Sekali-sekali, pengin
ngerasain natalan di Singapura. Jadinya, berangkatlah ke Singapura tanggal 22
Desember kemarin. Tentunya, beli tiket sudah jauh-jauh hari ... maklum, peak
season! Walau cuma di sana empat hari, namun sudah puas menjelajahi
daerah-daerah wisata di Singapura, terutama di daerah selatannya. Tentunya,
mengingat jalan-jalan saya di musim liburan, saya sudah mengatur rencana tujuan
saya sebelumnya dan semua tiket sudah dibeli secara online untuk mencegah
antrean yang terlalu lama. Lumayan loh. Beli tiket untuk atraksi di Sentosa
Island, misalnya, kadang-kadang ada diskonan khusus untuk pembelian online.
Hari 1
22 Desember 2013
Kampong Glam, Bugis, Esplanade Park, Merlion Park,
Singapore Flyer, Marina Bay: Jalan kaki!
Dengan Tiger Air,
saya mendarat di bandara internasional Changi sekitar jam 10 pagi. Setelah
lepas dari imigrasi dan pengurusan bagasi, saya langsung menuju ke stasiun MRT
di bawah. Sebelum jalan-jalan, pertama-tama wajib membeli kartu EZ-Link.
Harganya SGD 12; SGD 5 untuk biaya kartu, dan isinya SGD 7. Isinya refundable;
jadi kalau sudah tidak butuh lagi, bisa ditukarkan uang. Dengan kartu ini, naik
MRT atau bus tidak perlu repot-repot – cukup scan kartu dan tinggal jalan.
Masjid Sultan, dari arah Kampong Glam Cafe |
Dari stasiun MRT
Changi Airport, transfer di Tanah Merah, lalu turun di Bugis. Kenapa? Karena
saya hendak menginap di area Kampong Glam, lebih tepatnya di Arab Street. Saya
menginap di Shophouse the Social Hostel. Hostel yah, satu kamar bisa untuk 8 –
12 penghuni. Alasan saya memilih hotel ini adalah karena ada satu lantai yang
dikhususkan untuk perempuan. Jadi, bisa mondar mandir dari kamar tidur ke kamar
mandi dengan tenang. Oh ya, yang namanya hostel murah di Singapura, umumnya
adalah ruko yang disulap menjadi tempat penginapan. Jadi tidak ada lift. Jangan
membawa tas yang merepotkan untuk naik turun tangga, yah! Harga untuk tiga
malam, sekitar IDR 790.000,- lewat Agoda.com. Jarak dari Bugis MRT Station ke
hostel sekitar 15 menit jalan kaki.
Setelah check in dan
beres-beres, jam 12 siang saya mulai bergerak! Pertama, isi perut dulu ...
Kebetulan, hostel saya sangat dekat kafe dan rumah makan. Karena daerah ini adalah
daerah pemukiman islam, makanan di sini sebagian besar halal. Di salah satu
perempatannya, ada Kampong Glam Café, yang menjual nasi dan lauk a la warteg.
Makan nasi sayur dan telur, dan air mineral botolan, dengan harga SGD 3,5 di sini sudah
cukup kenyang. Oh ya, di area sini ada beberapa warung makan 24 jam, yang
semuanya menyajikan makanan halal a la warteg. Jadi kalau pulang malam dan
kelaparan, tinggal mampir ke sini saja.
Istana Kampong Glam |
Selesai makan,
saya jalan sekitar 10 menit dan tiba di Masjid Sultan. Masjid yang menjadi fitur utama Kampong Glam ini
didirikan oleh Sultan Johor yang dulunya menjadi penguasa di Singapura sebelum
jamannya Raffles. Kubahnya yang berwarna kuning menjadi ciri khas yang dapat
terlihat dari kejauhan. Tak jauh dari situ, ada Istana Kampung Glam (Malay
Heritage Center), yang merupakan pusat kebudayaan setempat.
Selain warung
makan asia tenggara halal dan rumah makan dengan menu timur tengah, di sekitar
Kampung Glam juga banyak warung bir dan warung shisha. Tapi yang terakhir ini
saya nggak nyobain yah … mau berhemat!
Oh ya, hal lain
yang menjadi ciri khas daerah Kampong Glam, terutama Arab Street, adalah
penjual kain. Di sepanjang jalan, terdapat ruko dimana pedagang-pedagang kain
menawarkan dagangannya.
Dari Arab Street,
saya berbelok ke Victoria Street, langsung ke Bugis Junction. Cuma lewat sih.
Soalnya nggak terlalu minat belanja. Dari situ tinggal jalan sedikit dan sampai
di Bugis+. Bugis+ adalah
mall yang cukup banyak dikunjungi oleh orang Indonesia untuk belanja.
Patung di muka Sri Khrisnan Temple |
Di belakangnya Bugis+
ada sebuah kuil hindu yang berdekatan dengan kuil cina. Kuil hindu Sri Khrisnan
Temple didirikan tahun 1870, dan merupakan penghormatan kepada Sri Khrisna.
Didekatnya adalah Kwan Im Thong Hood Cho Temple yang didirikan tahun 1884, merupakan
salah satu kuil cina tertua di Singapura. Sesuai namanya, kuil ini didirikan
untuk menghormati Dewi Kwan Im. Kedua kuil ini masih aktif hingga sekarang, dan
saat saya ke sana (sekitar jam 1-an) keduanya dipenuhi oleh orang-orang yang
berdoa. Yang menarik adalah, ada beberapa umat salah satu kuil, kalau lewat di
depan kuil lainnya, membungkuk sebagai tanda hormat di depat gerbang kuil
lainnya itu.
Kwan Im Thong Hood Cho Temple yang ramai |
Dari kuil-kuil itu,
saya kembali ke Victoria Street dan tiba di St. Joseph’s Catholic Church.
Tujuannya sih, memang untuk mencari tahu kapan misa Natal di situ diadakan.
Soalnya, memang maunya merayakan Natal di Singapura, jadi sudah pasti dong ...
ikut misa natalan setempat. Menurut jadwal, ada misa berbahasa latin di tanggal
25 Desember siang hari, jadi saya bisa datang ke misa tersebut. Gereja St.
Joseph adalah salah satu monumen nasional Singapura, yang pertama kali
didirikan oleh misionaris Portugis.
St. Joseph's Church di Victoria Street |
Dari situ, tinggal
jalan sedikit lalu berbelok ke Bras Basah Road dan saya tiba di Singapore Art
Museum. Gedungnya bagus banget dan asyik buat foto-foto. Tapi saya nggak
masuk yah, soalnya bayar SGD 10. Saya malah jalan sedikit lagi dan masuk ke St.
Peter and Paul’s Catholic Church. Gereja ini didirikan di sekitar tahun
1860-an.
Dari situ, saya
kembali ke Victoria Street dan lanjut melewati Good Sheperd Cathedral, katedral
gereja Katholik di Singapura. Gereja ini sedang direnovasi, jadi tidak ada yang
bisa dilihat di sini. Diseberangnya, ada rumah makan dan klub mewah, Chijmes,
yang gedungnya mirip gereja. Gedung itu dulunya adalah biara yang sudah berubah
fungsi.
Chijmes, yang dulunya adalah biara, sekarang rumah makan dan klub. |
Dari Chijmes, saya
terus mengikuti Victoria Street sampai di Stamford Road. Mengikuti Stamford
Road, saya tiba di St Andrews Cathedral. Ini adalah gereja Anglikan dan pertama
kali didirikan tahun 1837. Salah satu gereja bersejarah di Singapura, gereja ini
memiliki halaman dan lahan parkir yang luas dan bersih.
Dari St.Andrews
Cathedral, saya sudah bisa melihat Marina Bay Hotel. Tinggal jalan sedikit, dan
saya sudah tiba di Esplanade Park. Di seberang ada the Padang, yang merupakan
lapangan rumput luas, dan dari kejauhan terlihat City Hall serta Singapore’s
Supreme Court.
Esplanade Park |
Saya tiba di sini
hari Minggu, jadi Esplanade Park penuh dengan orang-orang yang duduk-duduk dan
bersantai. Oh ya, Esplanade Park di hari Minggu adalah tempat berkumpulnya TKW
dari Indonesia dan Philippina. Jadi, merekalah yang duduk-duduk di hampir seluruh
penjuru taman tersebut. Saya tiba di sini jam 4-an, jadi sekitar 3 jam jalan
kaki dari Kampong Glam. Itu sudah termasuk nyasar-nyasar, muter-muter di jalan
yang sama sampai dua-tiga kali, berhenti buat foto-foto, dan berhenti di halte
bus buat istirahat. Waktu di hari keempat mencoba jalan ke Fort Canning Park di
dekat situ, jadi nyadar kalau sebenarnya cukup 1 ½ jam jalan biasa (tanpa
berhenti) juga sudah nyampai.
Tempat Sir Raffles pertama kali mendarat. Dengan Clarke Quay di latarnya. |
Di Esplanade Park
terdapat banyak monumen dan area bersejarah. Berikut yang saya kunjungi: Tan
Kim Seng Fountain, the Cenotaph, Indian National Army Marker, Civilian War
Memorial, Lim Bo Seng Memorial, Queen Victoria’s Walk. Saya lalu melewati
underpass ke tepi Singapore River dan melewati Dalhouse Obelisk, Anderson
Bridge, The Art House, Singapore Asian Civilization Museum, dan patung Sir
Raffles. Patung itu didirikan tepat di tempat dimana Sir Raffles pertama kali
mendarat di Singapura. Diseberang terlihat deretan kafe di Clarke Quay.
Patung Merlion, dengan Marina Bay Sands di latarnya. |
Saya lalu kembali ke
Esplanade Park, melewati Esplanade Bridge dan tiba di Merlion Park. Disitu
terdapat patung Merlion yang merupakan maskot Singapura. Saya lalu kembali ke
gedung Esplanade, mampir untuk makan es potong seharga SGD 1 yang enak di
pinggir jalan, lalu melewati Queen Elizabeth Walk menuju Singapore Flyer.
Singapore Flyer |
Singapore Flyer
adalah sebuah ferris wheel raksasa yang dimaksudkan sebagai tempat observasi.
Pengunjung dapat melihat Singapura dari ketinggian 165 meter. Sebelum tiba di
kapsulnya, kita disuguhi diorama yang menjelaskan dasar-dasar ilmiah dari
konstruksi Singapore Flyer ini, sekaligus sejarah pembangunannya. Alat-alat
peraganya menarik dan interaktif. Ada buku yang kalau kita buka, bisa menjadi
alat pandu untuk video interaktif yang diputar di atasnya.
Marina Bay Hotel dilihat dari Singapore Flyer. |
Di Singapore Flyer,
kita bisa melihat laut dan juga pulau-pulau kecil di selatan Singapura. Bahkan,
kita juga bisa melihat wilayah perairan Indonesia. Pemandangan yang paling saya
suka adalah pemandangan Gardens by the Bay dan Marina Bay Sands dari titik tertinggi
Singapore Flyer. Harga tiket untuk Singapore Flyer, kalau beli online, dapat
diskon 10% jadi SGD 29.70 termasuk pajak.
Di bawah Singapore
Flyer ada Singapore Food Trail, yang merupakan food court yang mengumpulkan
tempat-tempat makan tradisional terkenal di Singapura. Saya makan prawn noodles
ukuran sedang seharga SGD 8. Kenyang!
Gardens by the Bay |
Dari Singapore Flyer,
saya jalan kaki ke Gardens by the Bay. Saat itu sudah sekitar jam tujuh lebih.
Jadi sudah cukup sore. Baru sebentar berjalan-jalan, sudah gelap. Saya langsung
menuju ke Supertree Groove, dan menaiki OCBC Skyway, lalu menikmati OCBC Garden
Rhapsody. OCBC Garden Rhapsody adalah sajian tata lampu dan lagu di area
Supertree Groove. Tiket naik OCBC Skyway adalah SGD 5.
Supertree Grove di malam hari. |
Jam setengah sepuluh
saya pulang kembali ke hostel naik MRT, dan langsung tidur. Untung hostel saya
sangat dekat dengan klub dan kafe. Semalam apapun saya pulang, saya masih
menemukan banyak orang nongkrong dan lalu lalang. Jadi terasa aman.
(...bersambung...)
0 Komentar:
Posting Komentar