Kami tiba di Pulau Peucang sebelum jam tiga sore.
Langit masih cerah dan matahari bersinar cukup terik. Kami langsung
beres-beres, pindahan barang dari kapal ke kamar masing-masing. Satu kamar
isinya sekitar 12 orang, jadi lumayan padat. Tentunya kami tidak mau berlama-lama
di kamar. Selesai beberes, kami langsung berenang-renang di pinggir pantai.
Pantai Pasir Putih Pulau Peucang |
Pantai Pasir Putih Pulau Peucang memang luar biasa
indah. Airnya jernih, pasirnya putih bersih dan butirannya halus. Ombaknya
kecil, sehingga permukaan laut relatif tenang. Berenang di tepi pantai serasa
berenang di kolam renang, hahaha! Beberapa kali saya menemukan ikan yang
berenang-renang di area pasir putih.
Pantainya landai, sehingga kita bisa berjalan kaki
menuju laut. Dasar laut akan turun pelan-pelan, sehingga lama kelamaan
permukaan air laut akan sampai di bagian atas kepala kita. Tapi hati-hati,
karena setelah berjalan sekitar duapuluhan langkah, dasar pantai akan tiba-tiba
turun drastis seperti jurang yang dalam. Jadi buat yang nggak bisa berenang,
jangan coba-coba jalan terlalu jauh ke arah laut, ntar tahu-tahu merosot ke
dasar laut dan susah ditemukan.
Seluruh kegiatan makan dan masak-memasak dilakukan
di atas kapal. Mungkin untuk mempermudah kegiatan memasak, atau untuk
mengurangi jumlah sampah di pulau, atau untuk mengurangi biaya kebersihan untuk
penduduk pulau, kru rombongan kami memasak di kapal, dan kegiatan makan bersama
rombongan juga diselenggarakan di atas kapal. Saya lihat, di kapal lain kegiatan
masak-memasak dan makan juga diselenggarakan di atas kapal. Hanya satu kapal,
yang penumpangnya bule saja, yang makanannya diantar ke kamar. Mungkin ada
biaya tambahan untuk itu.
Nggak cuma manusia yang senang ke pantai. |
Sekitar jam 4 sore kami berencana untuk jalan kaki
ke Karang Copong untuk melihat sunset. Apadaya, hujan deras mengguyur. Padahal
jalan menuju Karang Copong cukup terjal dan licin. Karena kelamaan berembuk,
kegiatan trekking baru dimulai sekitar jam lima kurang. Jadi, kesepakatan
akhirnya adalah, tetap jalan kaki trekking menembus hutan di tengah hujan
deras, lalu foto-foto dengan latar belakang Karang Copong, tanpa perlu ke
karangnya itu sendiri.
Jadilah, kami berjalan melewati lumpur di
tengah-tengah hutan, sambil disiram hujan deras. Untungnya hutan yang dilewati
topografinya landai, jadi tidak merepotkan. Jalan setapak yang berubah menjadi
jalur lumpur hanya menambah serunya perjalanan. Karena hujan deras, maka kami
tidak bisa foto-foto di hutan. Sayang sekali. Padahal kami melewati beberapa
pohon unik, seperti pohon merbau dan pohon fiscus. Pohon merbau yang tinggi
besar dan lingkar batangnya sekian belas meter, serta pohon fiscus yang seperti
akar-akar tebal yang menjulang tinggi, hanya kami lewati begitu saja karena
hujan yang kelewat deras.
Karang Copong di kejauhan. |
Trekking ini sebenarnya adalah berjalan kaki
menembus Pulau Peucang, dari pantai timur ke pantai barat. Lumayan juga, jalan
kaki sekitar 1 jam. Untungnya, setibanya di pantai barat, di dekat Karang
Copong, hujan sudah mereda. Jadi masih bisa foto-foto dengan latar belakang
Karang Copong. Walau mendung menggantung, foto narsis tetap jalan! Oh ya, dari
pantai, kami masih bisa melihat Mercusuar Tanjung Layar di kejauhan. Mercusuar
Tanjung Layar adalah mercusuar di ujung paling barat Pulau Jawa.
Pas balik ke tempat penginapan, rombongan sempat
berhenti di tengah jalan karena ada ular yang melintang di jalan. Mau jalan
lewat rumput di pinggir jalan setapak, takut menginjak ulang yang lebih besar
lagi. Jadi kita berdiri menunggu ular itu “sadar diri” dan beringsut
menyingkir. Sampai Pantai Pasir Putih, kami langsung disambut rusa-rusa yang
merumput di halaman penginapan. Sayang halaman depan penginapan gelap sekali,
jadi fotonya kurang bagus. Kalau mau pakai blits, takut mengganggu rusanya.
Sunrise. |
Saya tidur cepat. Jam 9 sudah terlelap. Untungnya
tidak banyak nyamuk yang mengganggu. Entah autan yang saya pakai ampuh, atau
memang bukan musimnya. Yang jelas, saya bangun pagi dalam keadaan segar, dan
siap mengejar sunrise di jam 6 pagi. Waktu saya menginap di Pulau Peucang, sunrise
muncul tepat jam 6 pagi.
Tidak cuma manusia yang bangun pagi. Babi dan kera
juga bangun pagi. Sekitar jam 7, mereka sudah berkerumun di depan penginapan
untuk meminta makanan. Kalau babi, mereka paling hanya bersuara-suara sambil
mendekati orang-orang yang lewat. Kalau kera ... mereka juga berani (dan
sanggup) merebut stoples dari tangan atau menyelinap masuk ke dalam kamar untuk
mengobrak-abrik tas. Kera-kera di sini bahkan bisa membuka bungkus dan makan
Beng-beng loh.
Babi dan kera minta makan dari wisatawan di pagi hari. |
Panitia tour kami sebenarnya agak selengekan juga.
Bangunnya kesiangan. Setelah molor-molor, jam 8 pagi kami baru berangkat naik
kapal menuju padang penggembalaan Cidaon. Harusnya jam 7 berangkat. Padang
Cidaon sebenarnya bukan di Pulau Peucang melainkan di Pulau Jawa, di
seberangnya Pulau Peucang. Jaraknya lumayan dekat sih. Perjalanan hanya sekitar
10 menit naik kapal. Tapi jam 8 ternyata sudah terlalu siang, sehingga sudah
tidak ada hewan yang merumput atau mencari minum di situ. Hewan yang sempat
terlihat adalah seekor merak yang berlari-lari ke balik pepohonan.
Dari padang Cidaon, kami kembali ke penginapan
untuk beres-beres dan check out. Jam 12 siang kami berangkat meninggalkan Pulau
Peucang untuk pulang. Tentunya kami tidak langsung pulang. Kami mampir dulu di
pantai Citerjun. Pantai Citerjun dinamai demikian karena ada air terjun kecil
di tepi pantai. Pantainya dangkal sehingga kapal tidak bisa merapat. Karena
memang masih sangat alami, di situ belum ada dermaga. Kalau mau ke pantai,
wisatawan harus berenang ke pantai. Betul! Nyemplung ke laut lalu berenang ke
pantai! Ombaknya cukup besar dan arusnya lumayan deras, jadi butuh nyali
tersendiri untuk menuju ke pantai. Untuk yang tidak bisa berenang disediakan
pelampung agar bisa didorong ke pantai.
Padang penggembalaan Cidaon. |
Untuk yang berkesempatan ke pantai Citerjun, saran
saya: Harus berenang sampai di pantainya. Pantainya landai, tapi ombaknya
tinggi. Kalau buat berenang sih, tidak terlalu disarankan. Tapi untuk main-main
di pinggir pantai, seru! Yang lebih menarik lagi adalah air terjun air tawar
yang persis di tepi pantai. Airnya segar sekali. Harus mencoba minum atau cuci
muka pakai air sungai itu. Berhubung saya tidak punya kantong tahan air untuk
kamera, jadi saya tidak membawa kamera saya ke pantai. Apa boleh buat, tidak
ada foto-foto yang diambil dari Pantai Citerjun.
Keluar dari Pantai Citerjun jam dua siang.
Sebenarnya rencananya ada satu spot snorkeling lagi di Pantai Handeleum. Akan
tetapi, karena takut sampai Jakarta kemalaman, jadinya spot yang terakhir
dibatalkan. Tanpa mampir ke spot yang terakhir itupun, kami sampai di Jakarta
jam setengah dua malam. Kebayang kan ...
Air terjun di Citerjun. |
Jam setengah lima sore kami tiba kembali di Desa
Sumur. Lumayan untuk istirahat sejenak. Paling tidak bisa mandi dan rebahan
sebentar. Sekitar jam setengah tujuh, kami sudah berangkat naik bus sewaan
kembali ke Jakarta. Sampai ke titik temu awal di Plaza Semanggi jam 01:30 dini hari. Selesai sudah liburan kali ini.
(Selesai.)
boleh tahu contact person penginapan di sumur atau di peucang
BalasHapusWah ... dulu saya ikutan tour, jadi semua sudah diatur EO-nya. Waktu itu emang sengaja nyari paket murah ke ujung kulon lewat browsing-browsing di internet. Nggak mau repot.
Hapus