahin fotonya.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siip ... di postingan berikutnya, gambarnya akan diperbanyak.

      Hapus
    2. Okei.. Meluncur ke postingan selanjutnya...

      Hapus