Ada dua tempat wisata yang saya kunjungi di Hoi
An: pertama, daerah kota tua yang juga disebut sebagai Ancient Town; kedua,
pantai Cua Dai.
Ancient Town of Hoi An
Ancient Town of Hoi An adalah daerah pemukiman
pedagang (mayoritas bangsa Cina) dari jaman dahulu kala yang masih terjaga
kelestariannya hingga saat ini sehingga dapat menjadi saksi hidup kejayaan Hoi
An sebagai pusat perdagangan di masanya. Bangunan yang dijadikan tempat
kunjungan turis antara lain adalah Japanese Covered Bridge, rumah-rumah
keluarga pedagang kuno, dan kuil serta gedung pertemuan komunitas pedagang
Cina. Jujur saja, kalau menurut saya, Ancient Town of Hoi An sama saja dengan
China Town di banyak negara. Rumah-rumah di sini bentuknya jaman dulu banget,
dan rata-rata dibangun di abad ke-17 dan abad ke-18. Ancient Town of Hoi An
tercatat sebagai World Heritage di tahun 1999.
Japanese Covered Bridge. Simbol kota Hoi An. |
Karena areal ini adalah areal perumahan kuno, ada banyak
jalan masuknya; dari jalan umum yang lebar sampai jalan tikus yang melewati area
tempat tinggal penduduk lokal. Di setiap jalan masuk utama, ada loket penjual
tiket masuk. Kalau di jalan masuk yang bukan jalan utama, hanya ada petugas
yang berdiri di pinggir jalan sambil membawa tiket dan memerika turis yang
lewat. Harga tiket masuk 120.000 Dong untuk seharian penuh. Kalau penduduk
lokal, bisa keluar masuk area kota tua sesuka hati.
Karena tiket berlaku satu hari, maka turis sering
keluar masuk kompleks hanya dengan membeli tiket di pagi hari. Akibatnya, kalau
datang siang hari, sering kali mudah lolos pemeriksaan tiket karena menyaru
dengan turis-turis yang sudah keluar masuk kompleks Ancient Town dari pagi
hari. Kalau pagi hari dan sore hari, petugas di ujung jalan-jalan tempat masuk
kompleks Ancient Town waspada dan kadang menanyakan tiket ke turis-turis yang
lewat. Tapi kalau siang hari sekitar jam 12 atau jam 2 siang, saya lihat di
jalan-jalan masuk yang bukan jalan utama, petugasnya sering tidak ada. Mungkin
karena Hoi An di siang hari panas banget (!) dan di jam-jam ini relatif jarang
ada turis jalan-jalan. Tapi kalau di jalan-jalan utama yang ada loketnya
(petugasnya nggak hanya berdiri di pinggir jalan), dari jam 6 pagi sampai jam
10 malam pasti ada petugas yang jaga.
Salah satu sudut Ancient Town of Hoi An di siang hari. |
Untuk setiap pembelian tiket masuk areal Ancient
Town, turis berhak untuk masuk ke lima dari dua puluh dua gedung tujuan wisata
pilihan yang ada. Gedung tujuan wisata ini adalah rumah atau bangunan yang
dirawat oleh pemerintah dan tercatat sebagai bangunan bersejarah nasional.
Termasuk di dalamnya adalah rumah kuno yang masih ditinggali oleh pemiliknya,
kuil Cina, gedung pertemuan pedagang Cina, dan museum serta bangunan kesenian.
Selain gedung tujuan wisata, di kompleks Ancient Town ini juga ada toko-toko
dan rumah makan. Di malam hari, turis dan penduduk lokal datang ke dalam
kompleks untuk makan di rumah makan dan nongkrong di cafe. Semua toko, rumah
makan, dan cafe di area ini juga merupakan rumah-rumah tua yang dilindungi oleh
pemerintah Vietnam.
Sehari saya habiskan berjalan-jalan bersama
teman-teman di Ancient Town ini. Gedung tujuan wisata yang saya kunjungi selama
saya di Ancient Town of Hoi An adalah:
1. Japanese
Covered Bridge
Untuk dapat menyeberangi jembatan ini, pengunjung harus
memiliki tiket masuk kompleks Ancient Town, dan mereka harus merelakan satu
jatah masuk ke dalam gedung yang ada di dalam tiket tersebut. Jembatan ini
adalah simbol kota Hoi An. Dulunya dibangun oleh komunitas pedagang Jepang
untuk menghubungkan area pemukiman pedagang Jepang dan area pemukiman pedagang
Cina di pusat kota. Di tengah jembatan, ada kuil pemujaan yang masih digunakan
sampai sekarang.
2. Assembly Hall
of the Cantonese Chinese Congregation (Quang Trieu)
Bangunan yang indah ini adalah tempat perkumpulan
dan persinggahan sementara bagi para pedagang dan pelaut Cina dari daerah
Guandong (suku Kanton). Hingga sekarang, gedung ini masih digunakan oleh
komunitas Cina Kanton di sekitar Hoi An. Di beberapa tempat, ada tempat-tempat
penghormatan kepada dewa-dewa dan leluhur. Di taman, terdapat beberapa patung
dan ukiran yang indah.
3. Old House of
Phung Hung
Ruang tamu di rumah kuno keluarga Phung Hung. |
Rumah kuno yang masih ditinggali oleh keluarga
pemiliknya ini sudah berdiri sejak abad ke-18. Rumah ini dibangun berdasarkan
arsitektur Jepang, dengan sentuhan lokal dan Cina di bagian atapnya. Sebagian
besar bangunannya terbuat dari kayu. Pemilik rumah juga berjualan baju, sarung
bantal, dan taplak meja dari bahan sutera.
4. Quan Cong
Temple
Kuil yang mencuri perhatian dari kejauhan karena
warna merahnya ini merupakan kuil tempat pelaut jaman dulu berdoa sebelum pergi
berlayar. Hingga sekarang, kuil ini masih dipakai berdoa. Kompleks kuil ini
menyambung ke bangunan Museum of Hoi An
History and Culture. Jadi, meskipun cuma dipotong satu jatah kunjungan
gedung, kami juga bisa mengunjungi gedung tambahan, yaitu museum sejarah dan
budaya. Museum kecil ini menceritakan perkembangan Hoi An dari masa ke masa,
sekaligus beberapa peninggalan dari masing-masing jaman, seperti meriam kecil,
lonceng kuil dan tempat pembakaran persembahan, peta kota Hoi An jaman dulu,
keramik, dan juga daun pintu rumah kuno dengan ukir-ukiran yang cantik.
5. Fukien
Assembly Hall
Fukien Assembly Hall. |
Bangunan ini adalah tempat perkumpulan merangkap
tempat ibadah untuk orang-orang Cina Hokkien di Hoi An. Bangunan dengan halaman
yang luas ini didirikan di abad ke-17 dan sampai sekarang masih aktif
digunakan. Memang, suku Hokkien adalah suku Cina terbanyak di daerah Hoi An. Di
sini terdapat kuil pemujaan terhadap dewi-dewi pelindung pelaut. Mulai dari gerbang
depan sampai taman di belakang, pengunjung akan dapat melihat koleksi
patung-patung yang indah dan terawat.
Selain gedung-gedung di atas, Ancient Town juga
memiliki rumah-rumah kuno yang kebanyakan sudah berubah fungsi menjadi toko,
cafe, atau rumah makan. Di tengah kompleks ini ada pasar yang menjual berbagai
masakan tradisional.
Kalau malam, di beberapa sudut areal kota tua, diselenggarakan acara-acara seperti tarian tradisional atau pasar malam. Ada juga paket makan malam di atas kapal dan melepas lampion di sungai Hoai.
Pentas lagu-lagu tradisional dan door prize untuk pengunjung di malam hari. |
Jalan-jalan di Ancient Town asik banget, tapi
kalau siang hari panasnya bukan main. Sepi pula. Turis-turis asing (baca: bule) cuma
kelihatan di pagi dan sore hari. Tadinya saya pikir turis-turis itu ngadem di
dalam kamar hotel di siang hari. Ternyata, mereka pergi ke tempat lain di siang
hari.
Cua Dai Beach
Yak, turis-turis itu, di siang hari, bermain-main
di pantai! Cua Dai Beach adalah pantai yang indah dengan pasir putih dan air
laut yang biru, persis seperti di kartu pos. Saya dan teman-teman saya pergi ke
pantai Cua Dai keesokan harinya setelah seharian berputar-putar di Ancient Town
of Hoi An. Dua orang teman yang tidak bisa naik sepeda memilih untuk naik ojek.
Sementara saya dan satu orang lagi menyewa sepeda dari hostel tempat menginap.
Jarak pantai Cua Dai dari Hoi An sekitar 4 km.
Dengan sepeda, jarak itu dapat ditempuh selama sekitar satu jam. Pemandangan
sepanjang perjalanan menarik juga. Kami dapat melihat kota Hoi An modern (yang
bukan daerah wisata) dengan deretan toko-toko dan kafe, serta penduduk lokal
yang sedang beraktivitas. Kadang-kadang kami juga bertemu dengan turis-turis
yang bersepeda. Menjelang pantai, pemandangannya berubah menjadi pemandangan
alam dengan sungai dan sawah. Kalau berwisata ke Hoi An, sebaiknya sempatkan
untuk keliling kota naik sepeda. Tidak akan menyesal!
Kursi santai di sepanjang pantai Cua Dai. |
Pantai Cua Dai memang cocok untuk menjadi tempat
wisata. Pasirnya putih, lautnya biru, dan deretan pohon kelapa di tepian
membuat kami merasa nyaman bersantai di sini. Lautnya tenang, tidak terlalu
berombak. Banyak turis datang ke sini untuk berenang atau melakukan olah raga
air lain. Pemandangan khas pantai dengan turis-turis berpakaian renang juga
menjadi bagian yang tak terpisahkan di sini.
Di sepanjang pantai ada kursi-kursi malas yang
disewakan seharga 25.000 Dong per kursi untuk seharian. Tadinya mbak-mbak yang
ada di situ bilang harganya 100.000 Dong per kursi, tapi setelah nego, jadinya
100.000 Dong untuk empat kursi. Setelah nguping kiri-kanan ke turis-turis lain,
ternyata si mbak-mbak ini memang suka menawarkan harga yang nggak masuk akal.
Dan semua turis menawar harga menjadi antara 20.000 Dong sampai 30.000 Dong per
kursi untuk seharian. Sepertinya memang menawar harga wajib hukumnya di pantai
ini. Pedagang keliling yang ngotot menawarkan barang-barangnya juga selalu
menawarkan agar kami membeli dan menawar harganya.
Pantai Cua Dai yang tenang dan cantik. |
Kami makan siang di tepi pantai Cua Dai, tepatnya
di restoran Van Phi. Kami makan di sini karena tukang ojek kedua teman saya
mengantar mereka kemari dan “memaksa” kami untuk memarkirkan sepeda di sini.
Terpaksalah, kami makan di sini. Harganya mahal dan rasanya biasa saja. Kami
makan nasi goreng seafood yang nasinya agak keras, dan minum air kelapa yang
daging kelapanya sudah keras. Waktu kami minta sendok untuk mengerok daging
kelapa, pelayan restoran bingung. Rupanya, di situ orang hanya minum air
kelapa, tapi tidak memakan dagingnya. Makanya buah kelapa yang disajikan bisa
tua bisa muda – tergantung adanya. Saya dapat kelapa yang masih cukup muda,
kalau teman-teman saya dapat kelapa tua yang bisa dibuat santan. Hahaha!
(bersambung)
0 Komentar:
Posting Komentar