Tanggal merah dan
harpitnas! Apa lagi kalau bukan waktunya untuk jalan-jalan? Berbekal tiket
murah dari Tiger Airways, saya dan seorang teman sepakat untuk jalan-jalan ke
Malaysia. Dua kota yang akan kami kunjungi adalah Ipoh dan Melaka. Keduanya termasuk
kota yang penting dalam sejarah Malaysia. Melaka bahkan sudah diakui sebagai
warisan kebudayaan dunia oleh UNESCO. Mengingat tidak bisa cuti lama-lama, maka
kami hanya punya 4 hari 3 malam untuk mengunjungi kedua kota tersebut. Berikut catatan
perjalanan kami:
1. Datang
ke Malaysia
Untuk warga negara
Indonesia, untuk kunjungan wisata ke Malaysia tidak perlu mengurus visa.
Tinggal bawa paspor, naik pesawat, lalu antre di loket imigrasi. Dengan
catatan, kunjungan tidak lebih dari 30 hari dihitung dari hari pertama tiba di
Malaysia. Jadi, kalau hari ini dapat tiket murah untuk pergi besok pagi sekalipun,
tidak ada masalah.
Bandara internasional
yang paling sering menjadi titik tujuan penerbangan murah dari kota-kota di
Indonesia adalah LCCT (Low Cost Carrier Terminal). Walaupun di website kita
akan melihat tujuan penerbangan adalah “Kuala Lumpur”, namun untuk Air Asia dan
Tiger Air penerbangan akan berakhir di LCCT ini. LCCT berjarak sekitar 15 menit
dari KLIA (Kuala Lumpur International Airport) dengan kendaraan. Sesuai dengan
namanya, LCCT ini lebih tidak “berhias” dibandingkan dengan KLIA. Konsepnya
minimalis. Akan tetapi, mengingat penumpang yang datang juga biasanya “turis
minimalis”, layanan yang ada juga sudah cukup.
Di LCCT ada beberapa bank
dan ATM Visa (untuk yang kartu ATM-nya pakai jaringan visa). Ada toko yang
menyediakan kebutuhan pribadi dan oleh-oleh, dan juga ada beberapa kafe. Kalau
saya, saya cukup perlu mengingat bahwa di situ ada McDonald yang penuh banget
dan antreannya panjang banget.
Oh ya, untuk urusan
imigrasi. Urusan imigrasi gampang. Tidak ditanya-tanya dan pemeriksaan bagasi juga tidak merepotkan. Masalah yang ada cuma antrean yang panjang. Tapi masih dalam
kriteria wajar.
2. Menuju Ipoh
Dari LCCT, kami mengambil
bus “Star Shuttle” jurusan Ipoh. Harga tiketnya RM 42. Tiket dibeli di loket
tiket bus, tepat sebelum pintu keluar gedung bandara. Jangan berharap pelayanan
yang ramah dari kru bis. Kita harus aktif bertanya bis mana yang berangkat dan
kapan berangkatnya. Kalau sudah tahu busnya, jangan menunggu untuk masuk. Kursi
berebut dan kalau Anda tidak dapat tempat duduk, Anda harus menunggu jadwal
berikutnya bus berangkat.
Kami berangkat jam 11:45
dari LCCT. Bus sempat mampir ke KLIA, untuk mengambil penumpang dari sana.
Setelah itu, langsung tancap gas ke Ipoh. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi
pemandangan pohon kelapa sawit. Hanya ketika melewati persimpangan antara jalur
menuju utara dan jalur menuju Kuala Lumpur saja, kami melihat gedung-gedung
apartemen dan perumahan di pinggir jalan tol. Selebihnya pohon kelapa sawit
atau pepohonan biasa. Bus berhenti sekali di tempat pemberhentian selama
sekitar 10 menit. Cukup waktu untuk ke toilet.
Tebing kapur di pinggiran kota Ipoh |
Kami turun di Jalan
Bercham, pos tiket untuk Star Shuttle di Ipoh. Walau bus masih akan melanjutkan
perjalanan ke Terminal Amanjaya Ipoh, kami sudah turun sebelumnya agar lebih
mudah untuk mencapai tujuan kami. Jalan Bercham adalah daerah bisnis. Banyak
penjual mobil dan perlengkapannya. Ada juga shopping center Giant yang cukup
besar. Tapi di sini bukan daerah turis, dan taksi sangat jarang. Untung sopir
bus kami baik memanggilkan taksi yang baru saja keluar dari pom bensin di dekat
situ. Total perjalanan dengan bus, dari LCCT ke Jalan Bercham, sekitar 3 jam 45
menit.
(Catatan: Karena saya
tidak tahu bedanya kuil Budha dan kuil Kong Hu Chu, maka saya akan menggunakan
istilah kuil cina untuk kuil yang disertai dengan tulisan cina/patung dewi-dewa
yang bernuansa Chinese. Kalau kuil
india, berarti itu adalah kuil yang disertai dengan gambar/patung-patung
hindu.)
3. Tiba di Ipoh
Kami menginap di French
Hotel, di area pusat kota Ipoh. Jarak dari Jalan Bercham ke hotel dengan
menggunakan taksi sekitar 15 menit, dengan biaya MR 25. Catatan untuk Anda yang
berminat untuk berwisata di sekitaran Ipoh: taksi di Ipoh tidak menggunakan
argo! Anda harus bertanya dan menawar. Taksi juga sering dicarter jam-jaman.
Bus dalam kota ada, tapi tidak banyak. Terminal bus antarkota (Terminal Amanjaya)
jaraknya sekitar 15 menit dari kota Ipoh dengan kendaraan, jadi cukup jauh.
Taksi akan menjadi modal Anda untuk berpergian ke tempat-tempat wisata yang berjauhan,
maupun untuk mengantar Anda ke terminal antarkota. Oh ya, taksi di Ipoh
kebanyakan kendaraan tua, banyak di antaranya yang tidak ber-AC. Jadi harus
cerdik dalam memilih taksi.
French Hotel terletak di
area Kampung Jawa, cukup dekat dengan Old Town yang menjadi pusat warisan
budaya Ipoh. Jangan tertipu dengan nama: Kampung Jawa terdiri dari barisan
ruko-ruko tua yang dihiasi dengan tulisan cina dan melayu. Dari penampakannya,
Kampung Jawa lebih menyerupai area Kota atau Mangga Dua di Jakarta ketimbang
kampung di Jawa Tengah atau Jawa Timur. Satu-satunya yang “ke-jawa-jawa-an” di
situ adalah agen jamu Sido Muncul di ruko di depan hotel.
Saat kami datang ke Ipoh,
Sabtu tanggal 2 November 2013, adalah perayaan Deepavali bagi warga India di
Malaysia. Tidak ada perayaan yang besar di Ipoh, orang-orang hanya berkumpul
dengan keluarga dan merayakan Deepavali bersama-sama. Imbasnya adalah, jalanan
sangat sepi. Kami dapat menyeberang jalan-jalan dengan mudah tanpa terganggu
oleh mobil yang lewat. Walaupun menurut Googlemaps kampung India jaraknya lumayan dekat dari
hotel, namun kami tidak berminat untuk ke sana di hari Deepavali ini. Selain
(menurut website resmi di internet) hanya ada pasar kaget saja, orang-orang
umumnya merayakan acara keluarga di rumah.
Di Kampung Jawa juga ada
banyak hotel, dari low budget hotel seperti
Tune Hotel, sampai ke hotel-hotel yang jauh lebih nyaman lagi. Rumah
makan juga banyak, dan ada beberapa rumah makan 24 jam. Rumah makan 24 jam
biasanya menyediakan makanan seperti nasi goreng dan nasi lemak, serta umumnya halal.
Pada saat kami di Ipoh sore hari itu, rumah makan chinese food yang buka di area
sekitaran hotel semuanya di-booking untuk acara keluarga (ada hiasan-hiasan,
penuh dengan orang-orang yang berpakaian pesta, dan ada mobil pengantin di
luarnya). Sisanya tutup. Menurut resepsionis hotel, hari Deepavali adalah libur
nasional di Malaysia, jadi banyak bisnis yang libur juga. Untung Seven Eleven
di sebelah hotel buka 24 jam!
Karena kami sudah beres
check in hotel jam 16:00, maka kami memutuskan untuk menjelajahi Old Town Ipoh.
Jarak Old Town Ipoh dari hotel hanya 15 menit jalan kaki. Rugi kalau naik
taksi, karena anda akan kehilangan kesempatan untuk menyaksikan kehidupan
sehari-hari para penduduk Ipoh.
4. Old Town
– Ipoh Heritage Trail
Kampung Jawa di mana ada
banyak hotel-hotel untuk turis, dan Old Town yang menjadi tempat warisan budaya
Ipoh, hanya dipisahkan oleh Sungai Kinta. Sungai tersebut cukup lebar, dan ada
sebuah kuil cina di tepiannya. Ada jalan setapak di sepanjang sungai, dan saat
kami lewat sekitar jam 4 sore, ada beberapa orang yang sedang memancing. Kalau
saat Anda berjalan-jalan di Kampung Jawa, Anda menjumpai ruko-ruko yang nampaknya
masih aktif berjualan (saat saya berjalan-jalan, sedang libur nasional – jadi
hampir semuanya tutup), maka di Old Town Anda akan menjumpai beberapa ruko yang
nampaknya terbengkalai, persis seperti beberapa ruko di daerah Kota Tua di
Jakarta.
Heritage trail road marker di dekat Birch Memorial Tower |
Tepat setelah
menyeberangi Sungai Kinta, kami bertemu dengan gedung tua berwarna kuning di
pojokan, yang kabarnya dulunya merupakan salah satu restoran tertua di
Malaysia. Menurut keterangan di peta, itu adalah F.M.S. Bar & Restaurant. Nampaknya
bangunan ini sudah tidak dipakai lagi. Dari situ, Anda dapat melihat Ipoh
Padang, yang merupakan alun-alun kota Ipoh. Anak-anak muda dapat berlatih sepak
bola di situ.
Melewati F.M.S. Bar &
Restaurant ke arah utara, kami menjumpai Masjid India Muslim (atau Town Padang
Mosque) yang bersebelahan dengan Sekolah St. Michael’s Institution yang
merupakan bagian dari Kongregasi Katholik F.S.C. (La Sallian). Melewati
sekolahan tersebut, menyeberangi pertigaan, ada bangunan modern tinggi yang
bertuliskan “Perpustakaan Tun Razak”. Oh ya, di tepi Ipoh Padang, ada bangunan
yang nampak eksklusif dan tertutup, yaitu Royal Ipoh Club. Sudah pasti kami
hanya lewat di depannya saja.
Dari sekolah St.
Michaels, kami berbelok ke utara sedikit menuju St. John’s Church. Gereja ini
adalah sebuah gereja Anglikan. Bangunan ini agak bersembunyi di dekat jalan
layang, jadi dari kejauhan tidak nampak. Bangunan gereja ini didominasi warna
merah bata. Saat kami datang, sedang ada latihan koor. Jadi, kami hanya
foto-foto di halamannya saja.
Stasiun kereta api di Ipoh |
Di depan stasiun kereta
api, terdapat lahan parkir yang cukup luas dan sebuah monumen peringatan perang
(War Memorial) yang berbentuk persegi. Monumen ini merupakan wujud penghargaan
terhadap mereka yang meninggal untuk membela negara di beberapa periode
pertempuran, salah satunya saat konfrontasi Indonesia-Malaysia di pertengahan
tahun 60’an.
Stasiun kereta apinya
sendiri unik. Nuansanya eropa, namun di bagian tengahnya ada menara yang
berbentuk seperti kubah. Kalau mengambil foto bangunan ini dari seberang jalan,
latar belakangnya adalah bukit-bukit karst yang unik. Bangunan ini dibangun di
tahun 1914 – 1917 dan sampai sekarang masih dipakai. Saat kami datang, kami
melihat rombongan orang-orang yang baru saja turun dari kereta api.
Dari stasiun kami
menyeberang jalan dan melewati Jalan Dato Maharajalela. Di sepanjang jalan ini,
ada banyak bangunan tua yang terawat dan bagus untuk jadi obyek berburu foto. Bangunan-bangunan
yang ada di sini, saat ini digunakan untuk perbankan, toko-toko, tempat
nongkrong, dan juga kantor law firm. Satu-satunya bangunan yang tidak nampak
“bersejarah” di sini hanyalah gedung parkiran mobil di kanan jalan yang
berwarna cokelat muda.
Birch Memorial Tower |
Birch Memorial berada di
antara Jalan Dato Maharajalela dan Jalan Dato Sagor. Kalau melihat ke arah
Jalan Dato Maharajalela, Anda dapat melihat gedung bank OCBC dan bank Standard
Chartered. Keduanya adalah gedung yang sudah ada sejak sebelum perang dunia
kedua. Kalau Anda melihat ke arah Jalan Dato Sagor, Anda akan melihat Masjid
Negeri. Bentuk masjid ini cukup khas, dengan kubah-kubah dan sebuah menara
tinggi yang menjulang.
Kalau dari Birch Memorial
kita menelusuri Jalan Dato Sagor, maka kita akan melewati rumah-rumah makan.
Karena di hari perayaan Deepavali rumah makan itu tutup semua, maka kami
melanjutkan perjalanan kembali melewati Jalan Dato Maharajalela. Di ujung jalan
ini, ada gedung kuno yang temboknya dicat putih dan diberi aksen warna kuning
emas. Gedung ini adalah gedung S.P.H. De Silva, yang merupakan salah satu
tempat perdagangan tertua di Ipoh. Dibandingkan dengan gedung-gedung lain yang
warnanya hanya putih, gedung ini cukup mencuri perhatian.
Dari S.P.H. De Silva,
kami berbelok ke kiri, berjalan ke arah Ipoh Padang. Tepat di perempatan di
ujung Ipoh Padang, kami melewati gedung HSBC yang sudah ditempati dari tahun
1931. Ipoh adalah salah satu kota bisnis yang berkembang pesat di awal abad
kedua puluh, jadi jangan heran kalau bank-bank besar jaman dulu sudah punya
cabang di Ipoh – dan masih berdiri sampai sekarang.
Roti panggang dengan telur setengah matang. Wow! |
Setelah puas menikmati
kopi dan roti panggang, kami pun pulang ke hotel. Sebelum sampai di hotel, kami
menyempatkan makan di salah satu kedai makan 24 jam yang menjual nasi goreng
dan nasi lemak. Jauh-jauh ke negeri seberang, tetap saja makannya nasi goreng.
Harga makanan di situ dimulai sekitar RM 2.5 dan harga-harga makanan di menu
yang ada tidak jauh berbeda. Kalau dari sepintas lalu saya melewati
tempat-tempat makan, harga makanan yang murah dan mengenyangkan berkisar di RM
2.5 ini.
(... berlanjut ...)
(... berlanjut ...)
Trimakasih atas ceritanya. Saya tertarik untuk ke ipoh. Sudah 2 kali ke malaysia tapi belum pernah ke ipoh. Semoga trip ke ipoh membuat pengalaman baru untuk saya..
BalasHapusHai mbak saya mau tanya soal turun dari bus menuju ke ipoh..kenapa mbak memilih turin di jalan bercham bukan di amanjaya.Kalau waktu itu kebetulan tidak di stopin taxi di jl.bercham apa akan mudah mencari taxi?
BalasHapusKalau dilihat di GoogleMaps, Bercham lebih dekat ke pusat kota Ipoh dibandingkan dengan Terminal Amanjaya. Lagipula, waktu itu, penumpang terakhir turunnya di Bercham juga, jadi tidak ada yang sampai ke Amanjaya. Kami yang turis ya jadinya ikutan turun di situ.
HapusKalau mau aman sih, mendingan turun di Amanjaya, tapi biaya taksinya juga lebih mahal karena jaraknya lumayan jauh dari pusat kota.
Kota Ipoh sudah masuk ke dalam traveling bucket list saya sejak dulu. Jelas, karna kota tuanya yang cantik dan makanannya yang katanya enak-enak. Semoga bisa segera ke Ipoh :)
BalasHapusAmin...
Hapus