Makanan
Dari sisi
anggaran, makanan adalah pengeluaran yang paling mudah diatur. Selama saya
jalan-jalan di Hokkaido, saya selalu makan pagi paket onigiri di Seven-Eleven
atau Lawson. Dari onigiri isi manisan buah yang harganya 120 yen atau paket
onigiri plus kushikatsu yang harganya 550 yen. Terus, biasakan bawa botol minum
biar nggak banyak beli minuman di jalan. Karena waktu di Furano saya selalu
harus buru-buru mengejar bus, maka saya nggak sempat beli makanan. Jadi ada dua
malam dimana saya hanya makan biskuit coklat yang dibawa dari Indonesia. Walau
maksudnya bukan menghemat, tapi jatuh-jatuhnya ya tetap mengurangi pengeluaran.
Paket nasi dari Lawson untuk sarapan di Asahikawa. |
Nah, buat yang
mau nyobain makanan khas setempat, bisa pilih-pilih untuk mencoba apa yang
unik. Untuk yang satu ini, mau tidak mau kita harus mengeluarkan biaya yang
lumayan. Waktu saya menginap di Goryo Guesthouse, di malam terakhir saya
sengaja makan di kafenya karena mereka menyediakan sandwich dari hasil kebun
sendiri. Total biaya makan malam itu 1200 yen. Apa boleh buat, kapan lagi saya
makan makanan dari kebun lokal Hokkaido?
Nah, salah satu
kuliner khas Hokkaido adalah sofuto, atau es krim lembut. Hampir setiap tempat
wisata pasti jualan sofuto. Jadi, selama saya di Hokkaido, saya mencoba sofuto
rasa cokelat di Shiroi Koibito Park, sofuto rasa melon di Tomita Melon House,
dan sofuto rasa anggur di Campana Della Vigna Rokkatei. Waktu di Farm Tomita,
sebenarnya ada yang jualan sofuto rasa lavender. Tapi, karena waktu itu saya
udah eneg dengan es krim, saya jadinya beli minuman soda rasa lavender.
Sofuto! |
Oh ya, saya juga
makan jenis-jenis mie khas Jepang selama di sana. Nggak mungkin dong,
jalan-jalan ke Jepang nggak mencoba kuliner otentik Jepang? Waktu di Biei, saya
makan siang di warung ramen Hakkai. Masakan khasnya adalah ramen tonkatsu
(babi) dengan potongan keju. Porsinya jumbo dan disajikan panas-panas. Nah,
keesokan harinya saya makan siang di Biei juga tapi di Soba Ten. Saya makan
soba dingin dengan kuah dan lauk sayuran segar.
Lusanya, saya
makan malam sebuah warung soba tua dan sepi di Asahikawa. Saya makan soba
dingin dengan lauk telur setengah matang dan potongan jamur yang berlendir.
Jujur saja, kalau yang ini saya memang asal nunjuk saja. Maklum, di menu nggak
ada gambarnya dan tidak ada penjelasan bahasa Inggris. Rasanya aneh, mana
berlendir pula. Tapi karena lapar, ya tetap habis. Saya lihat, selama saya
makan, kakek-kakek yang menjaga warung melihati dengan muka was-was. Mungkin
dia khawatir saya tidak suka makanannya. Mukanya nampak lega waktu melihat saya
berhasil menghabiskan soba dingin berlendir itu. Waktu saya keluar warung soba
ini, ada dua ibu-ibu di halte bus yang melihati saya sambil tersenyum. Mungkin
mereka senang ada orang asing yang mau mencoba makanan tradisional mereka.
Soba dengan telur setengah matang dan jamur berlendir. |
Oh ya, saya
makan ramen dan soba di warung tradisional Jepang. Nah, kebanyakan orang
Jepang, apalagi kelas pekerja yang buka warung makan begitu, bahasa Inggrisnya
kurang baik. Jadi, jangan memaksa harus ada menu bahasa Inggris. Kalau
pelayannya ditanya pakai bahasa Inggris tidak menjawab, atau hanya
geleng-geleng, itu artinya mereka tidak berani berbicara dalam Bahasa Inggris.
Apa boleh buat, kita di negeri orang, ya kita juga harus sadar dengan kondisi
budaya mereka. Google Translate adalah salah satu cara untuk berkomunikasi,
selain bahasa tarzan.
Waktu di warung
ramen, bapak-bapak yang saya tanyai pakai bahasa Inggris menjawab dalam bahasa
Jepang, tapi sambil menunjuk menu yang ada bahasa Inggrisnya. Waktu di warung
soba yang di Biei, menunya tidak ada penjelasan bahasa Inggris, tapi ada
gambarnya. Jadi, pas saya masuk, saya langsung diantar ke meja dan disodori
menu dengan gambar-gambar itu. Waktu saya di warung soba yang di Asahikawa,
saya masuk langsung duduk. Terus, kakek-kakek yang jaga warung meletakkan menu
di atas meja saya, terus buru-buru kembali ke meja kasir sambil melihati saya.
Melihat gelagat seperti itu, saya langsung tahu si kakek-kakek ini sebenarnya
panik karena ada orang asing masuk ke warungnya dan dia tidak tahu harus
ngomong apa. Ya sudah, karena menunya tidak pakai gambar, tulisannya kanji
semua, terpaksa saya asal tunjuk saja berdasarkan insting dan harga yang
tertera di menu – dan dapatnya telur setengah matang plus jamur berlendir.
Hahaha!
Internet
Sebagai solo
traveller yang kemana-mana sendiri dan kadang kala harus jalan kaki blusukan,
GoogleMaps dan GoogleTranslate adalah wajib hukumnya. Masalahnya, jarang saya
nemu wifi gratisan. Selain di bandara atau hotel, hampir-hampir saya tidak
menemukan wifi gratisan. Artinya kita harus punya akses internet sendiri.
Paket internet
luar negeri dari provider Indonesia umumnya mahal. Jadi pilihan yang masuk akal
adalah SIM Card untuk turis atau Rental WiFi/Pocket WiFi. Kalau pakai SIM Card
Jepang, saya harus lepas SIM Card Indonesia saya dan saya akan sulit dikontak
oleh keluarga dan teman-teman di
Indonesia. Jadi, pilihan yang menurut saya paling tepat adalah Rental
WiFi/Pocket WiFi.
Di sini masih bisa update status, lho! |
Dari hasil
survey, saya memilih Sakura Mobile sebagai penyedia jasa Rental WiFi yang saya
pakai. Kebetulan, kalau memesan paket rental 30 hari sebelum penggunaan, ada
diskonnya. Inilah yang kemudian membuat saya buru-buru pesan ke Sakura Mobile.
Paket yang saya pilih hanya yang basic, jadi berat banget kalau mau upload
video ke YouTube. Tapi kalau cuma buka GoogleMaps dan browsing tentang museum,
masih bisa banget. Caranya pesannya juga praktis: pesan online dan bayar pakai
kartu kredit, terus ambil alatnya di kantor pos di bandara, dan pas pulang
tinggal kirim ke perusahaannya lewat kantor pos. Cara pakainya juga gampang,
karena rasanya sama seperti bawa-bawa Bolt pas jalan-jalan.
Untuk jangkauan
internet dari Rental WiFi, saya jamin okeh. Jaringan internet di Jepang
termasuk yang paling bagus di dunia, jadi kemana kita pergi alat kita pasti
dapat sinyal. Kebetulan WiFi dari Sakura Mobile saya memakai jaringan Yahoo!
Japan yang sinyalnya sampai ke puncak Asahidake dan pelosok Kami-Goryo.
Persiapan
Yang paling
penting dari jalan-jalan sendiri (baik solo traveller atau barengan) adalah
persiapan. Selama nggak bosen-bosen lihat peta, nyari jalan, baca-baca blog
orang, cek perkiraan biaya, dan memilih-milih tempat wisata yang bisa
dikunjungi, perjalanan wisata akan lancar dan menyenangkan!
(Selesai.)
Yang penting, fun! |
0 Komentar:
Posting Komentar