Bulan September yang lalu, saya dapat tugas kantor
ke Makassar. Berhubung tugas kantor, dan saya di sana hanya semalam, nggak
banyak tempat yang bisa saya kunjungi. Apa boleh buat, namanya juga kerjaan.
Tapi paling tidak, saya bisa duduk di dalam bandara Sultan Hasanuddin yang
sudah direnovasi habis-habisan di tahun 2008. Sebetulnya di tahun 2008 saya
sempat mencicipi bandara ini, tapi saya tidak berkunjung ke Kota Makassar,
soalnya waktu itu saya cuma transit doang, dari Ambon ke Jakarta.
Balik ke Bulan September tahun ini. Saya datang dari Jakarta dan tiba di Bandar Udara
Sultan Hasanuddin dengan pesawat yang lumayan pagi. Tiba di Makassar sekitar
jam 8 pagi (kalau nggak salah ingat). Saya sempat bingung, gimana caranya ambil
taksi untuk ke arah Kota Makassar. Untung mas-mas petugas yang baik mengarahkan
saya ke lantai dasar. Ternyata, untuk ambil taksi, kita harus turun ke lantai
bawah.
Persis pas tiba di ujung turunan tangga, saya
menemui semacam mesin jual otomatis dimana di layar komputer terdapat nama-nama
perusahaan taksi. Menurut petunjuknya, kita harus memilih taksi mana yang kita
inginkan, pencet tombolnya, dan akan muncul secarik tiket antrean untuk
perusahaan tersebut. Tentunya itulah hal yang kemudian saya lakukan. Belakangan
saya tahu kalau mesin itu nggak terlalu guna: banyak penumpang yang langsung
todong ke petugas taksi di pinggir jalan untuk dapat naik taksi yang
diinginkan.
Nah, tentunya memilih taksi yang mau diambil juga
menimbulkan kebingungan tersendiri.
Waktu saya memilih-milih nama perusahaan yang terpampang di layar, saya
hanya bisa tertegun karena ... saya tidak kenal nama-namanya. Satu-satunya
petunjuk di situ adalah informasi tentang taksi mana yang pakai argo dan taksi
mana yang harganya sudah dipatok berdasarkan zona tujuan. Berhubung berdasarkan
GoogleMaps kantor tujuan saya letaknya lumayan jauh (sudah dekat pelabuhan) dan
ada kemungkinan macet, maka saya memilih taksi yang bayarannya berdasarkan
zona. Macet-nggak macet bayarannya sama. Plus, biaya sudah tertera di tiket
jadi bisa di-reimburse ke kantor. Kan ini biaya kantor.
Pas sudah masuk ke taksi, saya tinggal duduk manis
saja ... sampai pas tiba di gerbang tol, si sopir membuang karcis tol yang
diberikan oleh petugas. Lho? Si sopir menjawab santai, “Saya kira tidak perlu
karcis tol.” Waduh, nggak bisa reimburse ke kantor nih ... Ya sudah lah, yang penting sampai.
...
Pas pulang ke Jakarta, saya sengaja ambil pesawat
yang pagi. Soalnya saya masih harus ke kantor siangnya. Biar masih bisa
menyelesaikan satu tugas, saya pulang lumayan pagi. Pagi-pagi buta saya sudah
pesan taksi dari hotel, soalnya takut macet. Jadinya saya tiba di bandara kepagian.
Ya sudahlah. Paling tidak saya masih bisa foto-foto situasi di sekitar bandara.
Bandara Sultan Hasanuddin adalah salah satu hub
penting untuk penerbangan di Indonesia Timur. Banyak penerbangan ke arah timur
yang transit di Makassar. Makassar sendiri adalah kota bisnis yang penting bagi
peredaran barang-barang di Indonesia Timur. Jumlah maskapai yang terbang ke
bandara ini cukup banyak, dan penerbangan rutin juga tak kalah banyak.
Ruang tunggu bandara di sini cukup nyaman. Ada
kafe, tempat makan, tempat refleksologi, penjual oleh-oleh dan barang khas
tradisional, serta pameran seni. Waktu saya di sana, sedang ada pameran lukisan.
Atap ruang tunggunya unik, melengkung-lengkung seperti ombak. Dengan saya
sempat jalan-jalan ke luar bandara untuk foto-foto, masih bisa muter-muter main
Pokemon Go, dan duduk letoy sambil ngantuk-ngantuk, paling tidak saya bisa
benar-benar menikmati bandara ini.
Jadi, walaupun saya tidak terlalu banyak
muter-muter di kota Makassar, paling tidak saya sudah cukup puas menjelajahi
Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar.
0 Komentar:
Posting Komentar