Waktu saya datang ke Kupang di tanggal 24 Desember
kemarin, teman yang saya kunjungi sebenarnya masih harus menyelesaikan
proyeknya. Jadi kami tidak bisa jalan-jalan seharian penuh karena dia masih
harus menyelesaikan meeting dengan tim konsultannya (yang galak-galak itu).
Akan tetapi, dengan waktu yang terbatas, saya masih sempat mengunjungi beberapa
tempat wisata di sekitaran Kota Kupang. Ini dia beberapa tempat yang saya
kunjungi :
Pantai Lasiana
Pantai Lasiana, dengan barisan pohon Lontar di tepinya. |
Tempat wisata yang masih di dalam Kota Kupang ini
adalah salah satu tempat wisata wajib bagi orang yang berkunjung ke Kupang.
Karena saya datang di malam Natal, tempat ini relatif sepi dari pengunjung
lokal. Bukan apa-apa, penduduk Kupang umumnya merayakan Natal bersama keluarga di
rumah, bukan hura-hura di tepi pantai. (Mungkin di tahun baru lebih meriah,
tapi sayangnya saya tidak bisa tinggal di Kupang sampai tahun baru.)
Yang menarik dari Pantai Lasiana adalah, pohon
yang melambai-lambai di tepi pantai bukan hanya pohon kelapa namun juga pohon
lontar. Berhubung di pantai di Pulau Jawa jarang ada pohon lontar yang tumbuh,
pemandangan ini terasa unik di mata saya.
Sebelum saya datang ke Kupang, saya sempat
menemukan berita di internet bahwa ada orang yang dimakan buaya di Pantai
Lasiana beberapa waktu sebelum jadwal kedatangan saya. Jadi, waktu teman saya
bilang bahwa kami akan menginap di Pantai Lasiana, saya sempat khawatir
kalau-kalau di pagi hari ada buaya menunggui saya di depan pintu penginapan.
Untungnya, di hari pertama saya tiba di Kupang, saya sempat membaca koran yang
memberitakan penangkapan buaya di Pantai Lasiana. Saya langsung merasa lega ...
(Lagipula, insiden buaya itu terjadi di muara sungai, yang jaraknya lumayan
jauh dari tempat penginapan.)
Pantai Batu Nona
Patung nona-nona di atas batu karang. |
Pantai Batu Nona letaknya di sebelah Pantai
Lasiana. Sama seperti Pantai Lasiana, pantai ini landai dan berpasir agak
kecoklatan. Bedanya, pantai ini lebih kotor daripada Pantai Lasiana. Di sini
terdapat batu karang yang disebut sebagai batu nona. Konon kabarnya, batu karang
itu bentuknya seperti perempuan. Akan tetapi, dari sisi manapun saya dan teman
saya melihat, kami tidak dapat membayangkan perempuan macam apa yang bisa
terbayang dari batu karang itu. Di atas batu karang tersebut, terdapat tiga patung
wanita (nona-nona) yang gayanya seperti patung-patung modern buatan Bali.
Menurut legenda yang saya baca di internet (www.kupang.tribunnews.com),
batu karang yang saya sebutkan tadi adalah tempat bunuh diri seorang gadis yang
patah hati. Jadi, katanya, pengunjung sebaiknya tidak naik ke batu karang
tersebut lewat dari pukul enam sore, karena roh-roh sudah mulai bergentayangan
di jam tersebut. Untungnya waktu saya datang ke Pantai Batu Nona, saya belum
membaca legenda ini. Kalau saya sudah baca, mungkin saya agak males juga untuk
naik ke atas batu karang. Padahal di atas batu karang itu ada banyak spot yang
bagus buat foto-foto.
Oh ya, untuk masuk ke Pantai Batu Nona, pengunjung
harus melewati pasar ikan yang banyak menjual ikan asin. Waktu kami lewat, memang banyak toko yang
tutup, namun masih ada satu-dua yang buka. Untuk yang senang ikan asin,
bolehlah mampir ke pasar tradisional ini.
Taman Nostalgia Kota Kupang
Gong Perdamaian Nusantara di Kota Kupang. |
Taman Nostalgia adalah taman kota yang dilengkapi
dengan jogging track dan tempat bermain anak-anak. Kalau dilihat dari
konsepnya, taman ini dimaksudkan sebagai tempat aktivitas warga, baik untuk
berolah raga, tempat bermain, dan tempat berkumpul remaja. Sayangnya, saat saya
datang tempat ini nampak tidak terlalu terawat. Di beberapa tempat, cat tembok
sudah mulai mengelupas dan di beberapa tempat jalan setapaknya sudah mulai
rusak. Yah, paling tidak, tulisan “Taman Nostalgia Kota Kupang” besar-besar
berwarna merah masih tetap okeh untuk foto-foto eksis.
Di taman ini terdapat Gong Perdamaian Nusantara
Kota Kupang, yang diresmikan oleh Pak Susilo Bambang Yudhoyono waktu masih
menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Gong dengan diameter dua meter
ini memuat lambang berbagai kota dan provinsi di Indonesia, serta simbol-simbol
keagamaan sebagai tanda kebersamaan antar agama di Indonesia.
Bunga Sepe yang menandakan musim hujan tiba. |
Taman Nostalgia terletak di tepi Jl. Frans Seda,
salah satu jalan utama di Kota Kupang. Di sepanjang jalan ini terdapat banyak
pohon flamboyan. Orang Kupang menyebutnya sebagai pohon sepe, dan bunga
flamboyan sudah tentu lebih dikenal oleh masyarakat lokal sebagai bunga sepe.
Bunga sepe berbunga di awal musim hujan. Menurut teman saya yang sudah tinggal
beberapa bulan di Kupang, di awal bulan Desember, seluruh pohon sepe di
sepanjang Jl. Frans Seda mengeluarkan bunga berwarna oranye kemerahan, dan dari
jauh mahkota pohon akan terlihat berwarna merah. Sehingga, berjalan-jalan di
dekat Taman Nostalgia saat itu akan terasa seperti jalan-jalan di antara
pepohonan di musim gugur di negara empat musim. Sayangnya, saat saya datang,
bunga sepe sudah mulai berguguran dan daun-daunnya sudah kembali pulih.
Kampung Solor
Siapa yang tak tergoda menikmati hidangan laut? |
Kampung Solor sebenarnya adalah daerah pasar.
Di siang hari, daerah ini adalah pasar tradisional dan pusat pertokoan tempat
orang berbelanja. Tapi begitu malam hari, salah satu sudutnya berubah menjadi
pusat kuliner laut. Tidak heran, letak Kampung Solor memang di tepi pantai.
Sayangnya pantainya tidak dapat dikunjungi dengan leluasa karena berbatasan
dengan perkampungan penduduk dan pasar.
Untuk wisatawan, Kampung Solor lebih dikenal
sebagai pusat kuliner hasil laut. Menurut teman saya, orang yang makan-makan
hidangan laut di sini umumnya bukan penduduk sekitar. Bukan apa-apa, harganya
memang relatif mahal dibandingkan dengan tempat lain. Namun tempatnya bersih
dengan nuansa warung tradisional sehingga cocok untuk turis. Penjualnya juga
tidak semuanya orang lokal, malahan banyak yang berasal dari Pulau Jawa.
Wisata kuliner di Kampung Solor. |
Di Kampung Solor, ada banyak penjual hidangan
laut. Mereka menata dagangan mereka di atas etalase atau kotak pendingin, dan
pengunjung dapat memilih sendiri ikan ataupun hewan laut lain yang akan
dimakan. Tinggal tunjuk, beri instruksi apakah ikan akan dimasak bumbu saus
padang atau bumbu merica, goreng atau bakar ... dan tunggu. Seluruh pesanan
akan datang beriringan untuk disajikan diatas meja. Pengunjung dijamin akan
ketagihan dan kembali lagi kemari. Untuk harga, disarankan untuk menawar supaya
mendapatkan harga yang pas. Waktu saya dan teman-teman (berenam) makan di
Kampung Solor, kami mengeluarkan sekitar Rp. 200.000,- untuk dua ekor ikan dan
seekor cumi besar yang dibakar. Biaya itu belum termasuk minuman, nasi putih,
dan sayur.
Sebetulnya, masih ada banyak tempat wisata lain di
Kota Kupang yang belum sempat saya kunjungi, seperti Pantai Panjang yang
merupakan tempat nongkrong para remaja, atau Taman Rekreasi Gua Monyet.
Sayangnya, karena keesokan harinya saya sudah harus berangkat ke Kota Soe, saya
tidak sempat berkunjung. Mungkin suatu saat nanti saya bisa melihat
tempat-tempat itu.
0 Komentar:
Posting Komentar