Bulan lalu, salah seorang sahabat saya
melangsungkan upacara pernikahannya di Bandung. Sudah pasti saya datang. Supaya
tidak kesiangan, saya sengaja berangkat pakai kereta pagi. Berangkat jam 5:00
pagi dari Gambir, sampai Bandung jam 8:40. Padahal, acara kawinan dari jam
11:00 sampai jam 13:00. Nah, sebagai orang yang cuma datang seorangan saja ke
Bandung, sambil bawa baju plus peralatan dandan untuk kondangan, tentunya saya
tidak bisa jalan-jalan sesuka hati.
Jl. Asia Afrika. Museum Konperensi Asia-Afrika ada di sebelah kiri. |
Untunglah acara kawinan diselenggarakan di Hotel
Savoy Homann, yang merupakan hotel bersejarah yang dibangun di tahun 1939. Hotel
peninggalan Belanda yang konon pernah menjadi tempat menginap aktor Charlie
Chaplin ini terletak di Jl. Asia Afrika, di dekat Museum Konperensi
Asia-Afrika. Mengingat saya tidak bisa banyak wara-wiri sambil menunggu acara
kawinan dimulai, saya memilih untuk ongkang-ongkang kaki di dalam Museum
tersebut.
Museum Konperensi Asia-Afrika adalah museum yang
menyimpan foto-foto dan memorabilia kegiatan Koperensi Asia-Afrika yang diadakan
pada tanggal 18-24 April 1955. Konperensi ini adalah pertemuan antara
negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja merdeka, dimana
pertemuan ini bertujuan untuk mempromosikan kerjasama ekonomi antara
negara-negara Asia dan Afrika, serta melawan kolonialisme. Konperensi ini
diprakarsai oleh beberapa negara – salah satunya adalah Indonesia. Oleh sebab
itu sudah sepantasnya kita yang warga Indonesia ini mengenal sejarah pertemuan tersebut.
Berhubung blog ini adalah blog jalan-jalan, saya
tidak akan bercerita panjang lebar tentang sejarah Konperensi Asia-Afrika.
Tentunya saya akan lebih banyak bercerita tentang museumnya. Nah, apa yang bisa
diceritakan tentang museumnya?
Gedung Merdeka, Bandung. |
Museum Konperensi Asia-Afrika terletak di dalam
Gedung Merdeka. Alamatnya di Jl. Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat. Gedung
Merdeka adalah gedung tempat diselenggarakannya Konperensi Asia-Afrika di tahun
1955. Bangunan bersejarah ini sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1895, namun
direnovasi sehingga menjadi bentuk seperti saat ini di tahun 1926.
Pertama kali masuk, kita akan bertemu dengan bola
dunia yang menunjukkan negara-negara peserta konperensi. Kemudian, kita akan melihat
diorama panggung konperensi, dimana Bung Karno ditunjukkan sedang berpidato.
Setelah itu, kita akan mulai melihat foto-foto kegiatan konperensi. Selain
foto-foto kegiatan, ada juga poster yang menjelaskan sejarah diselenggarakannya
konperensi, copy koran-koran yang meliput acara ini, dan juga memorabilia –
kenang-kenangan dari kepanitiaan, misalnya ucapan terima kasih kepada salah
seorang panitia.
Gedung Konperensi Asia-Afrika tidak hanya menjadi
tempat museum saja, namun juga menyediakan perpustakaan dan ruang audiovisual. Gedung
ini memiliki tempat konferensi, ini dulunya asli dipakai untuk Konperensi
Asia-Afrika, yang bisa disewakan untuk kegiatan komersial seperti launching
produk atau penggalangan dana. Konon kabarnya, dulu tempat ini bisa disewa
untuk acara-acara pernikahan. Sekarang, pihak pengelola gedung sudah tidak
menyewakan tempat untuk acara pernikahan. Akan tetapi, untuk yang ingin foto
pre-wedding di area gedung ini, masih bisa mengajukan ijin kepada pengelola.
Hal-hal unik lain di Museum Konperensi Asia-Afrika
ini adalah, ada pojok Esperanto dan juga pojok Braille. Untuk yang belum tahun,
Esperato adalah bahasa buatan yang dipakai secara aktif oleh sekitar lebih dari
5.000 orang. Sedangkan Braille adalah tulisan yang diciptakan untuk dapat dimengerti
oleh saudara kita yang tuna netra.
Monumen Solidaritas Asia Afrika. |
Oh ya, di museum ini, kita tidak boleh lari-lari,
tidak boleh berisik ... dan tidak boleh foto-foto. Ada pengumumannya di depan.
Apa alasannya? Mungkin karena foto-foto harus bayar ... nggak tahu juga ya.
Yang jelas, masuk ke dalam museumnya sih, gratis. Tinggal lenggang kangkung,
bisa masuk deh.
Sekitar dua jam kurang, saya mondar-mandir dan
duduk-duduk di dalam kompleks museum ini. Lumayan bisa duduk sambil baca
majalah. (Iya, saya bawa majalah untuk mengisi waktu di kereta.) Setelah acara
kawinan teman saya kira-kira mulai, saya pun mulai bergerak ke Hotel Savoy
Homann untuk ganti baju dan menemui sahabat saya yang berbahagia bersama
jodohnya.
Oh ya, untuk yang datang ke Museum Konperensi
Asia-Afrika, jangan khawatir bosan. Kalau tidak suka museum, jalan-jalan di
sekitaran sini bisa membuat mata senang. Untuk yang suka gedung-gedung kuno,
kita bisa melihat-lihat gedung-gedung kuno peninggalan Belanda di sepanjang Jl.
Asia Afrika. Daerah ini dari dulu adalah pusat kegiatan masyarakat, sehingga
tidak heran gedung-gedung megah bertebaran di sini. Bahkan, titik 0 km kota
Bandung juga terletak di Jl. Asia Afrika ini.
Pojokan Jl. Braga. |
Untuk yang ingin wisata kuliner, boleh jalan-jalan
di Jl. Braga. Museum Konperensi Asia-Afrika terletak di pertigaan antara Jl.
Asia Afrika dan Jl. Braga, jadi tidak jauh untuk berjalan kemari. Jl. Braga dari
dulu memang merupakan pusat kebudayaan dan hiburan, jadi tidak heran di sini ada
banyak tempat-tempat yang menarik. Untuk yang suka kuliner, di sini bisa
mencari toko kue yang tetap menjaga cita rasa kuno ...eh, cita rasa kue khas
Belanda. Di jaman Belanda, Jl. Braga adalah tempat wisata malam termahsyur,
sehingga Bandung kemudian disebut juga sebagai Paris van Java. Nah, di jaman
sekarang, di sini ada banyak kafe yang mengundang kita untuk nongkrong.
Oh ya, di dekat Museum Konperensi Asia-Afrika ini,
ada juga Monumen Solidaritas Asia Afrika yang baru didirikan di tahun 2015. Sedikit
berjalan dari museum, monumen ini letaknya lebih dekat dengan Alun-Alun Bandung
dan Masjid Agung. Nggak usah pusing kalau mau ke sekitaran sini karena halte
Alun-Alun dilewati oleh koridor Trans Metro Bandung dan beberapa bus serta angkot.
Gampang, kan?
0 Komentar:
Posting Komentar