Kampung Wisata Edukasi dan Budaya Sindangbarang
Makan dan tidur di Sindangbarang
Yak, di liburan kali ini kami bertiga menginap di Kampung Wisata Edukasi dan Budaya Sindangbarang. Dibandingkan areal
taman nasional yang baru saja kami kunjungi (lihat artikel sebelumnya), lokasi Kampung Sindangbarang cukup
dekat dengan Kota Bogor. Bahkan, di malam yang cerah orang bisa melihat
kelap-kelip Kota Bogor dari Sindangbarang. Dari Curug Nangka ke Sindangbarang
dengan mobil hanya memakan waktu sekitar 45 menit. Itu sudah termasuk sempat
nyasar dan putar arah beberapa kali.
Selamat datang di Kampung Wisata Edukasi dan Budaya Sindangbarang. |
Untungnya, waktu kami tiba di Sindangbarang, gerimis
sudah berhenti. Jadi kami punya waktu untuk jalan-jalan melihat-lihat sekitar
Kampung Wisata Edukasi dan Budaya Sindangbarang. Kampung Wisata ini terdiri
dari sebuah ruang pertemuan yang disebut Bale Riungan, lumbung padi
tradisional, rumah-rumah yang bisa disewakan untuk menginap, Sanggar Seni
tempat latihan kesenian tradisional, lapangan tempat aktivitas outdoor, dan jalur trekking di sawah.
Seru juga jalan-jalan disekitar Kampung Wisata Edukasi dan Budaya ini.
Menjelang maghrib, hujan turun deras. Saat itu,
baru saya menyadari bahwa saya tidak membawa buku sama sekali, baik buku
bacaan, buku tulis, ataupun buku gambar. Waduh, ngapain nih, untuk mengisi
waktu luang sampai makan malam tiba? Saya sempat bolak balik mengelilingi rumah
karena bosan, tapi tetap saja tidak menemukan bagaimana caranya menghabiskan
waktu sampai jam makan tiba.
Lumbung padi di kampung budaya Sindangbarang. |
Ada sih, TV
di dalam rumah tempat menginap, tapi saya memang pada dasarnya kurang suka
menonton TV. Sementara teman saya yang sakit perut masih terlelap, teman yang satu
lagi asyik nonton YouTube di hape. Memang di kompleks penginapan ini disediakan
sarana Wifi yang cukup baik. Tapi kok kayaknya kurang seru yah, kalau menginap
di kampung budaya Sunda tapi nonton acara kaum bule di YouTube atau buka-buka
Facebook?
Akhirnya saya memutuskan untuk belajar
konsentrasi, pura-puranya yoga. Jadi, saya duduk di bale-bale di depan rumah
sambil duduk bersila, diam tak bergerak, dan memfokuskan pikiran ke pohon yang
ada di seberang lapangan. 15 menit saja. Hasilnya? Saya merasa bahagia karena
merasakan waktu seolah-olah berhenti. Jujur saja, sudah lama saya tidak
merasakan bosan karena tidak ada yang harus dilakukan. Biasanya, hari Sabtu
sambil tiduran di rumah saja, bisa teringat masih harus cuci baju atau ambil laundry, harus menggosok lantai kamar
mandi, ada janji makan siang dengan teman, masih ingat harus SMS si X untuk
urusan kantor atau ada tugas kantor yang harus selesai hari Senin pagi. Tapi di
Sindangbarang ini, saya merasakan bosan yang luar biasa karena menunggu makan
malam, sama seperti waktu masih kecil merasa bosan karena PR sudah selesai
dikerjakan tapi ibu belum selesai memasak. Duduk diam sambil memusatkan pikiran
ke pohon di seberang lapangan membuat saya mengingat kembali kebahagiaan masa
kecil dimana waktu berjalan lambat dan tidak diburu-buru. Setelah berhenti
konsentrasi pada pohon, saya lalu berbaring diam di kasur dan menikmati waktu
yang berjalan sangat lambat.
Makan malam yang bikin kangen. Sambalnya enak banget!!! |
Paket menginap di Kampung Wisata Edukasi dan
Budaya Sindangbarang sudah termasuk makan tiga kali. Jadi, teh/kopi sore hari,
makan malam, makan pagi, snack
menjelang siang, dan makan siang keesokan harinya sudah termasuk ke dalam
paket. Semua masakan dibuat oleh warga sekitar dengan bahan-bahan yang didapat
dari sekitar Sindangbarang. Makan malam juga dibuat dengan nuansa kampung
Sunda. Makan malam kami adalah nasi dengan lauk ayam goreng, bakwan jagung, dan
sayur lodeh. Plus, sambal uleg yang enak banget! Sayur lodehnya bener-bener
gurih dan nikmat. Selesai makan, saya langsung tidur kekenyangan.
Seluruh masakan yang saya makan di Kampung
Sindangbarang ini rasanya e n a k banget! Pagi kami dapat sarapan nasi goreng
dengan lauk telur ceplok dan tahu goreng tepung. Snack pagi kami jagung rebus
dan segelas bandrek. Pas banget dengan cuaca yang mendung. Makan siang kami
terdiri dari nasi, ayam goreng, dan perkedel. Plus sambel uleg yang enak banget
itu. Sampai sekarang, yang paling saya kangenin dari Kampung Sindangbarang
adalah sayur lodeh dan sambelnya.
Jalan-jalan di sekitar Kampung Sindangbarang
Saya bangun sekitar jam 6 pagi. Sudah pasti
matahari sudah bersinar terang. Berhubung tidak ada rencana mengejar sunrise,
maka kami bertiga memang sengaja bangun siang dan bermalas-malasan.
Matahari pagi di Sindangbarang. |
Tapi konsep bermalas-malasan saya tidak cuma
berbaring tidak bergerak di atas kasur. Konsep bermalas-malasan saya adalah
jalan kaki santai. Dan itu yang saya lakukan. Jam 6 pagi, saya jalan kaki di
sekitar Kampung Sindangbarang. Menyenangkan sekali. Saya berjalan di pematang
sawah, melewati kali kecil, dan melewati jalanan kampung. Tapi jangan berpikir
tentang desa pelosok yang belum mengenal aspal, yah! Kampung Sindangbarang
hanya satu jam perjalanan dari Kota Bogor, jadi sudah pasti di sini sudah
mengenal peradaban nan maju. Jalan kampung di sini beraspal mulus dan rumah-rumahnya
tertata cukup rapi. Selama jalan-jalan pagi, saya beberapa kali bertemu dengan
keluarga muda atau pasangan lanjut usia yang mengenakan baju training dan
sedang jogging. Sekitar jam 6:30, saya sudah kembali ke penginapan dan
siap-siap untuk makan pagi.
Gunung Salak, dilihat dari Sindangbarang. |
Sekitar jam 8 pagi, setelah kami menikmati makan
pagi berupa nasi goreng dan telur ceplok, kami mendapat tawaran untuk ikut guided tour singkat tentang peninggalan
prasejarah di sekitar Sindangbarang. Dengan senang hati kami terima. Jadi,
sesudah makan kamipun berangkat untuk melihat dua sisa-sisa peninggalan budaya
megalithikum yang sempat dilanjutkan di jaman Kerajaan Pajajaran.
Perjalanan menuju kedua situs cukup seru. Kami
melewati jalan setapak yang mendaki dan melewati kebun dimana banyak terdapat
pohon menteng. Bulan Februari rupanya musim menteng, karena pohon-pohon menteng
berbuah. Kami juga sempat melihat beberapa pohon kemang, namun tidak ada pohon
kemang yang berbuah.
Situs pertama yang kami kunjungi adalah situs Batu
Karut. Batu berukuran sebesar rumah ini dikabarkan merupakan tempat kegiatan
spiritual di masa kerajaan Sunda. Katanya, sampai saat ini masih ada orang yang
bersemedi di bawah batu ini untuk mendapatkan petunjuk kehidupan. Batu yang
terletak di halaman rumah ini tidak terlihat seperti tempat wisata, karena
tidak terawat dan salah satu sudutnya malahan menjadi tempat sampah rumah
tangga sekitarnya.
Situs Batu Karut. |
Situs kedua yang kami kunjungi adalah Punden Batu
Kursi. Punden Batu Kursi ini letaknya juga di pekarangan orang. Bahkan,
letaknya di dekat pintu masuk rumah pemilik tanahnya. Konon, punden batu kursi
adalah tempat meditasi raja di jaman kerajaan Pajajaran. Menurut tour guide
kami, penduduk Sindangbarang adalah penduduk kerajaan Pajajaran yang melarikan
diri saat ada serangan dari kerajaan Demak. Kisah-kisah peninggalan kerajaan
Pajajaran berupa batu-batu besar di sekitar Sindangbarang diceritakan dari
mulut ke mulut, dan baru-baru saja ini dituliskan di dalam buku tentang situs
purbakala di sekitar Bogor.
Punden Batu Kursi. |
Sebenarnya masih ada beberapa situs purbakala lain
di sekitar Sindangbarang, namun jaraknya cukup jauh jika berjalan kaki dari
tempat menginap. Karena kami ada rencana ke tempat lain, maka kami tidak mau
berlama-lama di sini.
Setibanya kami di kampung wisata, salah seorang
pengurus menginformasikan bahwa sanggar seni sedang menyelenggarakan latihan angklung
gebrak. Angklung gebrak adalah salah satu alat musik tradisional sunda. Sudah
tentu kesempatan ini tidak kami sia-siakan untuk turut latihan dan mencoba alat
musik tersebut.
Siang hari setelah makan siang, kami meninggalkan
Kampung Wisata Edukasi dan Budaya Sindangbarang dan berangkat menuju tempat
wisata berikutnya.
Warso Farm
Yak, destinasi selanjutnya di perjalanan kali ini
adalah Warso Farm. Warso Farm adalah kebun durian dan kebun buah naga, milik
keluarga seorang pensiunan tentara. Di sini, orang bisa membeli buah durian dan
buah naga, plus menikmati hasil olahannya seperti surabi durian atau sop
durian. Kebun buah naga dan durian yang luasnya 8,5 hektar ini memiliki
beberapa varietas durian yang dijamin membuat penggemar durian ngiler.
Warso Farm. |
Untuk penggemar durian, bolehlah mampir di Warso
Farm ini. Letaknya yang persis di pinggir Jl. Raya Cihideung, tepatnya di Desa
Cihideung, Kec. Cipelang, Bogor membuatnya mudah dicari. Posisinya GoogleMaps
cukup akurat sehingga tidak menyulitkan orang-orang yang baru pertama kali ke
sana.
Warso Farm adalah akhir perjalanan kami di liburan
kali ini. Kami pulang sambil membawa oleh-oleh buah durian untuk keluarga. Lain
kali, kami akan coba eksplor bagian lain dari area Gunung Salak yang mungkin
juga bisa menawarkan tempat-tempat wisata yang seru.
Kebun buah naga, Warso Farm. |
(Selesai.)
suasanyanya cozy, jadi pingin ke sana.. hehe
BalasHapuskapan2 pengen ke sini
BalasHapusIndonesia memang Indah. Dari kota kecil seperti ini saja sudah menyimpan banyak pesona alami
BalasHapusBener banget! Selain pemandangan keren, kulinernya juga okeh ...
Hapus