Salah satu obyek wisata wajib bagi turis yang
berkunjung ke Cirebon adalah keraton. Keraton adalah tempat tinggal raja-raja
dari kerajaan dahulu dan para keturunannya saat ini, yang merupakan penerus
tradisi Cirebon dari jaman pertama kali berdirinya kerajaan di sekitaran
Cirebon ini. Hingga saat ini, seluruh keraton tersebut masih mengelola
kegiatan-kegiatan adat tahunan yang menjadi salah satu ciri budaya Cirebon.
Petunjuk jalan ke Keraton Kasepuhan. |
Ada empat Keraton di Cirebon, yaitu Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Keraton Kasepuhan,
Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan dikepalai oleh seorang Sultan;
sedangkan Keraton Keprabon dikepalai oleh seorang Pangeran. Dari keempat
keraton ini, menurut internet, Keraton Keprabon merupakan satu-satunya bangunan
yang lebih menyerupai rumah dan tidak memiliki kelengkapan bangunan keraton
pada umumnya.
Karena keterbatasan waktu, dan juga karena memang
bangunannya bukan keraton pada umumnya, maka pada perjalanan kami kali ini,
Keraton Keprabon tidak kami kunjungi. Jadi isi postingan kali ini adalah kisah
perjalanan kami mengunjungi tiga keraton dari tiga kesultanan di Cirebon.
Ketiga keraton di Cirebon sebenarnya jaraknya
berdekatan. Kalau naik sepeda motor, jarak antar masing-masing keraton hanya 10
menit perjalanan. Sebenarnya cukup aneh juga, di dalam satu kota ada cukup
banyak keraton. Saya bayangkan kalau kerajaan-kerajaan jaman dulu itu masih ada
sampai sekarang dan kita tidak mengenal negara Indonesia, maka orang-orang
Cirebon ini bisa-bisa harus cap visa di paspor di tiap belokan di pusat kota Cirebon.
Keraton Kanoman
Keraton yang pertama kami kunjungi adalah Keraton
Kanoman. Keraton Kanoman letaknya persis di belakang Pasar Kanoman. Pasar Kanoman
adalah salah satu pasar tua di Cirebon yang ramai dan macet. Jalan-jalan di
sini satu arah. Jadi, kalau nyasar, bisa-bisa harus memutar jauh untuk
menemukan jalan yang benar. Dan itulah nasib kami yang harus memutari area
pasar untuk menemukan jalan masuk ke Pasar Kanoman. Waktu masukpun, kami sempat
mengalami kesulitan karena masih banyak orang hilir mudik sambil membawa barang
belanjaan. Mana jalannya sempit pula! Untung kami naik motor. Kalau naik mobil,
bisa lebih sengsara lagi tuh.
Museum Keraton Kanoman. |
Keraton Kanoman memiliki alun-alun yang cukup luas
(dan panas), museum, dan bangunan keraton yang masih dipakai oleh keluarga
Sultan hingga saat ini. Karena keraton ini masih ditinggali, maka pengunjung
hanya bisa mengunjungi museum, pendopo depan, dan tempat singgasana sultan saja.
Tidak banyak yang bisa dilihat di dalam gedung Keraton.
Di pendopo terdapat beberapa kursi untuk duduk-duduk menerima tamu, dan begitu
masuk terdapat singgasana yang dipakai Sultan di upacara-upacara adat. Selain
pintu masuk ke dalam ruangan yang diukir dengan indah, tidak ada yang menarik
perhatian saya.
Di dalam museum yang ukurannya kecil, pengunjung
dapat melihat kereta kerajaan Kereta Paksi Naga Liman dan Kereta Jempana (kabarnya
dibuat di tahun 1428). Selain itu, terdapat juga senjata kerajaan, pintu kuno
dengan ukiran-ukiran yang indah, gamelan, dan beberapa kotak perhiasan.
Area alun-alun dan halaman keraton justru lebih
menarik dibandingkan barang-barang yang dipamerkan di dalam bangunan. Di
halaman keraton ada lonceng yang bentuknya mirip lonceng gereja. Lonceng ini
merupakan hadiah dari Sir Thomas Raffles, Gubernur Jendral Inggris saat
berkuasa. Di alun-alun, ada pintu gerbang yang tertutup, yang di pinggirnya
dihiasi dengan mangkok-mangkok keramik kuno. Bangunan Siti Hinggil di tengah
alun-alun juga dihiasi dengan keramik yang indah.
Secara umum, area Keraton Kanoman bisa dibilang
bersih dan rapi. Namun sayang, nampak kurang terawat dan terlalu sederhana. Kesan
yang tertinggal di hati saya adalah seperti melihat sisa-sisa kemegahan yang
sudah lama lewat. Sayang sekali.
Siti Hinggil di Keraton Kanoman. |
Oh ya, Keraton Kanoman letaknya persis di balik
Pasar Kanoman. Jadi, kalau naik motor melewati Jalan Kanoman, jangan ngebut. Begitu
melihat ada pepohonan di sebelah kanan, harus mulai pelan-pelan sambil lihat ke
arah kanan. Di antara pepohonan ini, terdapat gapura yang letaknya persis di
tengah dua bangunan pasar. (Gapuranya putih dan nggak ada namanya.) Nah,
langsung belok kanan melewati gapura, terus ikuti jalan melewati pasar, dan
akhirnya akan sampai di Keraton Kanoman. Jalan Kanoman itu satu arah, jadi
pengunjung yang kelewatan harus ikuti jalan lumayan jauh untuk bisa kembali ke
Pasar Kanoman.
Tiket masuk museum Keraton Kanoman Rp 7.000,- per
orang. Harga buku sejarah keraton Rp 30.000,-. Wajib menggunakan jasa tour
guide lokal untuk mengantar keliling keraton, tips seikhlasnya.
Keraton Kasepuhan
Jarak Keraton Kanoman ke Keraton Kasepuhan kira-kira
10 menit pakai motor. Untuk menuju ke Keraton Kasepuhan dari Keraton Kanoman
naik motor, tidak perlu masuk ke Pasar Kanoman lagi. Persis habis alun-alun,
sebelum masuk ke area pasar, ada jalan ke arah kiri menuju ke perkampungan. (Jalan
ini cuma bisa dilewati motor, bukan untuk mobil.) Nah, ikuti saja jalan itu
sampai nanti tiba di Jl. Pulasaren, yang merupakan jalan cukup ramai. Dari situ
tinggal belok kiri sampai bertemu petunjuk ke Keraton Kasepuhan. Entah karena
merupakan keraton tertua atau karena memang keraton ini adalah keraton yang
paling komersial, petunjuk jalan ke Keraton Kasepuhan cukup jelas. Google Maps
juga bisa dijadikan patokan yang akurat.
Bagian utama Keraton Kasepuhan. |
Keraton Kasepuhan ramai dikunjungi pengunjung di
hari kami datang. Karena kebetulan hari sebelumnya adalah hari Isra Mi’raj,
Sultan dan keluarganya juga membuka diri untuk kunjungan pribadi. Tentunya hal
ini tidak berlaku untuk kami yang hanya turis biasa. Jadi, kami cukup
berjalan-jalan mengitari kompleks keraton, masuk ke gedung museum, dan keluar
masuk daerah-daerah yang diijinkan untuk dijelajahi turis.
Berbeda dengan Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan memiliki
kompleks yang cukup luas. Itu belum termasuk alun-alun dan masjid agung yang
posisinya di luar gerbang pemeriksaan tiket masuk. Di dalam kompleks keraton
terdapat banyak bangunan, baik gedung keraton inti, bangunan Siti Hinggil, bangunan
museum, beberapa pendopo, rumah-rumah keluarga Sultan, dan reruntuhan Dalem Agung
Pakungwati.
Dalem Agung Pakungwati adalah bagian tertua dari Keraton
Kasepuhan. Walau berupa reruntuhan, namun daerah tua ini tetap menarik untuk didatangi.
Di sini terdapat beberapa sumur, salah satunya adalah Sumur Kejayaan, yang
hanya boleh dimasuki oleh laki-laki. Jadi, saya dan teman saya tidak bisa tahu
bagaimana wujud sumur itu. (Kabarnya sumur ini dulunya tempat mengambil wudhu
Sunan Gunung Jati dan para murid-muridnya, jadi agak wajar sih kalau dulunya
tempat ini tidak boleh dikunjungi wanita.) Orang sering mengambil air dari
Sumur Kejayan untuk kepentingan ritual tradisional Sunda. Tidak jauh dari Sumur
Kejayaan terdapat Sumur Upas yang ditutup.
Gerbang masuk Sumur Kejayaan : Wanita dilarang masuk. |
Museum di kompleks Keraton Kasepuhan menyimpan
barang-barang keraton seperti kereta kencana, senjata-senjata kuno,
barang-barang pecah belah, perlengkapan upacara dari perunggu, dan juga beberapa
set gamelan. Dari ukuran dan banyaknya barang yang dipamerkan, museum Keraton Kasepuhan
bisa dibilang baik.
Keraton Kasepuhan sebagai tempat wisata boleh
dibilang terawat secara profesional. Dari bagian penjualan tiket sampai
pembagian tugas tour guide, bisa dikatakan semuanya teratur. Tidak heran
pengunjungnya banyak dan keraton ini masuk ke itinerary banyak turis yang berkunjung
ke Cirebon.
Harga tiket masuk kompleks Keraton Kasepuhan Rp
20.000,- per orang. Tidak perlu ada pembelian tiket lagi, dan tidak wajib
menggunakan jasa tour guide lokal. Di sini adalah satu-satunya keraton dimana
turis bisa membeli topeng khas Cirebon. Kalau mau lihat-lihat saja, boleh
datangi penjual hasil seni di dekat loket tiket masuk.
Keraton Kacirebonan
Keraton ini jaraknya cukup dekat dari Keraton Kasepuhan
dan Keraton Kanoman. Naik motor hanya sekitar 10 menit. Dari Keraton Kasepuhan,
kita cukup lurus saja melewati Jl. Jagasatru, lalu sebelum pasar belok kanan
masuk ke Jl. Kacirebonan. Seingat saya jalan di sekitaran keraton-keraton ini
banyak yang satu arah, jadi kalau salah jalan, harus muter cukup jauh.
Bagian depan Keraton Kacirebonan. |
Keraton Kacirebonan relatif kecil – mungkin ukurannya
lebih kecil dari Keraton Kanoman. Jujur saja, petunjuk Keraton Kacirebonan
hampir-hampir tidak ada. Kami pun masuk ke halaman depannya (alun-alun kecil) juga
sambil ragu-ragu, apakah ini betul Keraton Kacirebonan atau bukan. Yang membuat
kami berani mencoba masuk adalah papan petunjuk yang bertuliskan “Wisata
Kuliner Pawon Bogana Keraton Kacirebonan”. Dan untungnya, memang betul –
restoran Pawon Bogana memang merupakan bagian dari Keraton Kacirebonan.
Keraton Kacirebonan tidak memiliki banyak
bangunan. Museumnya jadi satu dengan bangsal utama, tidak di gedung tersendiri.
Di bagian belakang museum terdapat tempat berjualan kain-kain batik khas
Cirebon. Harganya cukup mahal – mungkin karena dijual di keraton. Di sini kami
juga diijinkan berfoto dengan topeng tari cirebon yang memang dipakai di
kegiatan seni keraton.
Waktu kami berkunjung kemari, kucing milik
putranya Sultan mondar-mandir di dekat kami dan menjadi tontonan tersendiri.
(Kucingnya jadi lebih menarik dibandingkan dengan pajangan museum, hehehe!)
Pendopo di Keraton Kacirebonan. |
Tiket masuk Keraton Kacirebonan Rp 10.000,- per
orang. Wajib menggunakan jasa tour guide lokal untuk mengantar keliling keraton,
tips seikhlasnya.
Perbandingan Tiga Keraton
Saya sebenarnya tidak mau banyak membandingkan
rumah orang satu dengan orang lain. Tapi sebagai turis, sepertinya kurang afdol
kalau tidak memberikan beberapa pendapat tentang tujuan wisata yang dikunjungi.
Menurut saya, Keraton Kanoman adalah keraton yang
paling terbengkalai. Barang yang dipajang di museum paling sedikit. Waktu kami
masuk pun, yang menyambut kami adalah beberapa “abdi dalem” yang sedang
duduk-duduk tanpa kerjaan. Untungnya, di sini masih ada alun-alun yang cukup
luas dimana terdapat gerbang dan siti hinggil yang memiliki hiasan keramik yang
menarik.
Keraton Kasepuhan adalah keraton yang paling siap
untuk menerima turis. Dari pelayanan secara umum sampai manajemen wisatanya,
bisa dikatakan, paling profesional. Dari sisi luas area dan jumlah barang yang
dipamerkan, Keraton Kasepuhan juga unggul. Plus, spot-spot untuk foto-foto
cantik ada banyak banget. Tidak heran, banyak yang berkunjung ke mari.
Salah satu sudut di Keraton Kasepuhan. |
Keraton Kacirebonan tidak seindah kedua keraton
yang lain. Alun-alunnya kecil dan jumlah bangunannya lebih sedikit. Tapi paling
tidak, mereka berusaha menaruh banyak barang (termasuk meja kursi tua,
gambar-gambar, bendera, kain-kain, dan lain-lain) agar banyak barang yang bisa
dipamerkan. Di sini jumlah orang yang kerja lebih sedikit, namun semua ada
kerjaannya. Oh ya, walau tidak ditangani oleh tim manajemen turisme profesional,
namun keraton ini cukup berbenah diri untuk menarik pengunjung. Antara lain,
dengan membuka rumah makan dan menyediakan halaman depannya untuk acara-acara
sekolah.
Secara umum, saya merekomendasikan pembaca untuk
mengunjungi ketiga keraton ini. Termasuk untuk beli oleh-oleh (topeng Cirebon
di Keraton Kasepuhan) maupun mencoba hidangan ala kesultanan di Keraton
Kacirebonan. Paling tidak, kita belajar sejarah Bangsa Indonesia, termasuk
seluk beluk salah satu titik pusat perkembangan Islam di Indonesia.
(Bersambung.)
0 Komentar:
Posting Komentar