4. Gua
Tempurung
Hari Minggu ini saya dan
teman saya hendak mengunjungi Gua Tempurung dan Kelly’s Castle. Memang
sebenarnya Gua Tempurung merupakan tujuan utama kami datang ke Ipoh ini.
Sedangkan Kelly’s Castle kebetulan sejalan saat kami kembali ke Ipoh dari Gua
Tempurung.
Gua Tempurung adalah salah
satu gua batu kapur terbesar di Malaysia barat, yang panjangnya mencapai 3 km. Gua
ini dipercaya sudah ada sejak tahun 8000 SM. Sebelum menjadi tempat wisata, gua
ini sempat juga menjadi tambang timah. Di jaman dahulu, Ipoh termasuk kota
bisnis yang maju pesat berkat tambang-tambang timah yang ada di sekitarnya.
Gua Tempurung jaraknya cukup
jauh dari kota Ipoh. Gua ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi
maupun taksi dengan perjalanan selama 45 menit. Kalau naik bis, Anda harus
turun di halte terdekat yang jaraknya sekitar 30 menit jalan kaki. Jalan dari
halte bus ke gua sangat sepi dan tidak ada rumah penduduk. Di kiri kanan
hanyalah pepohonan kelapa sawit. Kalau minatnya untuk datang ke sekitar Ipoh
benar-benar hanya untuk mengunjungi gua ini, hotel di dekat kawasan industri
Gopeng adalah hotel-hotel yang paling dekat dengan gua Tempurung. Tapi ingat
yah, itu kawasan industri, bukan kawasan wisata.
Jembatan menuju ke mulut Gua Tempurung |
Gua ini jauh dari
mana-mana. Jadi idealnya wisatawan datang dengan mobil sendiri. Taksi dari Ipoh
dapat diminta untuk mengantar, menunggu, dan membawa penumpang kembali ke Ipoh.
Mengingat taksi di Ipoh tidak menggunakan argo, maka tawar-menawar menjadi
kunci yang penting. Kalau berdasarkan pengalaman dan juga nasihat resepsionis
di hotel, harga sewa taksi per jam adalah antara RM 30 sampai RM 35. Tapi,
sopir taksi yang mengantar kami dari Jalan Bercham ke hotel sempat mengatakan
sewa taksi per jamnya RM 20. Mungkin kondisi taksi juga menjadi faktor penting,
soalnya waktu kami mencari taksi untuk ke gua Tempurung, kami mencari taksi
yang pakai AC.
Saat tiba di area parkir
Gua Tempurung, kami disambut oleh kebun dan danau buatan yang asri. Di pinggir
danau ada rumah-rumahan yang bisa dipakai untuk duduk-duduk. Tapi kami tidak
mau berlama-lama di situ. Segera kami mencari ke loket tiket untuk masuk ke Gua
Tempurung.
Informasi untuk Gua
Tempurung dapat diperoleh melalui internet, misalnya di http://www.ipoh-city.com/attraction/Gua_Tempurung/
atau di http://www.guatempurung.com . Tapi untuk website yang kedua ini, saya
tidak pernah berhasil membukanya. Mempelajari website ini penting, karena Gua
Tempurung juga dilalui sungai bawah tanah, dan jika berminat untuk melewati
sungai tersebut tentunya perlu persiapan khusus. Jam
kerja juga perlu diperhatikan, karena setiap harinya tour ditutup jam 16:30 dan
di hari Jumat ada jeda istirahat untuk Jum’atan.
Menurut website, ada
empat jenis tour dengan harga tiket yang berbeda-beda. Pada kenyataannya,
antara tour 1 dan 2 tidak jelas perbedaannya, karena tidak ada batasan antara
area yang dapat dijelajahi oleh tour 1 dan tour 2. Waktu kami di sana, kami
membaca bahwa Tour 1 tidak perlu tour guide, sedangkan Tour 2 masih diberi tour
guide dengan peserta minimal 5 orang. Karena kami merasa tidak tahu medan, maka
kami memutuskan untuk membeli tiket Tour 2 dan menunggu kalau ada orang lain
yang bisa bergabung dengan kami. Kami diberi stiker kecil yang menjadi kode
tour kami (TW = Top of the World) untuk ditempelkan di baju. Maksud hati
menunggu grup wisata lain, ternyata kami berdua justru disuruh petugas untuk
langsung masuk saja ke gua. Ya sudah, kami pun jalan-jalan di gua tanpat tour
guide.
Untuk masuk ke gua, kami melewati jembatan kecil yang membawa kami ke sebuah lubang di dinding tebing kapur. Pintu masuknya
kecil dan seperti lubang masuk saluran air: pintu besi yang sudah karatan,
dengan plang kecil di atas yang menunjukkan kalau itu adalah pintu masuk ke Gua
Tempurung. Tapi jangan salah, begitu masuk, kami langsung terpesona dengan
dinding lorong dan sungai bawah tanah yang mengalir di bawah kami. Dan setelah berjalan
sekitar 10 menit, saya tidak bisa berhenti berdecak kagum melihat ruangan luas
yang tersembunyi di dalam tanah ini.
Ruangan pertama yang kami
masuki adalah Golden Flowstone Cavern yang kabarnya langit-langitnya mencapai
ketinggian 90 meter! Di sini, masih ada celah di atas dinding yang meneruskan
cahaya matahari dari luar. Ditambah dengan lampu-lampu yang dipasang sedemikian
rupa di antara bebatuan,cahaya yang melewati stalagtit dan stalagmit yang ada
menimbulkan bayangan yang sangat imaginatif.
Gua Tempurung, Perak, Malaysia |
Yang menarik dari gua ini
adalah, sepanjang jalan pengunjung cukup berjalan di jembatan permanen dengan
penerangan yang sangat memadai (untuk melihat yah, kalau buat memotret tetap
kurang). Tidak perlu bawa senter, kecuali kalau ambil paket yang mau nyemplung
ke sungai bawah tanah. Tapi karena saya dan teman saya hanya mau ambil jalur
“kering”, senter tidak terlalu berguna. Sebotol air minum lebih berguna, tapi
harus hati-hati mengingat sepanjang jalan di dalam gua ini tidak ada kamar
kecil.
Jangan lupa persiapkan
fisik sebelum masuk ke gua. Walaupun kami berjalan di jembatan yang mulus
(tidak perlu menginjak kerikil dan batu-batuan), namun kontur gua menyebabkan
jembatan bisa berubah menjadi tangga yang tingginya sama seperti bangunan tiga
lantai! Siap-siap kehabisan nafas. Apalagi waktu melewati Giant Cavern, dengan
stalagmit yang tingginya mencapai 15 meter.
Gua Tempurung, Perak, Malaysia |
Kami berjalan sampai
Battlefield Cavern dimana di situ ada batu-batu berserakan seperti reruntuhan
dari langit-langitnya. Sampai sini, perjalanan kami berhenti karena jembatan
berakhir di sini. Gua di depan kami adalah jalan menuju sungai bawah tanah.
Karena kami tidak berminat basah-basahan,kami pun memutuskan untuk kembali ke
mulut gua. Total perjalanan bolak-balik dari mulut gua ke Battlefield Cavern
dan kembali ke mulut gua adalah dua jam. Dengan catatan, kami banyak berhenti
untuk foto-foto dan mengambil nafas.
Begitu keluar gua, yang pertama kami
lakukan adalah: ganti baju. Tidak usah masuk sungai, kaos kami sudah basah
kuyub karena keringat. Begitu banyaknya orang yang berganti baju setelah keluar
dari Gua Tempurung, sampai-sampai WC umum di dekat situ memasang tarif untuk
orang-orang yang masuk hanya untuk ganti baju.
Karena kami hendak menuju
ke Malaka, maka kami memutuskan makan siang di situ. Saya makan Soto Bandung
yang harganya RM 2,5. Air minum botolan harganya antara RM 1 sampai RM 1,2.
Dari Gua Tempurung, kami menuju ke Kelly’s Castle.
5. Kelly’s
Castle
Kelly’s Castle terletak
di barat daya kota Ipoh. Secara administratif, Kelly’s Castle letaknya dengan
dengan daerah Batu Gajah. Dari Gua Tempurung ke Kelly’s Castle, perjalanan
sekitar setengah jam. Kelly’s Castle adalah kastil setengah jadi milik seorang
pengusaha kebun asal Skotlandia bernama William Kelly Smith. Menurut ceritanya,
karena Pak Kelly ini usahanya banyak dan kaya raya, maka dia jarang tinggal di
kastil ini. Istrinya pun juga kadang-kadang kembali ke negeri asalnya.
Anak-anaknya juga tidak selalu tinggal di sini. Jadi kastil ini memang dibangun
sebagai simbol kekayaan Pak Kelly ini.
Kelly's Castle, dan gambar Pak Kelly, pendirinya |
Kastil ini terdiri dari
dua bangunan, bangunan pertama dan bangunan kedua yang “baru”. Bangunan pertama
sudah hancur dan tinggal beberapa bagian temboknya saja. Bangunan kedua tidak
pernah selesai didirikan karena tiba-tiba Pak Kelly meninggal. Di tembok
sisa-sisa bangunan pertama, masih terdapat sisa-sisa porselin cantik dan ukiran
yang menarik. Sisa-sisa taman di dekatnya juga menunjukkan bekas-bekas
patung-patung yang semestinya indah. Kalau bangunan kedua, masih berupa tembok
batu bata. Hanya beberapa bagian yang sudah dilapisi. Menurut masterplan
bangunan tersebut, di ujung bangunan akan dibangun lift dan di atas atap akan ada
tempat pesta dan kegiatan hiburan. Kalau naik ke atap gedung, akan terlihat
bahwa kastil ini dikelilingi oleh Kebun Kelapa Sawit. Di bawah tanah ada gudang
anggur dan kabarnya ada lorong rahasia yang menembus sampai sebuah kuil Hindu
di dekat situ.
Harga tiket masuk, MR 7
untuk yang tidak punya MyKad. Kalau turis lokal cukup membayar RM 5. Kastil ini
dikelilingi oleh sungai yang cukup besar. Di kiri-kanannya terdapat taman yang
rapi. Kalau berminat untuk duduk-duduk santai di sini, boleh juga.
Pemandangannya menarik, reruntuhan kastil dengan kebun kelapa sawit di
kejauhan. Tapi jangan sampai melamun, soalnya kastil ini dikabarkan berhantu.
Huuu ....
Lorong yang dikabarkan berhantu |
Kami selesai berkeliling
Kelly’s Castle sekitar jam 2 siang lebih. Untuk mengejar waktu, kami tidak
membuang-buang kesempatan untuk menuju ke Terminal Amanjaya yang letaknya di
utara Kota Ipoh. Jarak tempuh dari Kelly’s Castle ke Terminal Amanjaya sekitar
setengah jam lebih. Itu lewat tol yah, soalnya jaraknya lumayan jauh. Total
sewa taksi kami hari ini adalah 5 jam pas. Lumayan juga untuk jalan-jalan model
flashpacker.
6. Menuju ke Malaka
Karena sudah hampir jam 3
sore, maka kami mengambil bis pertama yang bertujuan ke Malaka. Harganya RM 35.
Pertama saya pikir, murah juga bus ini, dari Ipoh ke Malaka hanya RM 35
sementara kemarin dari LCCT ke Ipoh harganya RM 42. Tapi belakangan saya tahu
kenapa.
Bus kami ini
berputar-putar dulu di Kuala Lumpur untuk menurunkan penumpang di Pudu Sentral.
Lumayan juga, jadi sempat night city tour di Kuala Lumpur. Saya jadi
melihat-lihat landmark yang ada di Kuala Lumpur, walau hanya dari kejauhan. Karena
jumlah penumpang yang menuju ke Malaka sedikit, maka kami diturunkan dengan
paksa di Terminal Seremban. Walau ini bus antarkota yang pakai AC, ternyata
kelakuannya sama dengan bus Metromini. Menyesal juga kenapa nggak ngambil bus
yang namanya “jelas” di internet.
Ada empat penumpang yang
diterlantarkan. Kami berdua, dan dua orang penduduk Malaka yang hendak pulang
ke rumah. Setelah ditelantarkan selama satu jam lebih, kami kemudian dicarikan
taksi oleh staf bus untuk diantar ke Terminal Sentral di Malaka. Setelah
meyakinkan kami bahwa taksi tidak akan meminta bayaran selama kami hanya
diantar ke Terminal Sentral, maka kami berempat menaiki taksi tersebut. Karena
saya dan teman saya tidak tahu jalan, maka kami menambah RM 20 ke supir taksi
agar kami diantar ke Jonker Street. Dengan naik taksi, dari Terminal Seremban
ke Jonker Street ditempuh selama sekitar satu jam lebih.
Sampai Jonker Street sekitar
hampir jam setengah sebelas. Yah, kami datang hanya untuk melihat para pedagang
bebenah setelah selesai pasar malam. Jadi kami di jalan selama 7 jam lebih,
termasuk menunggui bus yang ngetem lama di pintu tol dan kemudian
terlunta-lunta di Terminal Seremban. Mungkin seharusnya kami ambil executive
coach ke Kuala Lumpur dan lanjut ke Malaka naik bus supaya lebih cepat – yah,
apa boleh buat. Kami hanya sempat mencicipi sate celup di ujung jalan Jonker
sebelum berangkat ke hotel yang tempatnya persis di dekat St Paul’s Hill. Untuk
menghilangkan rasa kecewa, kami menyempatkan diri untuk jalan-jalan di antara
pedagang yang membenahi dagangannya dan kemudian foto-foto di depan Stadthuys
sampai larut malam.
Sebenarnya untuk yang
hobi dugem, area ini cukup menarik. Di ujung Jonker Street ada Hard Rock Cafe.
Kalau masuk ke dalam lagi, banyak bar dan club yang buka sampai larut malam.
Dan lampu-lampu di pinggir sungai Malaka serta di pinggir jalan-jalan
memberikan suasana meriah. Tapi karena sudah capek, kami memutuskan untuk ke
penginapan dan beristirahat.
Area Stadthuys di waktu malam saat kami datang |
Kami menginap di Aldy’s
hotel. Resepsionis hotel Aldy’s jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai 12 malam.
Jadi, kalau mau check-in atau check-out di luar jam kerja mereka, sebaiknya
laporan dulu. Untuk yang diluar dugaan seperti kami (dan tidak punya pulsa
untuk telepon ke hotel), maka harus bolak balik di dekat pintu masuk menunggu
satpam untuk datang dan menyerahkan kunci kamar ke kami. Dengan catatan,
pagi-pagi kami harus check in di resepsionis sekaligus mengambil kupon makan
pagi. Begitu menyentuh tempat tidur, saya langsung terlelap. Capek!
(... berlanjut ...)
0 Komentar:
Posting Komentar