Dari pantai Parai Tenggiri, kami lanjut ke De’locomotief
yang terletak di Pantai Tongaci. Pantai Tongaci sendiri terletak di daerah
Sungailiat juga. De’locomotief adalah kompleks wisata swasta yang terdiri dari
tempat makan, tempat belanja barang-barang seni, museum pribadi, dan juga
tempat penangkaran penyu. Ada biaya masuknya sih, tapi karena tour guide kami
sudah maju duluan, ya kami tinggal lenggang kangkung masuk ke dalam. (Asik, kan
...)
Tempat menetaskan telur penyu di De'locomotief. |
Di De’locomotief ini kami menyempatkan
memperhatikan penyu penghuni penangkaran. Penyu-penyu ini ditetaskan dari
telur, namun ketika sudah cukup besar mereka dilepas ke laut. Menuut tour guide
kami, pemilik De’locomotief memiliki visi bahwa bertahun-tahun yang akan
datang, penyu yang ditetaskan di sini akan kembali lagi untuk bertelur. Mungkin
untuk prospek wisata jangka panjang kali ya ...
Waktu saya kemari, museum pribadinya tutup. Toko-toko
dan tempat makan juga banyak yang tutup. Maklum, long weekend ini kan
disebabkan karena ada tanggal merah Idul Adha. Nah, banyak pegawai di Bangka
yang tidak bekerja di Idul Adha. Selain Idul Adha tahun ini jatuh di hari
Jumat, sebagian besar penduduk Bangka juga tentunya ikut kegiatan kurban.
Jadinya banyak tempat makan dan tempat kegiatan yang tutup. Kalau ada tempat
makan yang buka, ya biasanya tempat makan milik keluarga keturunan China dan
merekalah yang langsung terjun untuk menangani pelanggan.
Dari kawasan wisata ini, kami lalu dibawa menuju
ke sebuah tempat makan karena ... kami sudah lapar. Kami dibawa ke Rumah Makan
Seafood Aju di Jl. Depati Hamzah, Pangkalpinang. Ternyata rumah makan ini
adalah cabang Rumah Makan Aju yang ada di Taman Palem Lestari Jakarta Barat. Di
sini kami makan kepiting bakar, sop ikan, dan terong goreng tepung. Kepiting
bakarnya dibungkus daun pisang, sehingga baunya harum – dan rasanya sudah pasti
enak. Kepitingnya lumayan besar, bisa untuk berempat.
Pembuatan martabak manis di Martabak Acau. |
Habis itu, dalam keadaan kekenyangan, tour guide
kami memaksa untuk menerima martabak bangka yang dibeli di Acau Martabak 89.
Martabak Acau terletak di Jl. Soekarno Hatta. Kabarnya martabak bangka di sini
terkenal nikmat. Nggak heran yang antre banyak banget. Dan rasanya, memang okeh
banget sih. (Sayangnya kami sebenarnya sudah cukup kekenyangan malam itu, jadi
martabak ini jadi makan pagi.)
Dari tempat makan, kami dibawa ke tempat menginap
di Hotel Menumbing Bangka. Hotel ini lumayan unik juga lho. Liftnya tidak
berpintu, jadi seperti lift bangunan super tua di Eropa. Pintunya hanya ada di
tembok. Jadi, kalau kita masuk ke dalam lift, kita membuka pintu seperti mau
masuk ke dalam ruangan. Kalau pintu sudah ditutup, kita baru pencet lantai
tujuan kita dan lift akan bergerak. Kalau kita maju melewati garis batas di
depan, liftnya akan berhenti ... soalnya di kotak liftnya sendiri tidak ada
pintunya!
Menurut tulisan di tembok bangunannya, bangunan Hotel
Menumbing ini aslinya adalah rumah tinggal seorang kapten China yang dibangun
di tahun 1900-an. Di tahun 1960-an, bangunan ini menjadi kantor Kodim. Di tahun
1980-an, barulah keluarga yang sekarang mengelola hotel ini membeli rumah ini
dan menjadikannya hotel. Hotel ini sederhana, namun menyenangkan. Bentuk
bangunannya terlihat jaman dulu banget, tapi bersih dan terasa modern.
Hotel Menumbing Bangka. |
Keesokan paginya, kami check out dan diantar ke
Bangka Botanical Garden. Bangka Botanical Garden terletak di dekat areal
perumahan Citraland Botanical City, yang terletak di daerah Pangkalpinang. Bangka
Botanical Garden adalah kawasan agrowisata dimana pengunjung bisa melihat
berbagai jenis tumbuhan, burung-burung, dan juga bisa mempelajari kegiatan yang
terkait dengan peternakan. Dulunya, tempat ini adalah hasil Corporate Social Responsibility
dari sebuah perusahaan tambang yang cukup besar di Bangka. Namun untuk selanjutnya,
tempat ini menjadi tempat wisata.
Di sini ada peternakan sapi, lho. Waktu saya
berkunjung kemarin, saya menjadi saksi proses pemisahan anak sapi dengan
induknya (karena anak sapi dibesarkan di tempat terpisah dari sapi-sapi betina
yang akan diperah susunya). Setiap kali anaknya ditarik, ibunya langsung marah
dan mengejar petugas yang membawa anaknya. Di satu sisi kasihan dengan ibu-anak
ini, tapi di satu sisi takut kalau jadi korban keganasan sapi betina yang
sedang emosi tinggi.
Peternakan sapi di Bangka Botanical Garden. |
Selanjutnya kami menuju ke Pantai Pasir Padi.
Pantai Pasir Padi memiliki keistimewaan karena pasirnya seperti tepung. Serius.
Pasirnya putih, halus, dan terasa padat. Kalau jalan di atas pasirnya, serasa berjalan
di atas tepung terigu. Karena kami datang di pagi hari, kami banyak menemui
kepiting kecil yang berlari-lari di atas pasir. Karena pagi, belum ada orang
jualan dan juga relatif tempat ini sepi. Jadi serasa pantai pribadi.
Kelebihan Pantai Pasir Padi, selain pasirnya,
adalah keindahan cemara laut yang ada di sini. (Eh ... menurut saya, cemara
laut itu indah ya.) Tempat ini sepertinya tempat favorit turis, soalnya di sini
ada banyak tempat makan dan restoran.
Dari Pantai Pasir Padi, kami kemudian mampir di
Pusat Oleh-oleh BTS (Bangka Tradisional Snack) di Jl. A.Yani. Lumayan, bisa
beli keripik-keripik dan kopi khas Bangka. Setelah puas belanja, kami kemudian
makan siang di Rumah Makan Seafood Mr. Asui. Di sini, kami makan lokan (istilah
untuk kerang), ekor ikan pari bakar, ca kangkung, dan lempa kuning. Lempa
kuning adalah sop ikan dengan daun kedondong. Lempa kuning adalah salah satu
hidangan khas Bangka yang tidak boleh dilewatkan.
Pantai Pasir Padi. |
Setelah makan siang, kami lalu buru-buru ke
bandara untuk melanjutkan perjalanan ke Belitung. Tunggu kelanjutan cerita jalan-jalan
saya di Belitung, ya. Lebih seru!
(Selesai)
Pantainya keren..
BalasHapusCoba ditambahin fotonya.. hehe
Siip ... di postingan berikutnya, gambarnya akan diperbanyak.
HapusOkei.. Meluncur ke postingan selanjutnya...
Hapus