Industri wisata di sekitar Furano merupakan salah
satu sumber mata pencaharian yang digarap serius oleh pemerintah Jepang. Hal
ini bisa dilihat dari pengaturan transportasi untuk turis yang berminat untuk
mengunjungi tempat-tempat wisata di situ. Khusus untuk musim panas, dimana
kebun lavender sedap dipandang mata dan buah-buahan siap panen, beberapa moda
transportasi khusus macam kereta dan bus disiapkan untuk memanjakan wisatawan.
Pemandangan kebun lavender di Tomita Farm yang terkenal itu. |
Ada kereta api khusus musim panas, seperti Furano
Lavender Express dan Norokko Train. Dua-duanya mengantar wisatawan untuk
mengunjungi kebun lavender terkenal Farm Tomita. Ada juga bus wisata khusus
untuk menyambut mekarnya bunya lavender di daerah Furano seperti Kururu Bus.
Ada juga bus khusus musim panas seperti Twinkle Bus yang mengantar wisatawan ke
spot-spot terkenal di daerah Biei. Belum lagi, ada tiket harian khusus musim
panas yang mempermudah orang untuk naik bus lokal dan kereta lokal ke
tempat-tempat wisata.
Sebagai turis, tentunya saya juga mengandalkan
transportasi musim panas itu. Di hari ketiga perjalanan saya, saya memutuskan
untuk keliling daerah Furano dengan menggunakan Kururu Bus. Kururu Bus adalah Hop-and-Go
Bus, jadi kita bisa naik turun sesuka hati dengan hanya sekali bayar di muka.
Di tahun 2016 ini, Kururu Bus hanya beroperasi antara tanggal 2 Juli sampai
dengan 21 Agustus. Jadi, bus hanya beroperasi selama bunga lavender mekar.
Setiap tahunnya, jadwal operasi bus ini mengikuti jadwal mekarnya bunya
lavender. Jadi, untuk yang tahun depan mau jalan-jalan ke kebun lavender di
Furano, wajib browsing-browsing dulu sekitar dua-tiga bulan sebelumnya untuk
tahu jadwal bus ini.
Kururu Bus yang saya naiki. |
Kururu Bus memiliki jadwal yang jelas; dan
kedatangannya di setiap tempat tepat waktu sampai ke hitungan menit (sudah saya
buktikan). Jadi, dengan mengikuti jadwal bus ini, kita bisa atur ke mana saja
kita akan berkunjung, dan berapa lama kita di sana. Oh ya, harga tiket one day
pass adalah 1200 yen. Alasan saya memilih Kururu Bus (dan bukan bus tour lain)
adalah, untuk naik bus ini tidak perlu reservasi. Kalau pas penumpangnya banyak
dan tempat duduknya sudah habis, ya tinggal berdiri saja. Seperti naik
kendaraan umum biasa.
Berdasarkan jadwal bus yang saya peroleh, dan hasil
ide-ide dadakan di tengah jalan, maka alur perjalanan saya menjadi sebagai
berikut:
08:30 Naik Goryo Kyu Sen Bus dari dekat penginapan ke JR Furano Station08:50 Sampai di Furano Station, cari makan pagi10:05 Naik Kururu Bus10:25 Turun di Farm Tomita, jalan-jalan dan makan siang13:25 Naik Kururu Bus13:42 Turun di Campana Della Vigna Rokkatei + lanjut jalan kaki ke Furano Winery (cuma 10 menit)15:54 Naik Kururu Bus16:04 Turun di JR Furano Station16:10 Ambil Goryo Kyu Sen terakhir + turun di tengah jalan dan lanjut jalan kaki ke Furano Cheese Factory (sekitar 15 menit)17:00 Pulang ke penginapan jalan kaki (sekitar 40 menit)
Nah, ini kisah perjalanan saya keliling Furano
dengan Kururu Bus. Oh ya, saya beberapa kali bertemu turis Cina dan turis
Indonesia yang mengunjungi semua tempat-tempat ini dengan sepeda. Tapi, kalau
Anda bukan orang yang biasa gowes naik turun gunung, sebaiknya pikir ulang
pilihan ini. Daerah Furano berbukit-bukit dan kadang-kadang tanjakannya bisa
bikin kaki langsung kaku nggak mau ngayuh lagi. XDD
Farm Tomita
Inilah tujuan wisata utama orang-orang yang datang
ke Furano. Farm Tomita sendiri adalah kebun lavender milik keluarga Tomita.
Alkisah, di tahun 70-an, sejalan dengan perkembangan tehnologi, industri parfum
bisa menggunakan bahan imitasi untuk membuat bau lavender – jadi tidak perlu
sari bunga lavender asli. Ladang lavender, termasuk Farm Tomita, mengalami
kemunduran karena harga bunga lavender menjadi semakin murah. Akan tetapi,
berkat kecerdasan pemilik kebun ini, ladang lavender diubah fungsinya sehingga
juga menjadi tempat wisata. Dan, dia juga memutuskan untuk membuat sendiri
ekstrak parfum lavender yang menjadi salah satu produk khas Furano. Selain
lavender, Farm Tomita juga terkenal dengan melon yang rasanya manis banget.
Tomita Melon House. |
Kebetulan Kururu Bus turun di dekat tempat Tomita
Melon House, yaitu penjualan melon dan makanan berbahan dasar melon khas
Furano. Tentu saja, saya tidak melewatkan kesempatan ini untuk mencoba Sofuto (soft
cream/es krim lembut) rasa melon, yang dihiasi dengan potongan-potongan melon
manis. Rasanya enak banget! Memang melon Furano rasanya khas banget, beda
dengan melon yang pernah saya makan di tempat lain. Melon mahal (satu buah
harganya bisa lebih dari 5000 yen!) yang memang enak banget ini termasuk produk
kebanggaan Farm Tomita.
Dari Tomita Melon House, saya berjalan kaki
(sekitar 5 menit) menuju ke ladang lavender kebanggaan Furano. Saat saya
datang, bunga lavender baru mulai mekar, jadi masih terlihat kurus-kurus.
Biasanya foto-foto ladang lavender yang ada di kalender-kalender itu diambil di
bulan Juli akhir atau awal Agustus. (Saya datang ke sini di awal Juli.) Tapi,
pemandangan hamparan bunga lavender yang mulai mekar ini tetap membuat hati
senang.
Lavender. |
Selain ladang lavender, Farm Tomita juga punya ladang
bunga-bunga lain yang juga bermekaran di musim panas. Di dekat ladang itu, ada
toko tempat menjual oleh-oleh dan museum kecil yang menyajikan sejarah Farm
Tomita. Ada juga cafe dan rumah makan. Mengingat jadwal saya cukup padat dan
banyak jalan kaki, saya sudah pasti makan siang di sini.
Dari Farm Tomita, saya melanjutkan perjalanan ke
Campana Della Vigna Rokkatei.
Campana Della Vigna Rokkatei
Sesuai dengan namanya, ini adalah kebun anggur. Di
tengah kebun anggur ini, ada toko yang menjual produk-produk hasil kebun,
terutama macam-macam olahan anggur. Yang paling banyak dijual di sini adalah
kue-kue. Buat yang mau bersantai, di teras toko terdapat kursi-kursi yang
berjajar, dimana turis bisa duduk-duduk sambil minum atau nyemil sambil
menikmati indahnya pemandangan kebun anggur. Sudah pasti saya tidak melewatkan
kesempatan ini. Dengan segelas sofuto rasa buah anggur di tangan, saya duduk santai
sambil menikmati pemandangan Furano.
Pemandangan kebun anggur dengan pegunungan di belakangnya. |
Mayoritas orang yang duduk-duduk sambil menikmati
pemandangan adalah turis domestik. Kalau turis asing, termasuk turis Indonesia,
biasanya hanya muter-muter sambil memilih barang-barang yang akan dibeli. Kebetulan,
waktu saya di situ, ada yang main paralayang. Jadinya ada hiburan lain selain
pemandangan tanaman-tanaman anggur yang merambat itu.
Setelah setengah jam leyeh-leyeh di kebun anggur,
saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tujuan saya: Furano Winery.
Furano Winery
Namanya sudah menunjukkan fungsinya: ini adalah
pabrik penyulingan minuman anggur (wine).
Kabarnya wine khas Furano juga terkenal. Bagian depan pabrik ini didesain
khusus untuk turis. Jadi, turis yang masuk akan diarahkan menuju ke tempat
penyimpanan sampel anggur dari jaman ke jaman, lalu dibawa untuk melihat mesin
suling modern, melewati ruang duduk dimana turis bisa menikmati pemandangan pegunungan
dari kejauhan, dan juga di akhir perjalanan bisa mencicipi anggur produksi
pabrik tersebut. Bagian belakang pabrik adalah bagian produksi yang
sesungguhnya, tapi wisatawan tidak dapat masuk ke sana.
Pabrik penyulingan anggur. Bisa mencicipi gratis, lho! |
Bagian khusus turisnya tidak terlalu besar, jadi
bisa dilewati dalam waktu hanya 15 menit. Bagi saya yang masih harus menunggu
Kururu Bus sekitar satu jam, tentunya saya jadi sedikit merasa bosan. Jadinya, saya duduk-duduk cukup lama di ruang
duduk sambil memperhatikan jalan dan orang-orang yang lewat. Kayaknya yah,
setiap 15 menit saya mendengar suara-suara dalam bahasa Indonesia. Rupanya
banyak juga turis dari Indonesia yang jalan-jalan ke daerah Furano.
Untung saya bawa pocket wi-fi, jadi saya bisa membunuh
waktu dengan browsing-browsing untuk mencari tempat-tempat wisata yang bisa
dikunjungi keesokan hari. Bosan duduk-duduk, saya lalu jalan-jalan sampai ke
taman bunga kecil di dekat pabrik. Musim panas adalah musim dimana bunga-bunga
di Hokkaido bermekaran. Di setiap sudut kota dan setiap tempat wisata selalu
terdapat taman bunga yang cantik.
Tepat jam 15:54, Kururu Bus datang dan saya
melanjutkan perjalanan ke Furano Station.
Furano Cheese Factory
Saya tahu bahwa bus Goryo Kyu Sen tidak melewati
Furano Cheese Factory. Tapi ketika saya berangkat, saya sempat melihat papan
petunjuk jalan ke arah Furano Cheese Factory di sebuah pertigaan. Dan petunjuk
itu ada sebelum bangunan Furano Theater Factory. Nah, Furano Theater Factory
ini punya halte bus. Jadi saya pikir, saya akan turun di halte bus Furano
Theater Factory atau di halte bus setelah pertigaan itu, dan kemudian
melanjutkan perjalanan ke Furano Cheese Factory dengan jalan kaki.
Harusnya sih, langsung naik bus saja yah. Kan
sudah bisa kira-kira tuh, mau turun di mana. Tapi, dasar turis yang kurang
pede, saya bertanya ke sopir bus. Bus ini lewat Furano Cheese Factory nggak?
Nah, si sopir bus tidak paham omongan saya karena bahasa Inggrisnya terbatas.
Dengan cepat saya buka google translate: Cheese Factory kalau dalam bahasa
Jepang akan dibaca Chizu Koujou. Lalu saya tanya: Chizu Koujou? Sopir bus cuma menggeleng.
Saya pikir dalam hati, kalau ternyata tadi pagi saya salah lihat, ya sudah lah.
Langsung pulang lalu makan malam di penginapan juga boleh.
Jalan yang dilewati bus Goryo Kyu Sen. |
Pas bus berhenti di halte bus Furano Theater
Factory, saya sempat ragu – turun nggak ya? Kalau ternyata salah, jalan kaki ke
penginapan lumayan jauh tuh. Jadinya, saya memutuskan untuk turun di halte bus
setelah pertigaan saja. Eh, pas di pertigaan, saya kembali melihat papan
petunjuk arah dengan tulisan Furano Cheese Factory plus tulisan kanjinya. Dalam
hati saya, “Okeh, di pemberhentian berikutnya saya akan turun.” Eh, si sopir
bus tiba-tiba memperlambat bus lalu bertanya, “Chizu?” Untung saya duduk di
depan, jadi saya bisa langsung menyahut, “Hai, chizu desu!” Dan ... bapak sopir
yang baik hati itu menurunkan saya di pertigaan – padahal itu bukan tempat
pemberhentian bus. Lumayan, saya jadinya tinggal jalan sekitar 10 menit menuju
ke tujuan saya. Usut punya usut, ternyata tulisan kanjinya Furano Cheese
Factory adalah 富良野チーズ工房 (Furano Chizu Koubou) yang
kalau diterjemahkan sebenarnya adalah Furano Cheese Workshop. Pantesan waktu
saya tanya Chizu Koujou, si sopir menggeleng – soalnya namanya bukan itu.
Saya tiba di Furano Cheese Workshop jam 16:30.
Tepat 30 menit sebelum tutup. Jadi, tanpa menunggu terlalu lama, saya langsung
masuk dan tancap gas muter-muter isi gedung. Sesuai nama Jepangnya, tempat ini
bukan pabrik, melainkan tempat pengenalan produksi keju. Cocoklah kalau disebut
workshop. Di sini ada papan-papan penjelasan tentang keju, toko hasil olahan
keju, dan juga ada kelas membuat keju untuk anak-anak. Tempat ini lebih cocok
untuk study tour anak sekolah yang mau mempelajari proses pembuatan keju.
Furano Cheese Factory ...eh, Workshop. |
Selain tempat pameran produksi keju, di sini juga
ada rumah makan pizza (sayangnya tutup jam 16:00) dan toko es krim yang menjual
sofuto rasa keju. Karena saya belum makan malam, saya takut makan es krim
malahan membuat saya masuk angin, jadi saya tidak mencoba sofuto rasa keju di
situ.
Dari Furano Cheese Workshop, saya jalan kaki ke
tempat menginap saya. Goryo Guesthouse. Menurut GoogleMaps, jaraknya sekitar 40
menit jalan kaki. Saya sempat tidak percaya, karena sepertinya tadi pagi
jaraknya lumayan dekat. Tapi memang GoogleMaps tidak meleset; setelah 40 menit
jalan kaki, barulah saya sampai penginapan. Dan ... kafe Goryo Guesthouse
selalu tutup di hari Selasa, saudara-saudara! Hari itu saya tidak bisa memesan
makanan ataupun minuman apapun. Jadi malam itu saya makan malam wafer cokelat
yang saya bawa dari Indonesia.
(Bersambung.)
0 Komentar:
Posting Komentar